Regulasi Kapitalistik Lahirkan Bencana, Islam-lah Solusi Nyata
Oleh:Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
LenSa Media News–Begitu banyak bencana yang terjadi akibat pertambangan. Seperti yang telah terjadi di penambangan emas yang berlokasi di Desa Tulabolo Timur, Kecamatan Suwawa Timur, Propinsi Gorontalo, Minggu pekan lalu (7/7/2024). Sejumlah titik penambangan emas hancur lebur karena mengalami longsor (tribunnews.com, 13/7/2024).
Puluhan korban dikabarkan meninggal dunia akibat longsor yang terjadi. Suara gemuruh sering terdengar dari gunung, terutama saat terjadi hujan lebat. Demikian ungkap salah satu penambang yang sering melakukan penambangan emas di sekitar gunung yang terletak di Desa Tulabobo.
Kejadian ini dilaporkan sebagai bencana longsor akibat penambangan yang paling parah sejak tahun 1994. Faktanya, ternyata tidak hanya longsor, warga sekitar pun sering mengalami banjir sebagai akibat penambangan yang sering dilakukan di wilayah tersebut.
Konsep Rusak Kapitalistik
Begitu banyak hal yang mestinya diperhatikan saat bencana sering terjadi di sekitar wilayah penambangan ilegal milik salah satu perusahaan swasta tersebut. Eksploitasi alam terus dilakukan demi meraup keuntungan materi. Segala kebijakan ditetapkan tanpa memperhitungkan resiko kerusakan lingkungan yang pasti terjadi.
Dan inilah yang terjadi, longsor dan banjir datang silih berganti. Tanpa pandang bulu, bencana ini pun menelan nyawa warga sekitar yang tempat tinggalnya tidak jauh dari area penambangan.
Kebijakan terkait penambangan acapkali beraroma kapitalistik. Penambangan ilegal terjadi karena adanya izin aparat setempat yang mendapatkan sejumlah materi dari para pemilik modal perusahaan swasta. Regulasi kapitalistik pun dibuat demi melancarkan usaha para pemodal besar.
Hingga akhirnya, masyarakat pun merasa bahwa adanya penambangan menjadi jalan untuk mendapatkan pekerjaan di tengah keringnya lapangan pekerjaan yang minim. Lambat laun, sikap permisif terhadap penambangan ilegal pun akhirnya menjadi hal yang diwajarkan.
Inilah bentuk kelalaian negara terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat. Tidak hanya itu, eksploitasi tambang pun akan berpotensi merusak kondisi lingkungan. Tidak heran, saat bencana menjadi fenomena yang sering menyapa.
Di sisi lain, negara pun abai terhadap mitigasi bencana yang mestinya ditetapkan pada suatu wilayah rawan bencana. Negara hanya berfungsi sebagai regulator yang menghubungkan antara pemodal dan pemilik kebijakan di suatu area yang memiliki potensi menghasilkan cuan. Eksploitasi terus dilakukan membabi buta. Tanpa peduli pada aturan kelestarian lingkungan. Alhasil, bencana pun tidak mampu terelakkan. Lagi-lagi nyawa rakyat yang dikorbankan.
Negara mestinya menjadi pihak yang bertanggung jawab atas seluruh operasional suatu perusahaan. Negara pun seharusnya mampu mendudukkan posisinya sebagai penjaga utama bagi keselamatan nyawa rakyat. Namun sayang, negara dalam sistem kapitalisme hanya mengutamakan kepentingan kapitalis oportunis, para pencari keuntungan yang mencuri-curi celah dan kesempatan. Wajar adanya saat kepentingan dan keselamatan rakyat terlalaikan.
Penjagaan Islam
Tambang dalam sistem Islam merupakan milik umum untuk maslahat umat. Bukan menjadi kepemilikan pribadi, swasta apalagi pihak asing. Pengelolaan tambang pun menjadi tanggungjawab negara dalam mengeksplorasinya dalam rangka memenuhi seluruh kepentingan rakyat.
Rasulullah SAW. bersabda,”Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Pengelolaan tambang atau sumberdaya alam sejenis seharusnya mengacu pada mekanisme tata kelola yang ditetapkan sistem Islam. Sehingga mampu menciptakan kesejahteraan yang merata bagi umat.
Dalam kitab Nidzamul Iqtishodiyyu yang ditulis Syekh Taqiyuddin an Nabhani, hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan merupakan milik umum dan harus dikelola negara. Hasil pengelolaannya dimanfaatkan demi kemakmuran dan maslahat rakyat.
Bahan tambang dikelola negara dan diolah menjadi bahan yang murah berbentuk subsidi dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi beragam kebutuhan primer rakyat. Terkait hal ini, negara pun akan menetapkan kebijakan yang mengatur pengembangan teknologi terkait pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam sehingga sumberdaya yang ada mampu dimanfaatkan sebesar-besarnya kepentingan umat.
Demikianlah tata kelola sumberdaya alam dalam naungan sistem berdaya. Amanah dalam tata kelola, amanah pula menjaga keselamatan umat. Segala bentuk regulasi dan aturan sempurna ini hanya mampu diwujudkan dalam satu institusi khas yang menempatkan negara sebagai ra’in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi umat. Khilafah ala manhaj an Nubuwwah. Hanya dengannya umat selamat dan terjaga dari segala bentuk kezaliman. Wallahu’alam bisshowwab. [LM/ry].