Dana Bencana Tersendat, Sistem Urgent Dibenahi!
Oleh : Ummu Rifazi, M.Si
Lensa Media News – Berbagai bencana seperti banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung selama musim hujan yang berlangsung sejak Bulan November 2023, masih banyak terjadi di berbagai wilayah Indonesia, Bogor adalah salah satunya. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor, selama 2023, Bogor dilanda 1.011 kejadian bencana alam dan non alam. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor mendorong Pemerintah Kota (PEMKOT) Bogor untuk meningkatkan respons cepat dalam penanganan kebencanaan dan meningkatkan alokasi anggaran Biaya Tak Terduga (BTT) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) 2024.
Penanganan perbaikan pasca-bencana harus dilakukan dengan cepat, karena warga tidak mungkin menunggu terlalu lama, mengutip kerusakan akibat bencana longsor di Kecamatan Bogor Selatan dan Barat pada 2023 yang baru diperbaiki pada 2024 (ceklissatu.com).
Beban Berat APBD
Upaya Pemkot Bogor dalam mitigasi bencana tentu membutuhkan pendanaan rutin, terencana dan tidak boleh dibatasi oleh anggaran, namun faktanya titik kritis pendanaan terkait dengan APBD Kota Bogor. Sumber utama pendapatan asli pendapatan (PAD) Kota Bogor adalah dari sektor jasa, yang diperoleh dari pajak dan retribusi yang dikumpulkan dari setiap potensi organisasi perangkat daerah (OPD) setempat. Kontribusi keduanya di tahun 2023 masih rendah karena berbagai kendala, sehingga Kota Bogor selalu membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat dan LSM yaitu Catholic Relief Services (CRS) untuk pendanaan bencana (antaranews.com).
Kendala utama regulasi yang sering berulang adalah : (1) Belum terwujudnya regulasi turunan undang-undang penanggulangan bencana, (2) Lambatnya mekanisme proses dana penanggulangan bencana dan (3) Lemahnya koordinasi antar instansi terkait. Akibatnya Pemerintah daerah hanya bisa menanggulangi bencana seadanya, selalu berkutat dengan persoalan kekurangan dana dan sangat bergantung pada bantuan dana dari sumber lain.
Keunggulan ABN Sistem Islam
Dalam Sistem Islam, Anggaran Belanja Negara (ABN) diatur dalam suatu bentuk lembaga yang dikenal sebagai Baitul Mal. Pemasukan dan penyaluran harta dalam Baitul mal diatur sesuai dengan hukum-hukum syariah terkait perolehan dan penyaluran harta. Pemasukan Baitul Māl berlimpah, yaitu berasal dari hak milik individu (zakat dan shadaqah), umum (sumber daya alam, barang tambang besar dan barang kebutuhan umum), dan negara (ghanimah, khumus, rikaz, usyr, fai’, kharaj dan jizyah). Sangat kontras jika dibandingkan dengan sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam Sistem Demokrasi Kapitalisme yang sangat sedikit karena mengandalkan pemasukan pajak dari rakyat dan hutang, terutama dari luar negeri jika pemasukan dari dalam negeri tidak mencukupi.
Di Baitul Mal terdapat berbagai seksi dan biro yang mengurusi berbagai macam pembiayaan, salah satunya adalah Seksi Urusan Darurat Bencana Alam (ath-Thawaari) yang bertugas memberikan bantuan kepada kaum Muslim atas setiap kondisi darurat/bencana mendadak yang menimpa mereka, seperti gempa bumi, angin topan, kelaparan dan sebagainya. Biaya yang dikeluarkan oleh seksi ini diperoleh dari pendapatan fai dan kharaj, serta dari (harta) pemilikan umum. Apabila tidak terdapat harta dalam kedua pos tersebut, maka kebutuhannya dibiayai dari harta kaum Muslim (sumbangan sukarela atau pajak).
Sistem pemerintahan Islam berbentuk sentralisasi, sedangkan administrasi atau birokrasinya menganut sistem desentralisasi, sehingga Pemerintah daerah tidak terlalu terbebani dengan permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan atau pendapat, karena seluruh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat. Pembiayaan dan pengaturan belanja negara juga dianggap satu. Jika pendapatan sebuah provinsi tidak sanggup membackup pengeluaran (kebutuhan), maka kebutuhan-kebutuhan provinsi tersebut akan dicukupi oleh pemerintahan pusat.
Dengan keunggulannya, tercatat dalam sejarah Sistem Islam biidznillah bertahan selama 1400 tahun dan terbukti mampu mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat.
HIKMAH
Ketika manusia tidak menerapkan syariat Allah dalam menyelesaikan masalah dalam setiap lini kehidupannya, maka yang terjadi adadalah sebagaimana firman Allah :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum : 41).
Wallahu’alam Bissawab.
[LM/nr]