Anak Durhaka Kian Brutal, Potret Sistem Gagal
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
LenSa Media News _ Opini_ Santernya berita seorang pedagang yang tewas di sebuah toko perabot di Duren Sawit sungguh menyedot perhatian publik. Dari hasil penyelidikan polisi menyebutkan bahwa pelakunya tidak lain adalah pihak keluarga. (liputan6.com, 23/6/2024).
Dalam laman yang sama disebutkan bahwa, menurut keterangan Kapolres Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, menuturkan jika pelakunya adalah remaja perempuan berusia 17 tahun dan 16 tahun, yang keduanya adalah putri kandung korban. Modusnya, pelaku sakit hati karena korban memarahinya. Korban dimarahi karena kedapatan mencuri uang ayahnya. Keduanya gelap mata hingga akhirnya menusuk sang ayah hingga tewas.
Kasus serupa juga terjadi di Lampung. Seorang anak tega menghabisi ayah yang tengah stroke. Karena kesal saat diminta mengantar ke kamar mandi, sang anak lantas tega menghabisi ayah hingga tewas. Diketahui pelaku adalah remaja berusia 19 tahun (liputan6.com, 21/6/2024).
Akibat Sistem Rusak
Maraknya fenomena anak durhaka semakin nyata. Kasusnya pun kian sering terjadi. Semua ini tidak lepas dari konsep sekularisme-kapitalisme yang terus meracuni pemikiran generasi. Sistem yang menjauhkan nilai agama dari kehidupan membuat individu kian jauh dari tatanan arah kehidupan. Konsep benar salah menjadi tidak jelas. Akhirnya individu melakukan segala bentuk perbuatan sesuka hati dan melampiaskan emosi tanpa kendali. Sistem rusak telah mengoyak dan merobohkan pandangan tentang keluarga dan konsep penjagaannya.
Inilah sekularisme yang melahirkan individu-individu yang jauh dari iman. Emosi kian merusak pemikiran. Jiwa menjadi hampa dan rapuh. Sehingga mudah terpengaruh segala bentuk perasaan negatif. Konsep ini pun kiam diperparah dengan paradigma kapitalisme yang menjadikan materi sebagai tujuan.
Segala bentuk jalan dilalui demi memenuhi keinginan yang tidak terbatas dan jauh dari kendali. Hingga abai pada keharusan untuk birrul walidain atau berbakti pada kedua orang tua.
Inilah bukti sistem pendidikan sekuler menjauhkan generasi dari pendidikan yang utuh terkait birrul walidain. Wajar saja terbentuk generasi rusak sehingga merusak hubungannya dengan orang tua terlebih dengan Tuhannya yaitu Allah SWT.
Sistem kapitalisme-sekularisme telah gagal mengatur kehidupan manusia. Fitrah dan akal yang tidak terpelihara, menjauhkan manusia dari tujuan penciptaannya yakni sebagai hamba dan penjaga kehidupan.
Islam Menjaga Kemuliaan
Kondisi saat ini sangat jauh dari konsep Islam yang seharusnya menjadi pegangan muslim. Islam mendidik generasi menjadi generasi kuat yang dibentengi kepribadian Islam. Berbakti dan rasa hormat kepada orang tua menjadi konsep yang mutlak ada sebagai hasil pendidikan yang mengintegrasikan nilai agama dalam proses pendidikan generasi. Konsep Islam pun memiliki mekanisme yang menjamin kemampuan dalam mengendalikan emosi. Karena konsep iman dan takwa mampu menjaga generasi dari segala bentuk perbuatan buruk dan dosa.
Allah SWT. berfirman:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.”
(QS. Al-Isra’: 23)
Islam juga memiliki mekanisme dan strategi yang mampu menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindakan kriminal. Salah satunya dengan penerapan sistem sanksi yang mampu memberikan efek jera. Dengan penerapan ini, mampu mencegah segala bentuk kejahatan. Termasuk segala bentuk kekerasan dan kejahatan yang dilakukan anak terhadap orang tua.
Dengan konsep Islam yang utuh dan menyeluruh, generasi terjaga kemuliaannya. Generasi pun mampu berbakti kepada orang tua dengan penuh ketundukan sebagai bentuk takwa yang sempurna.
Wallahu’alam bisshowwab.