Zina: Hal Biasa dalam Sistem Sekuler
Oleh: Nanis Nursyifa
LenSaMediaNews.com__Dunia remaja saat ini sedang tidak baik-baik saja, bahkan semakin berkembangnya zaman, kehidupan remaja kian memperihatinkan. Meningkatnya kasus perzinahan di kalangan remaja memiliki akar penyebab yang kompleks. Hal ini tentunya memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak, khususnya negara.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Dalam Pasal 103 PP yang ditandatangani pada Jumat, 26 Juli 2024 itu, disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi (Tempo.CO, 1-8-2024).
Solusi negara dalam menangani kasus perzinahan ini adalah solusi pragmatis yang hanya melihat dari satu sisi saja. Negara hanya memperhatikan seputar baik dan buruknya saja akan tetapi mengabaikan faktor halal haram.
Tidak bisa dipungkiri keluarga dan lingkungan masyarakat memberi pengaruh besar bagi maraknya penyimpangan pada remaja. Pengaruh teknologi dan media sosial telah membawa tantangan baru yang memperburuk masalah ini. Selain itu, kurangnya pendidikan agama yang kuat dan bimbingan moral dari keluarga serta lingkungan membuat mereka tidak sepenuhnya menyadari risiko dan konsekuensi dari terlibat dalam perzinahan.
Sistem sekuler melahirkan manusia-manusia yang tidak paham agama. Mereka hidup hanya berbekal aturan berdasarkan akal manusia yang lemah, sehingga syahwat menjadi pemimpin dalam perilakunya.
Kewajiban menyediakan layanan kesehatan reproduksi salah satunya dengan menyediakan kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja atas nama seks aman, tentunya akan mengantarkan si anak pada liberalisasi perilaku yang akan membawa kerusakan pada masyarakat. Meski diklaim aman dari persoalan kesehatan, namun akan mengantarkan kepada perzinaan yang hukumnya haram.
Adanya aturan ini malah semakin meneguhkan Indonesia sebagai negara sekuler yang mengabaikan aturan agama. Kerusakan perilaku akan makin marak dan membahayakan masyarakat serta peradaban manusia. Terlebih negara juga menerapkan sistem pendidikan sekuler, yang menjadikan kepuasan jasmani sebagai tujuan.
Jika kita menilik kembali bagaimana Islam memberikan solusi atas setiap problematika umat, Islam mempunyai sudut pandang tersendiri atas permasalahan ini. Objek yang menjadi permasalahannya tiada lain adalah manusia itu sendiri, bukan sekadar keamanan atau dari faktor kesehatan.
Islam akan mewajibkan negara membangun kepribadian Islam pada setiap individu. Agar setiap orang mempunyai kesadaran bahwa tolak ukur perbuatannya bukan hanya asas manfaat tetapi halal dan haram.
Untuk mewujudkannya, negara akan menerapkan sistem Islam secara kaffah. Termasuk dalam sistem pendidikan, negara wajib melakukan edukasi melalui berbagai sarana khususnya media. Selanjutnya penerapan sistem sanksi sesuai Islam secara tegas akan mencegah perilaku liberal dan membuat pelakunya jera. [LM/Ss]