Keadilan dalam Kapitalisme, Hanya Isapan Jempol Belaka

Oleh : Aprilya Umi Rizkyi

Komunitas Setajam Pena

 

LenSa Media News–Berita bebasnya Gregorius Ronald Tannur membuat pengacara keluarga mendiang Dini Sera Afrianti, akan membuat laporan kepada Hakim Pengawas (Bawas) di Mahkamah Agung. Setelah hakim ketua Erentua Damanik memutuskan vonis bebas untuk Gregorius Ronald Tannur dari dakwaan kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti (cnbcindonesia com, 26/7/2024).

 

Dimas Yemahura , selaku penasehat hukum keluarga korban akan bekerja sama dengan banyak pihak yang peduli dengan putusan ini. Keputusan ini menunjukkan betapa sulitnya mencari keadilan di Indonesia.

 

Hal itu bermula dari ketidakpuasan Dimas ketika Gregorius Ronald Tannur, yang sebelumnya dituntut menjalani hukuman penjara selama 12 tahun akhirnya dibebaskan dari tuduhan tersebut oleh Jaksa Penuntut Umum. Selain melaporkan ke Mahkamah Agung, ia juga akan mendorong jaksa penuntut umum untuk mengajukan upaya hukum kasasi.

 

Menurut hakim, terdakwa masih peduli dengan korban. Hal itu dibuktikan dengan membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Sebelum sidang dan sesudah sidang, hakim itu pun menegaskan bahwa ia hanya manusia biasa dalam mengadili kasus ini. Apabila ada pihak-pihak yang keberatan dengan putusan tersebut dipersilahkan mengkaji lewat proses hukum.

 

Hal serupa banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat, menjadi sebuah kewajaran jika akhirnya keadilan dalam sistem demokrasi kapitalisme bersifat semu dan hanya isapan jempol belaka, karena sumber penetapan hukumnya adalah akal manusia.

 

Sedangkan manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas, dan sering terjebak pada konflik kepentingan tertentu. Padahal Allah SWT. telah berfirman “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS Al-Maidah 5: 50).

 

Dalam Islam,  penjagaan dan perlindungan nyawa sangat jelas dan pasti. Ini sebagaimana firman Allah Taala yang artinya, “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam pembunuhan (kisas). Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (TQS Al-Isra’ 17: 33).

 

Hanya dalam sistem Islamlah, sistem yang sempurna dan menyeluruh. Kedaulatan hukum Islam berada di tangan syarak sehingga tidak mungkin ada jual beli dalam menetapkan hukum, akhirnya keadilan dalam kehidupan akan tercapai. Nyawa setiap individu pun akan dijaga dan dilindungi.

 

Dalam pandangan Islam hukuman ini sebagai pencegah dan kuratif. Sanksi sebagai pencegah karena dengan diterapkannya sanksi, orang lain dicegah untuk melakukan hal yang sama. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur’an yang artinya, “Dan dalam hukuman kisas itu terdapat kehidupan bagi kalian, wahai orang-orang yang mempunyai pikiran agar kalian bertakwa.” (TQS Al-Baqarah 2: 179).

 

Adapun yang dimaksud dengan kuratif yaitu agar orang yang melakukan kejahatan, kemaksiatan, atau pelanggaran tersebut bisa dipaksa untuk menyesali perbuatannya. Dengan begitu, akan terjadi penyesalan selama-lamanya atau tobat nasuhah.

 

Pembunuhan yang tidak disengaja seperti memukul orang dengan kayu, melempar dengan batu kecil, mendorong hingga jatuh, atau alat yang secara umum tidak digunakan untuk melakukan pembunuhan, tetapi orang tersebut meninggal. Dalam kasus ini dikenakan hukuman diyat atau ganti rugi yang berlipat ganda yaitu memberikan tebusan 100 ekor unta, 40 di antaranya adalah unta yang tengah bunting yang diserahkan kepada keluarga korban. Jika tidak mampu, ia wajib membayar kafarat dengan memerdekakan budak perempuan mukminah atau puasa dua bulan berturut-turut.

 

Orang yang membunuh karena khilaf adalah orang yang melakukan sesuatu yang tidak dimaksud untuk membunuh, seperti menembak burung, tetapi pelurunya mengenai orang. Adapun hukumannya adalah diyat mukhaffafah, yaitu memberikan 100 ekor unta kepada keluarga korban atau memerdekakan hamba perempuan mukminah.

 

Adapun tindakan mencederai anggota tubuh, harus diteliti. Jika seseorang menghilangkan organ tubuh tunggal, seperti lidah, orang tersebut harus dikenakan diat 100% seperti pembunuhan. Jika menghilangkan organ tubuh ganda, seperti tangan atau telinga, jika yang dihilangkan adalah salah satu organ saja, ia dikenakan diyat 50% dan jika kedua-duanya sekaligus, ia harus dikenakan diyat 100%.

 

Jika organ tubuh yang dihilangkan berupa pelupuk mata, dia harus dikenakan diat 25%. Jika jari-jari tangan yang dihilangkan, tiap satu jari dikenakan diat 10%. Untuk gigi, diatnya berbeda. Jika menghilangkan satu gigi akan dikenakan diat 5 ekor unta. Sanksi-sanksi dalam Islam berfungsi sebagai penebus yaitu sanksi yang dijatuhkan di dunia akan menggugurkan sanksi di akhirat. Oleh karena itu, seseorang yang telah mendapat sanksi yang syar’i di dunia maka gugurlah sanksi baginya di akhirat. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis