Tawuran Demi Cari Cuan, Sisi Gelap Pendidikan

                 Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

LenSa Media News _ Opini _ Kasus tawuran masih hangat dan terus diperbincangkan. Dikarenakan, kasus yang satu ini makin meluas dan perilaku para generasi muda yang makin jauh dari etika “cerdas”. Salah satunya kasus tawuran yang terjadi di Jalan Bassura (Basuki Rahmat), Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur.

 

Dugaan timbulnya tawuran pun mengarah pada kesengajaan yang dilakukan anak-anak muda demi meraup cuan melalui media sosial (detiknews.com, 30/6/2024). Aksi tawuran disengaja dan direkam serta disebarluaskan tayangan live-nya. Para pelaku tawuran pun diketahui memiliki sekitar 1000-an followers. Dengan modal banyaknya followers dan tayangan tawuran “live”, mereka berharap mendapatkan keuntungan atas aksi kekerasan yang mereka lakukan.

Pihak kepolisian sebetulnya telah melakukan usaha preventif dan represif. Namun, tetap saja tawuran sering terulang karena ada provokasi pihak tidak bertanggung jawab hingga memunculkan dendam yang mengakar. Tidak hanya itu, faktor ekonomi, pendidikan, kehidupan sosial budaya dan minimnya pengawasan orang tua menjadi hal dominan yang memantik tawuran terus memanas.

 

Akibat Rusaknya Pendidikan

 

Tawuran masa kini dilakukan dengan cara kekinian, bahkan dijadikan ajang mendapatkan keuntungan materi. Potret ini menunjukkan betapa buruknya adab generasi zaman sekarang. Standar kebahagiaan hanya disandarkan pada banyaknya materi yang didapatkan. Dan konsep ini telah menjadikan mereka oleng hingga tidak mampu membedakan benar salahnya suatu perbuatan. Generasi memahami konsep yang keliru dalam menjalankan kehidupan. Hingga akhirnya menghalalkan segala cara dan tidak peduli pada akibat atas perbuatan yang telah dilakukannya.

Inilah kegagalan sistem pendidikan yang kini disandarkan pada konsep kapitalisme-sekularisme. Konsep yang hanya mendorong pada usaha mendapatkan materi berupa harta dan popularitas tanpa mengindahkan aturan agama yang mestinya dijadikan panduan. Dengan konsep ini, generasi akhirnya tidak mampu berpikir cerdas dan kritis. Pandangan mereka dibutakan oleh konsep “ambisi untuk materi’ yang menghinakan kemuliaan pribadinya.

 

Sistem pendidikan yang sekular pun telah berhasil mengarahkan generasi pada pusaran arus yang merusak. Tayangan tawuran yang dijadikan konten berhasil menjadi tayangan nikmat yang banyak digemari. Para followers yang mestinya melaporkan kejadian kekerasan yang dilakukan, malah menikmati dengan suka hati.

 

Jelaslah sudah gambaran ini menunjukkan telah terjadi konsep kebebasan sebagai hasil dari pemikiran sekularisme yang terus menyerang pemikiran generasi secara masif. Kebebasan menjadikan keinginan dan kesenangan sebagai sumber kenikmatan. Dan inilah sumber kerusakan yang terus dipelihara hingga benar-benar merusak pemikiran generasi.

 

Penjagaan Sistem Cemerlang

Apa yang menimpa generasi muda saat ini sangat jauh berbeda dengan kondisi masyarakat muslim dalam naungan sistem Islam. Sistem Islam memiliki mekanisme yang cerdas dalam menjaga dan menciptakan pemikiran yang cemerlang bagi generasi.

 

Standar individu dalam setiap perilaku dan pemikiran senantiasa disandarkan pada keterikatan terhadap akidah Islam. Mulai dari lapisan terdalam, yakni keluarga hingga lapisan terluar, yaitu kebijakan negara.

 

Dalam perannya sebagai pelaksana penerapan sistem Islam, negara adalah institusi yang mampu dengan tegas dan mengikat bagi setiap individu warga negara.l untuk taat terhadap seluruh aturan Islam. Selain mengenai ibadah dan muamalah (hubungan sesama manusia), juga mencakup sistem sanksi yang berlaku bagi seluruh rakyat.

 

Negara harus mampu berperan sebagai ra’in (pengurus) sekaligus junnah (perisai) yang mampu menjaga umat dari segala bentuk ancaman yang dapat menjerumuskannya dalam kehinaan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Muhammad SAW. bersabda,

Sesungguhnya al-Imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.

(HR. Muttafaqun ’alayh)

 

Pendidikan dalam Islam diawali dari keluarga yang senantiasa mengedepankan hukum syara‘ dan memposisikan orang tua sebagai lembaga pendidikan yang pertama, utama dan mendasar. Sistem Islam juga memiliki tujuan pendidikan yang mulia. Yaitu dengan menjadikan generasi mampu bertahan hidup dalam kondisi apapun dengan tetap memegang erat hukum syariat yang Allah SWT. tetapkan.

 

Akidah Islam memahamkan tujuan hidup setiap muslim yaitu untuk ibadah dan membawa manfaat untuk umat. Konsep inilah yang akan senantiasa membimbing remaja untuk tetap berpijak dalam konsep syariah yang menjaga. Selain itu, Islam juga menetapkan mekanisme pembinaan remaja dengan keteladanan dan bimbingan yang berkesinambungan.

 

Dengan paradigma Islam, generasi senantiasa terjaga kemuliaannya. Dan mampu menjadi generasi harapan yang membawa kehidupan menuju peradaban gemilang.

 

Wallahu ‘alam bishawwab.

(LM/SN)

Please follow and like us:

Tentang Penulis