Bukan Butuh Sekadar Empati Tapi Persatuan Umat

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban

 

LenSa Media News–Buntut dari kunjungan lima orang cendekiawan muda NU ke Israel guna menemui Presiden Isaac Herzog. beberapa waktu lalu, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, KH Samsul Maarif memberhentikan Zainul Maarif, sekaligus tiga pengurus lainnya, yaitu Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU DKI, Mu’ti Ali Qusyairi, Roland Gunawan, dan Sapri Saleh (tv.republika.co.id, 18/7/2024).

 

Menurut KH Samsul ini merupakan keputusan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta dari jajaran Syuriah dan Tanfidziyah. Zainul Maarif sendiri sebelumnya sudah meminta maaf kepada masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam atas kunjungannya ke Israel pada 30 Juni-5 Juli 2024 lalu dan salah satu agendanya bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog.

 

Maarif juga meminta maaf kepada organisasi NU yang ikut tercoreng akibat perbuatannya. Menurutnya dia telah mengambil satu pelajaran penting, bahwa memiliki niat yang baik, belum tentu dampaknya baik. Ia menjelaskan lagi, kunjungannya ke Israel bukan atas nama lembaga (meski dalam sebuah video jelas ia menyebutkan menjadi bagian dari lembaga) namun atas kepentingan pribadi untuk berdoalog dengan tokoh lintas agama terutama menyerukan moderasi beragama. Sebagaimana yang diserukan lembaga dimana dia bernaung.

 

Diplomasi Kebablasan

 

Soal pemecatan dan permintaan maaf menjadi kebijakan mereka sendiri. Namun satu hal yang bisa diambil pelajaran dari sini adalah betapa lemahnya kaum muslim kini di hadapan para penjajah kafir. Betapa bodohnya mereka dalam memegang ajaran agamanya yang jelas-jelas mengharamkan hubungan apapun dengan kafir harbi fi’lan. Apalagi diplomasi haruslah oleh negara, bukan individu.

 

Kafir harbi fi’lan adalah kafir yang secara nyata memusuhi Islam, mulai dari mengejek, menistakan, memerangi hingga membunuh tanpa ampun (genosida). Terhadap mereka hanya ada satu hubungan, yaitu perang. Apa yang mereka lakukan jelas bertentangan dengan firman Allah SWT. yang artinya,”Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya bersikap keras terhadap orang-orang kafir (yang bersikap memusuhi), tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (TQS Al-Fath:29).

 

Sungguh memprihatinkan, meski kaum muslim kini jumlahnya lebih banyak daripada zaman Rasulullah tapi bak buih di lautan. Samasekali tak berdaya di hadapan kafir, malah melakukan diplomasi kebablasan. Banyak dari pemimpin muslim di negeri muslim yang justru bermesraan dengan penjajah, sebagaimana yang dilakukan presiden Turki, Tayyip Erdogan yaitu normalisasi dengan Zionist dengan alasan politik (1949).

 

Belum negara muslim lainnya seperti Mesir, India, dan lainnya. Bukankah semestinya mereka menjadikan Rasulullah Saw. sebagai panutan? Saat di Mekah memang Rasul tidak memerangi kafir Quraisy namun ketika telah memiliki negara di Madinah, tak ada ampun bagi kafir maupun Yahudi yang melecehkan hingga memerangi kaum muslimin. Allah SWT. berfirman yang artinya, “Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir…” (TQS. Muhammad: 4).

 

Perintah yang sangat jelas. Lantas dalil apa yang kini digunakan oleh para munafik melanggar perintah Allah SWT, Zat yang mereka imani?

 

Tak Perlu Empati, Tapi Persatuan Umat Yang Terpenting

 

Satu perkara yang kini harus kita perjuangkan yaitu persatuan umat. Bukan sembarang persatuan jasadiyah tapi persatuan pemikiran bahwa setiap muslim bersaudara karena akidah. Maka wajib menaati apa yang sudah diperintahkan Allah SWT yaitu masuk Islam secara kafah (menyeluruh) , dalam bingkai Khilafah Rosyidah, yang mampu memblokir segala cara yang membahayakan umat Islam, baik dengan memberikan ultimatum maupun mengirimkan pasukan Islam.

 

Maka butuh adanya upaya menyadarkan masyarakat akan kewajiban utama ini, agar penjajahan di atas bumi ini dihapuskan, agar kafir tak lagi menguasai kaum muslim beserta kekayaannya. Agar dunia menjadi Rahmatan Lil Aalamin. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis