Demi Cuan Remaja Tak Ragu Tawuran
Oleh: Bunda Erma E
Pemerhati Pendidikan dan Generasi
LenSa Media News–Lagi-lagi, berita remaja tawuran selalu menghiasi media. Seolah sudah menjadi budaya dalam dunia remaja. Aksi tawuran terjadi di Jalan Basuki Rahmat (Bassura), Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
Dugaan tawuran itu dilakukan sengaja buat mencari cuan melalui medsos, tergiur cuan itulah yang menjadi motif dibalik terjadinya aksi tawuran. Tawuran tersebut diantaranya melibatkan warga RW 01 dan RW 02 pada Kamis (27/6), sekitar pukul 05.30 WIB. Diketahui para pelaku tawuran itu menggunakan berbagai benda, seperti batu, petasan, dan senjata tajam (news.detik.com, 30/6/2024).
Aksi tawuran di Bassura, Jakarta Timur yang dilakuka secara live demi mendapatkan cuan bukanlah kali pertama. Pernah terjadi tiga tahun sebelumnya, aksi tawuran di Jakarta yang dilakukan oleh 9 anak di bawah umur. Mereka siarkan langsung melalui medsos untuk mendapatkan uang jutaan rupiah.
Tawuran secara live juga terjadi di Surabaya. Enam orang remaja anggota gangster, yang menamai diri ‘Pasukan Angin Malam’ diringkus polisi Kamis, 27 Juni 2024. Mereka digrebek saat hendak tawuran di sekitar Kawasan Sidotopo, Dipo Surabaya. Meski belum tawuran, para pelaku telah bersiap dengan memabawa sajam, seperti gergaji, celurit, dan parang (radarsurabaya.jawapos.com, 27 /6/ 2024)
Sungguh miris, tawuran di kalangan remaja terus terjadi di tegah masyarakat. Bahkan tawuran dilakukan dengan cara kekinian, demi mendapatkan cuan. Hal ini menunjukkan rusaknya generasi dan pemikiran kebahagiaan berdasarkan materi telah menghunjam kuat dalam diri umat.
Generasi telah kehilangan jati dirinya sebagai pemuda muslim yang seharusnya taat kepada Allah dan membawa kebaikan bagi masyarakat. Mereka tidak memahami tujuan hidup di dunia dengan benar. Sebaliknya, mereka telah terpengaruh oleh pemikiran sekuler, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Alhasil, mereka berperilaku liberal atau melakukan apapun yang mereka inginkan dan menghalalkan segala cara untuk mengejar materi semata.
Semakin banyaknya remaja terseret budaya tawuran menggambarkan gagalnya sistem pendidikan hari ini dalam mencetak generasi berkualitas. Pasalnya, sistem pendidikan yang diterapkan berasaskan sekuler. Sehingga bukannya memahamkan remaja akan jati dirinya yang hakiki, pemikiran sekuler-liberal malah semakin menguat dalam diri mereka.
Pendidikan sekular sebenarnya buah dari penerapan sistem kehidupan kapitalisme. Sistem ini telah menjauhkan peran negara sebagai pengurus umat, salah satunya adalah membentuk kepribadian mulia pada diri generasi. Negara hanya memandang sumber daya manusia sebagai faktor produksi untuk memenuhi kepentingan para kapital. Tak heran banyak remaja yang pandai, namun krisis moral.
Disisi lain, negara gagal menghindarkan generasi dari tontonan yang tidak mendidik dan tidak menuntunnya untuk bertindak benar, termasuk bagaimana menyalurkan naluri eksistensi dirinya.
Oleh karena itu, problem tawuran untuk mendapat cuan ini sebenarnya bukan sekedar problem personal, akan tetapi problem sistemik. Yakni akibat diterapkan sistem kehidupan kapitalisme oleh negara.
Solusi tuntas atas problem ini adalah hadirnya negara yang menerapkan Islam dalam sistem bermasyarakat dan bernegara. Negara seperti ini akan berperan sebagai pengurus rakyat yang bertanggung jawab membentuk ketakwaan individu masyarakatnya dan membangun suasana takwa pada setiap individu.
Negara yang menerapkan sistem Islam berkewajiban melindungi generasi dari paparan pemikiran sekular yang merusak kepribadian mereka. Hal ini diwujudkan negara melalui penerapan sistem pendidikan Islam yang memiliki tujuan luhur, yakni memahamkan tujuan hidup setiap muslim untuk beribadah kepada Allah dan membawa manfaat bagi umat.
Selain itu, pendidikan Islam ini juga akan menjadikan generasi mampu bertahan hidup dalam situasi apapun dengan tetap berjalan sesuai aturan Allah dan Rasul-Nya.
Negara yang menerapkan sistem Islam juga berkewajiban mencegah dan menyaring tontonan yang tidak mendidik dan menjerumuskan remaja pada krisis moral. Seperti konten berbau kekerasan, pornografi dan pornoaksi atau tayangan yang mengajarkan nilai-nilai liberal. Saatnya mengganti kapitalisme dengan syariat agar tawuran tak lagi jadi gaya hidup bahkan mata pencaharian. Wallahualam bissawab. [LM/ry].