Ketika Tontonan Jadi Tuntunan
Oleh : Eka Putri
(Aktivis Mahasiswi)
LensaMediaNews- Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tak dapat dipungkiri dapat memberikan berbagai manfaat jika dapat digunakan dengan cara yang benar, namun tidak menutup kemungkinan kemajuan teknologi juga dapat memberikan efek yang negatif bagi para pengguna yang tidak dapat memilah dan memilih apa yang baik dan bermanfaat.
Ditengah kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) ini maka menjamurlah berbagai hiburan dikalangan masyarakat mulai dari games yang muncul beragam, sosial media yang mudah diakses di manapun serta salah satunya adalah hadirnya berbagai acara maupun film. Mau tidak mau di zaman sekarang ini kita harus tanggap dan peka dalam memilah dan memilih hiburan apa yang bisa kita lihat, yang nantinya akan mendatangkan manfaat serta mendapat keridaan Allah.
Belum selesai polemik film “Kucumbu Tubuh Indahku” yang diboikot oleh beberapa pemerintah kota. Kini muncul petisi untuk film “Dua Garis Biru” yang tayang di bioskop. Petisi digagas oleh Gerakan Profesionalisme Mahasisiwa Keguruan Indonesia (Garagaraguru) di Change.org. mereka menilai ada beberapa scane di trailer yang menunjukkan situasi pacaran remaja yang melampaui batas.
Tidak dapat dipungkiri bahwa film akan memberikan pengaruh yang luar biasa, terlebih lagi untuk para remaja yang masih mencari jati diri. Sehingga apapun yang ditonton dapat mempengaruhi bahkan mengubah gaya hidup remaja, seperti halnya yang sering kita dengar bahwa tontonan jadi tuntunan. Tidak masalah jika sebuah film memberikan tontonan yang mengedukasi dan juga memberikan kebaikan terhadap penontonnya, namun akan sangat berbahaya jika film menunjukkan hal-hal yang kurang bermanfaat bahkan hal-hal yang tidak mendidik dan justru dapat menjerumuskan penontonnya, terebih jika yang melakukan adalah seseorang yang menjadi idola dari para remaja yang menonton, maka akan sangat disayangkan jika sampai para remaja ini menirukan perilaku idolanya.
Film yang kurang mendidik, serta kurangnya filter remaja dalam memilih film yang layak ditonton, akan membuat terjadinya gangguan pada perkembangan remaja. Terlebih, jika film yang disuguhkan adalah film yang memiliki gaya hidup bebas, kebarat-baratan. Tentu ini akan semakin membawa dampak negatif, karena dapat memicu terjerumusnya remaja dalam pergaulan bebas, tawuran, narkotika dan lainnya.
Tidak dipungkiri, film memang memberikan nilai bisnis dengan menghasilkan keuntungan yang besar, sehingga pembuatannya yang menganut asas kebebasan dan kapitalisme berlomba-lomba untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya akan terus dibuat sedemikian rupa dengan judul dan trailer yang menarik; “menjual” sehingga akan banyak menarik minat penonton, bahkan meski hal tersebut dapat memberikan efek kurang baik bagi penonton.
Karena begitu banyak dampak yang dapat dibawa oleh sebuah film, maka sudah seharusnya film yang diproduksi adalah film yang mengarahkan penonton kedalam hal-hal positif, film yang di filter dengan seksama apakah sudah sesuai dan tidak mengandung bahaya atau dapat mengakibatkan dampak negatif jika dilihat. Jika dalam kapitalisme yang menganut kebebasan berbagai film dapat diproduksi selama masih ada yang berminat maka hal ini sangat berbanding terbalik dalam islam.
Dalam islam film dibuat untuk rangka dakwah dan dalam rangka mengedukasi umat. Film akan dibuat dengan sedemikian rupa agar dapat memberikan tontonan yang bisa menjadi tuntunan kehidupan agar menjadi lebih baik. Tentu akan semakin memotivasi umat dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah. Namun tentunya negara memiliki peranan yang sangat penting dalam mengendalikan film yang akan diproduksi.
Selain itu film yang diproduksi adalah film yang akan membentuk ketakwaan umat serta gaya hidup yang sesuai dengan fitrah yang Allah berikan, terlebih jika film ini akan dikonsumsi oleh remaja. Karena dalam Islam sendiri kehidupan remaja hanya diperuntukkan untuk hal-hal yang bermanfaat saja, yakni dalam ilmu dan ketakwaan hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Imam Syafi’i:
“Hayaatu al-fata bil ‘ilmi wa at-tuqa” yang artinya hidup seorang pemuda adalah dengan ilmu dan taqwa.
Hanya dalam sistem Islam akan diupayakan segala hal yang dapat mewujudkan dan menjaga aqidah dan ketakwaan umat, bahkan sampai pada pembuatan film yang akan menjadi tontonan umat. Dari sini bukankah dapat kita simpulkan betapa indahnya Islam yang memberikan jawaban serta solusi dalam segala permasalahan yang timbul, yang tentunya akan diselesaikan menggunakan standar keridaan Allah.
Wallahu a’ lam biashowab.
[LS/Ry]