Anak dan Perempuan Palestina dalam Derita, Apa Solusinya?
Ummu Zhafran
(pegiat literasi)
Lensa Media News—Mengerikan. Belum lama empat lembaga internasional merilis laporan. Yaitu Unicef, UNRWA, UNFPA dan WHO dari data Kementerian Kesehatan sebagai berikut: 2.326 wanita dan 3.760 anak-anak telah terbunuh di jalur Gaza, mewakili 67% dari seluruh korban jiwa. Juga terdapat 50.000 wanita hamil di Gaza dan lebih dari 180 melahirkan setiap hari. Lima belas persen dari mereka mengalami komplikasi terkait kehamilan hingga tak sedikit yang mengalami pembedahan tanpa anestesi. (rri.co.id, 2023)
Meski gencatan senjata baru saja berlangsung saat tulisan ini ditulis, namun korban kebiadaban para penjajah terus bertambah lebih dari angka dalam laporan di atas. Tiada sebutan lain atas apa yang terjadi sebulan terakhir di Gaza selain pembantaian, genosida, ethnic cleansing dan semua kata yang semakna. Bila ada yang berbeda pendapat, bisa dipastikan mereka antek penjajah atau lebih parah, bukan lagi manusia. Maaf saja, tapi itu fakta.
Bagaimana tidak, kekejian Zionis Yahudi sudah jauh melampaui batas. Maklum bila mayoritas umat muslim gemas dan patah hati melihat derita anak dan perempuan Gaza khususnya dan rakyat Palestina umumnya. Terlebih di saat rakyat di seluruh dunia turun ke jalan mengutuk perbuatan Israel laknatullah alaih, para penguasanya justru bungkam. Bahkan sekelas negara-negara besar dunia seperti Amerika dan Uni Eropa berbicara bak pita kaset rusak mengulang-ulang kalimat yang sama.
Bahwa zionis penjajah berhak membela diri dari serangan ‘teroris’ Hamas. Nyata mereka telah menutup mata dan hati mereka atas 75 tahun pendudukan dan perampasan yang dilakukan Israel atas Palestina yang sebelumnya merupakan negeri merdeka di bawah naungan Khilafah Utsmaniyah.
Kiranya tidak butuh dipertanyakan lagi pemicu sikap mereka begitu. Apalagi jika dikaitkan dengan hegemoni ideologi kapitalisme atas dunia saat ini. Ideologi yang menempatkan keuntungan, kepentingan dan kemaslahatan dunia sebesar-besarnya di atas segalanya (wikipedia).
Demi meraih tujuan tersebut, kapitalisme tak ragu mengabaikan kepentingan selain mereka. Bahkan jika hal tersebut harus menimbulkan derita dan kesengsaraan seperti yang kita saksikan di hari-hari belakangan ini. Ya, ideologi negara-negara kampiun dunia yang selama ini selalu mempropagandakan perlindungan terhadap hak asasi manusia tapi kenyataannya gagal melindungi anak-anak dan perempuan di Palestina.
Bagaikan bumi dan langit. Begitulah gambaran penerapan kapitalisme dengan Islam yang dianut mayoritas penduduk dunia, termasuk Palestina. Sebabnya, Islam baru diambil sebatas aspek spiritualnya, belum ideologinya yang menyeluruh. Wajar jika kondisi umat muslim terus terpuruk dari waktu ke waktu. Hal tersebut tak lain karena Islam memberi mandat kepada penguasa untuk menegakkan syariah secara kafah dan melindungi segenap umat manusia dalam naungannya, tanpa kecuali.
Dalam kondisi saat ini di mana Islam tak diterapkan paripurna dalam naungan kekuasaan Islam sebagaimana yang diwariskan Rasulullah saw., wajar bila umat muslim hidup bagai anak ayam kehilangan induknya.
Padahal perlindungan dan pemenuhan kesejahteraan perempuan bahkan rakyat bisa dibuktikan sepanjang sejarah kejayaan Islam. Salah satunya, peristiwa pengepungan entitas Yahudi Bani Qainuqa yang diperintahkan Rasulullah saw. selama 15 hari hingga terusir dari Madinah sebagai konsekuensi atas pelecehan yang mereka lakukan atas seorang muslimah di pasar mereka.
Lainnya dapat terlihat dalam penaklukkan Amuria oleh tentara khalifah Mu’tashim Billah yang awalnya dipicu pelecehan seorang Muslimah oleh penduduk Amuria di wilayah perbatasan.
Khalifah Umar bin Khaththab ra juga menunjukkan selama masa kekuasaannya bagaimana beliau melindungi dan menjamin kesejahteraan setiap orang, tak terkecuali anak dan perempuan. Beliau yang kekuasaannya sudah melewati batas-batas semenanjung Arab pernah memanggul sendiri karung berisi gandum demi memenuhi kebutuhan seorang ibu dan anaknya yang membutuhkan. Beliau juga menetapkan kebijakan mempergilirkan tugas tentara muslim per empat bulan demi mendengar keluhan seorang istri yang merindu kehangatan suami.
Sungguh kehinaan dan penderitaan yang menimpa kaum perempuan di dunia seharusnya tidak perlu terjadi. Asalkan kaum muslimah dan perempuan umumnya tidak lagi berharap pada kapitalisme-demokrasi yang telah gagal melindungi. Saatnya bersama bersinergi di seluruh penjuru dunia mendukung perjuangan tegaknya syariah kafah yang akan mengantarkan umat manusia seluruhnya pada kesejahteraan dan kemuliaan yang hakiki.
Hanya Khalifah kelak yang akan menimpin komando jihad membebaskan Palestina dan mengembalikan kemuliaan perempuan pada tempat sesuai tuntunan Baginda Nabi. Wallaahua’lam. [LM/ry].