Bullying Makin Marak, Generasi Makin Rusak
Oleh: Putri Ira
Lensa Media News–Kasus bullying makin bertambah parah. Viral, beredar video 4 orang remaja perempuan terlibat bullying kepada seorang remaja di Kota Batam, Riau. Korban mengaku mau membela adiknya karena hendak diperdagangkan oleh sekelompok orang (tribunnews.com, 2/3/2024). Akibat perbuatan tersebut, korban mengalami beberapa luka di bagian tubuhnya.
Awalnya ibu korban belum melaporkan kejadian bullying terhadap anaknya. Pasca viral, barulah sang ibu berani melaporkan ke Polisi. Keadaan korban berangsur membaik.
Parahnya kasus ini dilakukan oleh tersangka perempuan dan masih di bawah umur. Tiga diantaranya berumur di bawah 18 tahun, satu orang berumur 18 tahun. Mirisnya mereka juga sudah pernah melakukan open BO. Ini semakin menunjukkan potret generasi yang rusak.
Kasus bullying bukanlah yang pertama terjadi. Kasus yang semakin bertambah seharusnya membuat kita sadar ada yang mesti dibenahi di dalam kehidupan. Kehidupan individu yang bebas dan jauh dari agama membuat pelaku Bullying bebas berbuat apa saja.
Kekerasan baik verbal, psikis maupun fisik dilakukan kepada orang lain. Bahkan tidak jarang pelaku bullying mengarah kepada pembunuhan. Tidak ada perasaan sayang terhadap orang lain yang disakiti. Justru pelaku merasa sah-sah saja bertindak demikian. Apalagi jika korban pun telah melakukan bullying terlebih dulu.
Selain kehidupan individu minim agama dan iman, keluarga turut membentuk perilaku anak melakukan bullying. Anak yang dalam kehidupan keluarganya terbiasa menjadi korban perundungan, kerap berbuat hal yang sama kepada orang lain. Keluarga tidak menanamkan ketakwaan kepada anak-anaknya karena orang tua sibuk mencari uang. Orang tua mengabaikan fungsi pengasuhan dengan dalih tidak ada waktu mendidik anak.
Lingkungan pertemanan juga sangat mempengaruhi seseorang menjadi pelaku bullying. Teman yang kerap melakukan bullying dianggap hebat. Padahal pelaku bullying seharusnya dijauhi. Karena pertemanan yang buruk akan membawa efek yang buruk pula.
Pengaruh sosial media memberikan peran yang besar dalam membentuk perilaku bullying. Anak yang terbiasa menonton adegan kekerasan berpeluang besar melakukan demikian. Parahnya, tontonan yang tidak mendidik kerap diminati. Mestinya, negara berperan menghapus konten-konten yang berbau kekerasan. Agar generasi tidak semakin rusak.
Peran negara memiliki porsi yang sangat besar. Negara yang tidak menjaga ketakwaan individu, keluarga dan masyarakat berpeluang membiarkan kondisi bullying terus terjadi. Sanksi yang lemah kepada pelaku bullying tidak memberikan efek jera.
Ditambah lagi dengan adanya aturan usia 18 tahun masih dianggap anak atau di bawah umur, padahal pelaku sudah baligh. Dimana seharusnya pelaku sudah bisa mendapat hukuman yang layak atas perlakuan mereka. Ditambah dengan pendidikan yang sekuler, yang meniadakan Allah sebagai pengawas perbuatan mereka, sehingga semakin membuat generasi jauh dari perbuatan mulia.
Jika kita ingin menghentikan kasus bullying, setiap level mesti berbenah diri menuju aturan Ilahi. Penerapan aturan Ilahi meniscayakan kasus serupa muncul. Generasi pun terjaga dari hal-hal yang membahayakan fisik dan psikisnya. Wallahualam bissawab. [LM/UD/ry].