Dana Ilegal Kampanye, Potret Buram Demokrasi
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Lensa Media News–Temuan janggal dana kampanye menjadi hal yang terus diperbincangkan menjelang kontestasi politik 2024. Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang transaksi mencurigakan hingga puluhan triliun rupiah di rekening calon anggota legislatif dan bendahara partai politik mengkonfirmasi adanya penggunaan dana-dana ilegal dalam pesta demokrasi tahun ini.
Pemilihan Pemimpin ala Sistem Demokrasi
Kualitas dan hasil pemilu dipertaruhkan saat dana ilegal mewarnai pesta pemilihan pemimpin. Tentu saja temuan ini harus segera ditindak dan ditangani serius oleh penegak hukum dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu).
PPATK menemukan berbagai transaksi mencurigakan yang mengalir ke kantong-kantong calon legislatif Pemilu 2024. Temuan mencapai 100 transaksi janggal dengan total dana Rp51 Trilliun (kompas.id, 13/1/2023).
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, mengungkapkan latar belakang dugaan dana ilegal yang ditemukan PPATK, salah satunya digunakan untuk pendanaan politik. Boleh jadi uang tersebut dijadikan modal bagi parpol ataupun caleg untuk vote buying (jual beli suara).
Temuan PPATK mestinya mampu sesegera mungkin ditindaklanjuti dengan serius, baik oleh pihak kepolisian, kejaksaan, KPK maupun Penyidik PNS. Demikian lanjut Zainur.
Dana ilegal yang mengalir deras tentu akan menggadai kualitas pemimpin yang terlahir dalam sistem demokrasi. Jual beli suara niscaya terjadi demi kursi kekuasaan. Dukungan penyandang dana dalam mengalirkan biaya demokrasi yang fantastis, menjadi hal yang wajar terjadi.
Tujuannya hanya satu, yakni kemudahan mengakses kekuasaan demi kekayaan pribadi, perlindungan kepentingan bisnis, dan akses kekuasaan lainnya, terutama di bidang hukum demi manfaat yang menggiurkan.
Pengaliran dana ilegal kampanye pun sudah menjadi hobi para kapitalis dalam pencalonan para politisi. Pengumpulan dana politik melalui korupsi menjadi salah satu penerimaan kompensasi atas pengerjaan kapling-kapling bisnis para oligarki.
Tengok saja, temuan PPATK yang mengungkapkan bahwa 36 persen dana proyek strategis nasional mengalir ke kantong politisi dan korporat. Demi pengamanan kepentingan.
Sungguh fakta yang memprihatinkan. Konsep kepemimpinan bukan lagi untuk mengurus urusan rakyat. Justru yang ada, kepentingan rakyat diabaikan. Standar benar salah tidak lagi menjadi acuan.
Aturan yang benar malah ditinggalkan. Aturan agama hanya dianggap angin lalu yang mengganggu. Alhasil, mereka hanya menggunakan hawa nafsu dalam merancang kebijakan, yang katanya untuk kemajuan negeri. Namun faktanya, jauh panggang dari api.
Inilah realita penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Mustahil melahirkan watak pemimpin impian. Karena konsep ini hanya mengutamakan keuntungan materi dengan mempertaruhkan nasib rakyat.
Sistem rusak ini hanya melahirkan politik oligarki. Praktik politik yang tidak bisa terlepas dari sistem ekonomi kapitalisme global. Dan konsep inilah yang kini selalu menjebak metode pemilihan pemimpin di negeri ini.
Kepemimpinan dalam Islam
Realita yang kini ada, tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Kepemimpinan dalam Islam adalah konsep pengurusan semua urusan umat berdasarkan konsep syariat Islam. Pemimpin yang terlahir adalah pemimpin yang senantiasa memprioritaskan kepentingan rakyat. Karena rakyat adalah amanah terbesar yang akan dipertanggung jawabkan kelak.
Rasulullah SAW. bersabda, “Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).
Rasulullah saw. pun telah mengingatkan kita, “Siapa yang diamanati Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia tidak memimpinnya dengan tuntunan yang baik, maka ia tidak akan dapat merasakan bau surga.” (HR Bukhari dan Muslim).
Pemilihan pemimpin dalam sistem Islam akan terselenggara dengan amanah. Dan konsep ini hanya akan berlangsung dalam institusi khilafah. Satu-satunya institusi yang menerapkan syariat Islam secara utuh dan menyeluruh. Tidak perlu ada kecurangan atau usaha licik demi kekuasaan.
Karena penguasa yang amanah senantiasa bertujuan melayani rakyat bukan untuk keuntungan sesaat. Keimanan senantiasa menjadi penjaga utama para pemimpin rakyat, demi mencapai rida Allah swt. Wallahualam bissawab. [LM/ry].