Sulitnya Cari Kerja, Gen Z pun Nganggur
Oleh : Asha Tridayana, S.T.
Lensa Media News – Setiap orang berharap setelah lulus SMA/SMK ataupun perkuliahan dapat segera bekerja, lebih-lebih dengan gaji yang istimewa. Namun faktanya, kebanyakan dari mereka menjadi pengangguran. Bukan gaji besar yang diperoleh, justru beban kebutuhan hidup yang bertambah besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran tersebut sekitar 9,9 juta dengan usia muda atau Gen Z yakni penduduk usia 18 hingga 24 tahun. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah pun berkomentar bahwa tingginya jumlah pengangguran karena ketidakcocokan antara pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar kerja. Oleh karena itu, pemerintah berupaya dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022 terkait pelatihan vokasi yang menghubungkan pendidikan dengan dunia kerja. (https://m.kumparan.com 20/05/24)
Maraknya pengangguran di kalangan Gen Z dapat mengancam bonus demografi Indonesia di tahun 2045. Fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya turunnya lapangan pekerjaan di sektor formal. Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS bulan Februari tahun 2009, 2014, 2019, dan 2024 menunjukkan adanya tren penurunan penciptaan lapangan kerja di sektor formal. Pekerja sektor formal yakni mereka yang memiliki perjanjian kerja dengan perusahaan berbadan hukum. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa peluang mendapatkan pekerjaan di Indonesia semakin sulit. (https://money.kompas.com 24/05/24)
Memang benar jika sekarang ini jumlah lapangan pekerjaan semakin terbatas. Tidak banyak pekerjaan yang mampu menampung lulusan sekolah atau perguruan tinggi setiap tahunnya. Apalagi sering kali, terjadi ketidakcocokan antara lowongan pekerjaan dengan jenis pendidikan yang dimiliki. Hal ini menunjukkan adanya kekeliruan dalam mengelola sistem pendidikan dan kebutuhan pasar kerja. Tidak lain negara yang semestinya bertanggungjawab karena memiliki wewenang dalam mengatur segala kebutuhan rakyat termasuk menciptakan lapangan kerja. Negara gagal dalam menjamin kelangsungan hidup rakyatnya, lebih-lebih bagi Gen Z sebagai generasi muda.
Disamping itu, negara justru membuat kebijakan yang memudahkan investor asing dan para pekerjanya untuk menggali pundi-pundi materi di Indonesia. Bahkan mereka diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya alam (SDA) yang semestinya menjadi tanggung jawab negara. Melalui kerjasama antara penguasa dan pengusaha, para investor ini menancapkan kekuasaan dan pengaruhnya hingga negara kehilangan kemampuaannya dalam menjaga kedaulatan. Akibatnya, rakyat mesti menanggung kesulitan hidup sementara mereka menikmati kemewahan dan melanggengkan kekuasaannya.
Keterpurukan yang melanda negara ini termasuk tingginya angka pengangguran yang diderita Gen Z, tidak lain akibat dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem yang hanya peduli pada keuntungan materi, sehingga banyaknya lulusan setiap tahun bukan menjadi prioritas yang diperhatikan nasibnya. Sementara pelatihan vokasi yang ditawarkan pemerintah hanyalah upaya memenuhi kebutuhan pasar kerja yang pada akhirnya hanya menguntungkan penguasa dan pengusaha. Apalagi sistem kapitalisme selalu berusaha menguasai SDA dengan berbagai cara karena hasil dari pengelolaan SDA memberikan keuntungan berlipat ganda.
Oleh karena itu, negara membutuhkan sistem pengganti yang mampu menuntaskan bermacam persoalan tersebut. Satu-satunya yang mampu hanyalah sistem Islam. Islam menjadikan SDA sebagai kepemilikan umum yang berarti negara bertanggung jawab atas pengelolaannya sementara hasilnya diperuntukan untuk seluruh rakyat tanpa terkecuali. Dalam proses pengelolaan SDA tersebut akan terbuka banyak lapangan pekerjaan dari tenaga kasar hingga tenaga ahli. Hal ini menunjukkan negara dengan sistem Islam mampu menciptakan lapangan kerja dan meminimalisir pengangguran.
Selain itu, pendidikan juga disesuaikan dengan kebutuhan serapan tenaga kerja tanpa melupakan tujuan dari pendidikan itu sendiri yakni mencetak generasi berilmu tinggi dan berkarakter Islam. Lulusan yang dihasilkan tidak menjadi budak materi layaknya dalam sistem kapitalis, yang hanya menganggap pendidikan sebagai jalan mencari pekerjaan. Melainkan generasi penerus dapat bekerja sekaligus mengamalkan setiap ilmu yang dimiliki hingga mampu membangun peradaban yang mulia.
Maka sudah saatnya negara membebaskan diri dari cengkeraman sistem kapitalis dan beralih pada penerapan Islam seutuhnya. Karena hanya dengan Islam, seluruh persoalan tuntas terselesaikan dan terjamin keberlangsungan hidup seluruh umat. Allah swt berfirman, “Untuk setiap umat di antara kamu (umat Nabi Muhammad dan umat-umat sebelumnya) Kami jadikan peraturan (syari’at) dan jalan yang terang.” [QS. Al-Maidah (5): 48]
Wallahu’alam bishowab.
[LM/nr]