MinyaKita, Masihkah Milik Kita?

Oleh : Tety Kurniawati, SE

 

LenSa Media News–Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) resmi menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyakita dari Rp 14.000 per liter menjadi Rp 15.700 per liter.

 

Keputusan ini diumumkan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) dengan alasan melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS dan kenaikan harga hampir semua jenis bahan pokok.

 

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) dan Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, mengatakan bahwa produsen minyak goreng masih menunggu terbitnya Kepmendag terkait kenaikan HET ini (Kontan.co.id,22/07/2024).

 

Rakyat Terimbas Kenaikan Harga 

 

Minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat. Kenaikan harga atasnya, jelas berimbas pada ekonomi dan pemenuhan hajat hidup rakyat. Ancaman melambungnya harga, kelangkaan stok dan terganggunya rantai pasokan berpotensi terjadi.

 

Hal tersebut lantaran masalah harga cepat atau lambat akan memicu penimbunan dan penyelewengan minyak goreng bersubsidi di jalur distribusi oleh oknum-oknum tertentu. Akibatnya, rakyatlah yang paling dirugikan.

 

Dilain sisi, beberapa pengamat menyatakan bahwa kenaikan tersebut berpotensi menurunkan daya beli masyarakat dan memukul industri kecil. Sebab kenaikan terjadi ditengah naiknya harga beberapa kebutuhan pokok yang lain seperti, cabe rawit, bawang merah, bawang putih, telur, ayam dan beras yang saat ini sudah mengalami kenaikan harga.

 

Beban rakyat bertambah tanpa diiringi bertambahnya pendapatan. Walhasil, daya beli melemah seiring rakyat yang melakukan langkah penghematan. Sungguh miris, rakyat harus tergerus daya belinya akibat kenaikan HET minyaKita di tengah status Indonesia sebagai produsen terbesar minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Lantas masihkah minyaKita menjadi milik kita? Jika harga minyaKita tak terjangkau oleh rakyat.

 

Kapitalisme Merugikan Rakyat

 

Potret gejolak kenaikan harga minyak goreng merupakan keniscayaan dari penerapan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ini berorientasi pada keuntungan materi semata. Wajar jika pengaturan kebutuhan rakyat tak menjadi prioritasnya.

 

Meski kenaikan harga minyaKita tidak masuk akal, mengingat Indonesia adalah negeri penghasil sawit terbesar. Kebijakan tetap digulirkan, karena ada potensi keuntungan materi yang didapatkan. Tak perduli jika rakyat dirugikan.

 

Disamping itu, kapitalisme yang meminimalisir peran negara hanya sebatas regulator semata. Turut menambah penderitaan rakyat. Melambungnya harga, kelangkaan stok dan terganggunya rantai pasokan tak terhindarkan. Sebab negara menihilkan perannya dalam jalur distribusi. Mencukupkan diri sebagai pengawas dan pembuat regulasi. Sedangkan peran real dalam jalur distribusi justru diserahkan pada korporasi. Pantas, rantai distribusi kian panjang dan memakan biaya tinggi. Hingga harga makin mahal dan tak terbeli.

 

Solusi Islam

 

Islam memandang pemenuhan kebutuhan pokok sebagai tanggungjawab negara. Berbagai mekanisme sesuai syariat akan diterapkan sebagai support sistem yang menjamin pemenuhannya bagi rakyat. Kebutuhan pokok dijaga ketersediaannya bagi rakyat dengan harga terjangkau bahkan murah dan akses yang mudah.

 

Penerapan sistem ekonomi Islam memberikan batasan-batasan kepada negara dalam mengelola sumber daya alam bagi kepentingan masyarakat. Sumberdaya alam dalam Islam termasuk kepemilikan umum. Keberadaannya wajib dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Hingga pabrik, mesin dan sarana produksi untuk mengelola sumber daya alam dibiayai dari kas Baitulmal.

 

Tenaga terampil dan terdidik yang melaksanakan proses pengolahan sumber daya alam adalah sumber daya manusia aset bangsa. Tak boleh ada sedikitpun investasi asing yang mensyaratkan penggunaan tenaga asing dalam prosesnya. Maka pengelolaan sawit dengan sistem ekonomi Islam ini, akan memastikan minyak goreng akan mudah didapat dengan harga murah.

 

Selanjutnya, penerapan Islam secara komprehensif dalam kehidupan bernegara. Akan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Karena negara secara real hadir dan berperan dalam pengendalian distribusi kebutuhan rakyat termasuk minyak.

 

Harga kebutuhan rakyat terkendali, seiring ketersediaan stok dan rantai pasokan yang terjaga. Kemakmuran pun niscaya rakyat rasakan. Umat harus disadarkan terkait rusak dan merusaknya sistem kapitalisme, agar Islam kembali tegak dan menjadi satu-satunya pengatur kehidupan. Wallahu’alam. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis