Bullying di Dunia Pendidikan, Dipelihara oleh Keadaan
Oleh : Noor Dewi Mudzalifah
(Aktivis Dakwah)
Lensa Media News – Lagi dan lagi, kasus pembullyan di sekolah kembali terjadi. Nasib korban pun beragam, luka psikis sudahlah pasti, ditambah cedera fisik ringan hingga berat, bahkan berujung pada kematian. Sungguh itu benar-benar terjadi. Mirisnya pelakunya bukan lagi pelajar SMP, SMA yang sering disebut sebagai remaja, tapi telah dipraktekkan oleh anak-anak SD di negeri kita.
Dikutip dari Kompas.com (09/12/23), seorang anak kelas 3 SD di Sukabumi telah menjadi korban bullying temannya, hingga korban mengalami patah tangan. Desember ini, seorang anak kelas 6 SD berinisial F juga telah meninggal dunia pada Kamis (07/12) di RS Hermina Bekasi akibat aksi bullying yang didapatkannya hingga berujung kakinya diamputasi. Pihak RS pun juga mengatakan bahwa F meninggal dunia akibat sesak nafas karena terdapat cairan di paru-parunya (detik.com 09/12/23).
Rasanya sulit dipercaya bahwa anak-anak usia SD mampu melakukan perbuatan sesadis itu, namun begitulah kenyataannya. Kasusnya tidak hanya satu dua, tapi sudah ada dimana-mana. Maraknya aksi bullying di satuan pendidikan dengan realita usia pelaku yang semakin tidak masuk akal, harusnya menjadi bahan instrospeksi terlebih untuk sistem pendidikan di negeri ini. Dengan begitu banyak regulasi yang silih berganti, sudahkah tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa itu teramini? Faktanya kebobrokan generasi justru makin menjadi-jadi. Cukuplah ini menjadi bukti bahwa berbagai regulasi selama ini belum menyentuh akar persoalan yang hakiki.
Sikap seseorang ditentukan oleh pemahaman. Bullying terjadi sebab pemahaman tentang perbuatan itulah yang telah diterima dan tertanam pada diri anak. Disinilah sistem pendidikan yang berlandaskan pada akidah (keyakinan) itu diperlukan.
Dalam sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam, generasi akan ditanamkan pemahaman bahwa dia hadir di dunia bukan tanpa tujuan, melainkan menjadi abdi Sang Pencipta dan semua akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Amal sekecil apapun akan bernilai pahala jika diniatkan untuk-Nya dan sesuai dengan aturan-Nya, begitupun sebaliknya. Balasan akan dosa, pahala, surga dan neraka akan ditanamkan pada anak tentu dengan bahasa yang sesuai dengan usianya.
Dengan sistem pendidikan seperti ini, maka lahirlah generasi yang produktif untuk melakukan kebaikan di segala bidang, bukan malah sibuk membully teman. Terbukti di masa ketika Islam diterapkan secara keseluruhan termasuk di sistem pendidikan, telah berhasil mencetak para ilmuwan.
Sebut saja Ibnu Sina (Barat menyebutnya Avicenna), seorang pakar sains yang ilmunya dipakai oleh para pelajar perobatan dunia hingga abad ke-19, Abbas Ibnu Firna adalah seorang ilmuwan Polymath yang telah melakukan percobaan penerbangan pertama dengan mesin buatannya, seorang ilmuwan wanita bernama Fatimah Al Fihri yang merupakan pendiri universitas pertama di dunia. Dan masih banyak nama-nama lainnya yang tercatat dalam sejarah. Sistem pendidikan Islam telah berhasil mencetak ulama sekaligus ilmuwan.
Tentu perlu diingat, bahwa di masa itu sistem pendidikan ini tidaklah berdiri sendiri. Namun aturan Islam yang memberi solusi hakiki itu diterapkan di segala lini. Sistem ekonomi, pergaulan, penerangan, peradilan, hingga politik kenegaraan semua menggunakan Islam.
Alhasil orang tua pun akan mampu membersamai anaknya dalam proses pendidikan, bukan seperti sekarang ketika banyak orang tua terkuras waktunya demi mencari penghidupan. Anak-anak juga akan terlindungi dari tontonan negatif yang akhirnya menjadi tuntutan mereka seperti yang banyak beredar saat ini.
Namun, jika keadaan masih seperti saat ini, ketika sistem yang dijalankan adalah hasil karya manusia, maka bisa dipastikan bahwa tugas yang diemban oleh satuan pendidikan akan terus bertambah berat. Setiap generasi tanpa terkecuali akan berpotensi menjadi korban bullying selanjutnya di negeri dengan sistem kehidupan seperti ini.
Maka tidak ada solusi lain selain perbaiki akarnya dengan perubahan sistemis. Menghadirkan keamanan bagi seluruh alam dengan penerapan Islam secara keseluruhan. Bukankah Allah SWT berfirman, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam” (TQS. Al Anbiya:107).
[LM/nr]