Manisnya Gula, Tak Semanis Harganya
Oleh : Farida
(Muslimah Peduli Generasi)
LenSa MediaNews__Gula menjadi komoditas yang menjadi sorotan belakangan ini, selain stok langka harganya juga melesat. Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga mengungkapkan biang kerok kelangkaan gula di ritel modern belakangan ini, karena pelaku usaha kesulitan mendapatkan stok gula dari impor dan harga yang tinggi.
Harga gula internasional sejatinya sudah turun, namun pasokan yang saat ini diimpor menggunakan harga sebelum mengalami penurunan. Penyebab lain pabrik gula belum melakukan penggilingan. Meskipun begitu menurut data yang di miliki nya stok yang berada di BUMN swasta stok gula konsumsi masih cukup. Saat ini pemerintah dengan pelaku usaha tengah membahas terkait kelangkaan gula akhir-akhir ini. (Cnnindonesia, 19-4-2024)
Selain stok yang mulai mengalami kelangkaan harganya pun melesat. Kenaikan ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang menaikan Harga Acuan Pemerintah(HAP) sejak 5 April 2024 dari 16.000 rupiah menjadi 17.000 rupiah. Kebijakan ini diambil dari respon harga gula dunia yang sudah tinggi, sementara kebutuhan gula di negeri ini masih bergantung terhadap impor.
Gula pasir bahan pokok pangan yang bersifat pelengkap tetapi sangat dibutuhkan. Sistem kapitalisme telah menjadikan negara mengambil kebijakan stabilitas harga komoditas ditingkat konsumen menggunakan HAP( Harga Acuan Pemerintah), yang sejatinya kurang tepat pasalnya di satu sisi dapat menekan harga di tingkat konsumen, namun di sisi lain petani akan mengalami kerugian jika harga produksi mengalami kenaikan.
Kondisi ini tidak terlepas dari paradigma neoliberal, dimana negara bukan sebagai pengurus rakyatnya, tetapi hanya menjadi pedagang maka wajar jika akan melahirkan kebijakan yang mempermudah impor gula. Seharusnya ada upaya untuk meningkatkan produksi gula dalam negeri di tengah luasnya lahan yang tersedia. Meskipun secara realitanya lahan pertanian tebu telah mengalami penyusutan, karena adanya proyek-proyek strategis nasional.
Di sini nampak jelas bahwa negara abai terhadap pemenuhan kebutuhan pangan rakyatnya. Dengan sistem kapitalis ini memaksa bangsa ini tunduk pada kebijakan perdagangan global. Kemampuan negara menstabilkan harga pangan, dengan menjaga stok pangan hingga bisa dijangkau oleh seluruh rakyat, hingga terwujud ketahanan pangan secara berdaulat dalam sebuah negara. Semua itu bisa terwujud dalam sistem pemerintahan Islam.
Syarak melarang kaum muslimin menggantungkan kebutuhannya pada asing, sehingga kaum muslim harus memiliki kemandirian untuk mengatur semua urusan kehidupan nya berdasarkan syariah. Dalam politik ekonomi Islam yang wajib dijalankan oleh penguasa, mengarahkan pada jaminan pemenuhan semua kebutuhan pokok setiap individu tanpa terkecuali. Dan akan memudahkan rakyat memenuhi kebutuhan sekunder dan primer sesuai kemampuan.
Tanggung jawab untuk mengelola dan mengatur sektor pertanian dan pangan ada di tangan negara bukan di tangan korporasi. Negara akan menyediakan lahan baru tebu untuk bahan baku industri gula. Serta akan menyerahkan harga secara alami melalui mekanisme permintaan dan penawaran di pasar. Negara akan menurunkan harga melalui kebijakan dan pembenahan sektor hulu dan hilir. Jadi sudah saatnya kita kembali kepada penerapan Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan. Wallahu a’lam bishshawab.