Mendudukkan Kembali Toleransi
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md dalam acara ‘Bicara Seru Mahfud Md, Inspirasi, Kreasi, Pancasila’ di Universitas Al Ahzar Indonesia mengajak generasi muda untuk mengedepankan toleransi dalam beragama. Menurut Mahfud, Tuhan selalu mengajarkan manusia untuk selalu toleran. (detiknews, 12/7/2019)
Toleransi yang diusung oleh sekularisme-kapitalisme telah melahirkan paham pluralisme yang sejatinya bertentangan dengan akidah Islam. Sejak Islam tumbuh dan berkembang, Rasulullah saw. telah memberikan contoh betapa toleransi merupakan keharusan. Jauh sebelum Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) merumuskan Declaration of Human Rights, Islam telah mengajarkan jaminan kebebasan beragama.
Melalui Watsîqah Madînah pada 622 M, Rasul saw. telah meletakkan dasar-dasar bagi keragaman hidup antarumat beragama, mengakui eksistensi non-Muslim sekaligus menghormati peribadatan mereka. Piagam Madinah yang dirumuskan Rasul saw. itu merupakan bukti otentik mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang dipraktikkan umat Islam. Di antara butir-butir toleransi itu adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada, tidak saling menyakiti dan saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.
Melalui Piagam Madinah itu, Rasul saw. sebagai râ’is ad-dawlah (kepala negara) menunjukkan bukti, betapa beliau sangat menghormati agama lain. Contoh, saat Rasul saw. melihat ada rombongan orang mengusung jenazah Yahudi melewati beliau, beliau spontan berdiri (sebagai penghormatan). Sahabat protes, “Wahai Rasulullah, bukankah dia seorang Yahudi?” Rasulullah saw. menjawab, “Bukankah dia manusia?”
Akan tetapi, harus diingat bahwa toleransi Rasul di atas tidak lantas menjadikan Rasulullah saw. membenarkan apa yang menjadi keyakinan mereka. Sikap toleransi, harmonis, tolong-menolong dan kerjasama umat Islam dengan non-Muslim hanyalah dalam masalah muamalah keduniaan yang tidak berhubungan dengan permasalahan akidah dan ibadah.
Wallahua’lam[].
Tawati, Revowriter Majalengka
[Fa]