Kasus Bunuh Diri Marak, Kesehatan Mental Kian Rusak
Oleh: Ummu Haidar
LenSa Media News–Angka suicide rate atau tingkat bunuh diri di Bali menjadi yang paling tinggi di Indonesia. Data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri menyebut laporan kasus bunuh diri di Bali sepanjang 2023 angkanya mencapai 3,07. Suicide rate atau tingkat bunuh diri dihitung berdasarkan jumlah kasus bunuh diri dibandingkan dengan jumlah penduduk (cnnindonesia.com, 02/07/2024).
Senada dengan hal tersebut. Polres Karimun menggelar rapat koordinasi bersama tokoh agama dan instansi terkait dalam rangka penanganan fenomena perilaku bunuh diri yang terjadi akhir-akhir ini di wilayah tersebut.
Sebagaimana diketahui, beberapa hari yang lalu terjadi dua peristiwa bunuh diri dalam sehari. Kemudian di awal tahun 2024, juga terjadi empat kasus bunuh diri dalam kurun waktu satu bulan (ulasan.co, 5/07/2024).
Kasus Bunuh Diri Marak
Kasus bunuh diri di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada periode Januari-Oktober 2023, Polri mencatat ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia. Angka tersebut melampaui data pada tahun 2022 yang tercatat sebanyak 900 kasus. Data kasus bunuh diri kemungkinan besar jauh lebih tinggi dibandingkan data resmi ( liputan6.com,10/01/2024).
Maraknya kasus bunuh diri menjadi keprihatinan seluruh elemen bangsa. Fakta ini mengindikasikan daruratnya kesehatan mental generasi, ketidakmampuan mengatasi konflik kehidupan, kondisi terpuruk dan berkubang dalam keputusasaan seolah melegitimasi kematian sebagai solusi permasalahan. Wajar angka kasus bunuh diri kian tinggi. Seiring hidup yang tak lagi dipandang berarti.
Problem Sistemik
Dilansir dari laman American Foundation for Suicide Prevention, depresi menjadi penyebab dari hampir semua kasus bunuh diri. Depresi bisa dipicu oleh berbagai sebab, antara lain, pengalaman traumatis, persoalan keluarga, genetik, mengidap penyakit kronis, dan penggunaan obat terlarang.
Persoalan hidup yang tak teratasi dan berujung bunuh diri menunjukkan gambaran realitas generasi. Tak hanya rendah daya juang, mereka mudah menyerah dengan keadaan. Seolah dengan mati, hilang semua beban.
Jika ditelusuri, yang terjadi hari ini adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang gagal menjaga kesehatan mental. Sistem ini telah mengeliminasi peran pilar-pilar pembentuk generasi.
Pertama, keluarga. Generasi bermental rapuh mayoritas muncul pada mereka yang tumbuh dalam keluarga yang broken home, fatherless dan motherless. Anak tumbuh tanpa peran dan kehadiran orang tua, baik fisik, psikis dan spiritualitas. Alhasil generasi yang terbentuk miskin adab dan jauh dari aturan Islam.
Kedua, masyarakat. Sistem kapitalisme dengan faham liberalnya telah menciptakan masyarakat yang individualis dan materialistis. Akibatnya hilang peran kontrol sosial masyarakat dalam kehidupan. Halal haram tak lagi diperhatikan.
Ketiga, negara. Kurikulum pendidikan yang di ampu oleh negara kini adalah kurikulum sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Hasilnya, generasi terdidik dengan dengan cara pandang yang salah. Tidak mampu membedakan mana yang boleh dan tidak dilakukan.
Lemahnya kontrol dan pengawasan negara terhadap media dalam menyebarkan informasi dan tontonan ikut andil merusak mental. Tayangan yang syarat dengan gaya hidup sekuler liberal jadi tuntunan. Akibatnya krisis identitas tak terhindarkan. Kerusakan nilai moral dan buta tujuan kehidupan. Menghadirkan generasi yang senantiasa pesimis memandang masa depan.
Islam Menjaga Nyawa
Kehidupan dalam naungan Islam ditandai dengan ketundukan terhadap syariat. Sejak dini di lingkungan rumah dan sekolah tiap anak diajarkan tentang hakikat penciptaan dan tujuan kehidupan. Ketakwaan menjadi nafas setiap kegiatan. Amar ma’ruf nahi mungkar senantiasa ditegakkan.Termasuk larangan menghilangkan nyawa, sebesar apapun persoalan. Bunuh diri bukan solusi pemecahan. Bagi muslim, takdir Allah tak pernah salah dan Allah sebaik-baik pembuat skenario hidup manusia.
Islam memberikan support sistem terbaik dalam menjaga kesehatan mental. Berbagai langkah perlindungan menyeluruh atas nyawa manusia akan diterapkan dalam bingkai negara. Misalnya, jaminan pemenuhan kebutuhan hidup rakyat. Saat kebutuhan hidup terpenuhi, maka stres dan depresi tak akan menghinggapi. Hidup menjadi berkualitas dan lebih berarti.
Selain itu, demi menjaga fitrah manusia. Negara akan memberikan perlindungan terhadap paparan racun pemikiran asing. Kontrol dan pengawasan atas konten bermuatan sekuler, hedonis dan materialistis berlaku sangat ketat.
Tak ada ruang hidup bagi tumbuhnya bibit kemaksiatan. Kurikulum pendidikan dibuat berdasarkan akidah Islam. Para pelajar terdidik mencintai ilmu sebagai upaya memberi kontribusi terbaik bagi umat dan mendekatkan diri kepada Allah.
Alhasil, fenomena ini hanya bisa terhenti jika manusia kembali menerapkan aturan Illahi. Melalui negara, Islam akan menjaga umat dari berbagai pandangan yang merusak tatanan kehidupan, merawat kesehatan mental dan melindungi nyawa rakyatnya. Wallahualam. [LM/ry].