‘Melon’ Menghilang, Mengapa Berulang? 

‘Melon’ Menghilang, Mengapa Berulang? 

Oleh : Ummu Rifazi, M.Si

 

LenSaMediaNews.com – Bulan Ramadan dan lebaran sudah berlalu, tetapi kelangkaan gas elpiji masih terjadi di beberapa wilayah. Kelangkaan dan mahalnya gas elpiji 3 kg atau yang lebih dikenal dengan sebutan gas Melon masih dikeluhkan oleh warga Jepara (suarabaru.id). Fenomena ini selalu terjadi setiap tahun, di momen-momen tertentu ketika ada lonjakan permintaan dan kebutuhan masyarakat, seperti saat Ramadan dan lebaran (radarsemarang.jawapos.com).

 

Padahal setiap tahun setiap wilayah telah menerima pasokan yang cukup dari kementrian ESDM, sesuai dengan jumlah penduduk di wilayah tersebut. Pasokan yang cukup dari negara dan distribusi yang terkoordinasi ternyata disalahgunakan oleh pihak yang rakus akan harta, seperti oknum agen dan pangkalan nakal yang sengaja menimbun, agar bisa dijual mahal menjelang hari raya ketika permintaan meningkat (kilasbali.com).

 

Legalisasi Kepemilikan Umum Ala Kapitalisme 

Payung hukum yang menjamin kebebasan pengelolaan pertambangan oleh individu maupun swasta terealisasi dengan adanya reformasi perizinan tambang yang tertuang dalam Undang Undang 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara dan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Dari penerbitan kedua aturan tersebut lahir berbagai regulasi turunannya. Kementerian ESDM, Sony Heru Prasetyo  menjelaskan kehadiran UU Cipta Kerja dan UU Minerba menghadirkan penyederhanaan perizinan, kepastian berinvestasi dan kemudahan berusaha di bidang pertambangan minerba. Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Tadjudin Noer Said, menilai ketidaktegasan pemerintah dalam mengatur tata niaga elpiji bisa menciptakan peluang terjadinya monopoli (hukumonline.com).

 

Pengamat kebijakan energi Sofyano Zakaria menjelaskan bahwa pengawasan dan pembinaan terhadap penyaluran dan lembaga penyalur LPG subsidi di daerah pada dasarnya merupakan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana ditetapkan dan diatur dalam Peraturan Bersama Mendagri dan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2011 dan Nomor 05 Tahun 2011. Namun disayangkan, menurut pengamatannya, pihak pemda sepertinya hanya terlihat berperan dalam penentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG 3 kg di daerahnya.

 

Sofyano pun mengatakan bahwa presiden harus segera merevisi Perpres nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Penetapan Harga LPG 3 kg secara tegas, jelas dan rinci, menetapkan siapa yang berhak atas LPG 3 kg dan menetapkan sanksi hukum jika ketentuan tersebut dilanggar (fin.co.id).

 

Aturan sistem kapitalisme nyata telah memberikan kebebasan kepada individu atau swasta untuk menguasai dan memanfaatkan potensi sumber daya alam (SDA) seperti pertambangan (batubara, emas, tembaga), hutan, minyak dan gas. Alhasil negara hanya berperan sebagai regulator dan tidak berperan sebagai raa’in (pengurus) rakyatnya dan tidak dapat menjamin ketersediaan SDA untuk rakyatnya. Sehingga walaupun negeri ini memiliki kekayaan Migas, tetapi rakyat tidak bisa menikmatinya dengan murah atau bahkan gratis karena dikelola pihak swasta dengan konsep pengelolaan berorientasi bisnis yang pada ujungnya tidak akan memudahkan rakyat memperoleh haknya terhadap sumber daya alam yang sejatinya milik mereka. 

 

Jaminan Pengelolaan Milik Umum Dalam Islam

Penguasa dalam Sistem Islam mengemban amanah sebagai ri’ayah su’unil ummat, mengurusi kepentingan rakyat dengan sebaik-baik pelayanan. Negara bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya alam yang termasuk dalam kepemilikan umum seperti minyak bumi dan gas alam, dan tidak boleh menyerahkan pengelolaannya kepada individu atau swasta, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam : “Kaum muslim berserikat pada tiga perkara, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

 

Hadits ini menjadi dasar hukum bahwa pengelolaan kepemilikan umum yang sifatnya tidak terbatas dan dibutuhkan masyarakat tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu, kelompok, ataupun negara. Gas alam dan batubara termasuk kepemilikan umum, disebabkan karena keduanya termasuk barang berharga dan tercakup dalam “api” (alwaie.net). 

 

Minyak dan gas haruslah melalui tahapan proses pengeboran dan sebagainya serta memerlukan usaha keras dan biaya untuk mengeluarkannya sebelum akhirnya bisa dimanfaatkan, maka negara lah yang mengambil alih penguasaan eksploitasinya mewakili kaum muslim kemudian menyimpan pendapatannya di Baitul Mal. Negara lah yang berwenang mendistribusikan hingga seluruh lapisan masyarakat dapat memanfaatkannya secara murah atau bahkan gratis. Tidak ada dikotomi siapa yang harus menikmati dengan murah kekayaan alam tersebut. 

 

Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah yang dapat menjamin terpenuhinya hak-hak dan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Allahummanshuril bil Islam, Wallahu a’lam bisshowwab

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis