Proyek Satelit Dihentikan, Nasib Transformasi Digital Dipertanyakan
Oleh : Asha Tridayana, S.T.
LensaMediaNews__Belum lama ini muncul kabar bahwa layanan satelit Low Earth Orbit (LEO) Starlink milik Elon Musk akan beroperasi di negeri ini. Padahal pada Juni 2023 kemarin, pemerintah baru saja meluncurkan Satelit Satria-1 sebagai akselerasi penyediaan internet di kantor pemerintah seperti sekolah, Puskesmas, rumah sakit, dan di lokasi tidak terjangkau jaringan fiber optik. Melalui Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi menjelaskan meskipun ada satelit baru, Satelit Satria-1 tetap menjadi kebutuhan untuk konektivitas pemerintah. Disamping itu, kecepatan internet di Indonesia masih tertinggal dibanding negara lain dan belum merata di seluruh wilayah. Layanan internet Starlink juga digunakan untuk masyarakat khusus di area terpencil, terdepan, dan terluar (3T). (https://www.cnnindonesia.com 14-9-23)
Namun, adanya Starlink yang diharapkan mampu mengatasi ketersediaan akses internet di daerah 3T dengan konektivitas andal dan harga terjangkau, terdapat potensi persoalan yang mungkin timbul. Di antaranya, terkait pengamatan astronomi terganggu dengan cahaya yang dipancarkan Starlink saat malam hari. Kemudian dapat membahayakan pesawat karena letak orbit yang rendah sekitar 550 km dari daratan bumi, diungkapkan oleh Andy Lawrence, Profesor Regius Astronomi di University of Edinburgh. Adanya kekhawatiran dari operator lokal yang lebih dulu berbisnis di industri telekomunikasi tanah air. Hingga mereka pun mendesak pemerintah agar tidak membuka peluang bagi perusahaan asing dengan modal besar dan beberapa potensi masalah lainnya. (https://inet.detik.com 01-9-23)
Di sisi lain, Kominfo melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) juga mengerjakan proyek pengadaan Hot Backup Satellite (HBS) pada 2022. HBS diproyeksikan sebagai satelit cadangan satelit Satria-1 jika terjadi anomali pada peluncuran Satria-1 serta untuk menambah kecepatan internet. Pengadaan satelit HBS dikerjakan oleh Badan Layanan Umum (BLU) BAKTI dan didanai langsung oleh BAKTI Kominfo. Namun, meski telah rampung 80%, proyek senilai Rp5,2 triliun tersebut dihentikan berdasarkan keputusan dari Satgas BAKTI Kominfo yang mengkaji secara teknis pengerjaan satelit HBS. (https://tirto.id 20-10-23)
Berdasarkan kondisi dan kebutuhan layanan internet di Indonesia, pembatalan proyek yang telah berjalan 80% sangat mengherankan. Apalagi alasan yang diungkapkan terkait komersial dan terkesan tidak transparan. Hal ini menimbulkan berbagai asumsi dan tanda tanya di tengah masyarakat. Sehingga sebelum proyek besar dikerjakan semestinya dilakukan pengkajian mendalam agar tidak terjadi penghentian secara mendadak. Terlebih disaat pemerintah sendiri tengah mencanangkan program transformasi digital.
Ditambah keputusan pembatalan tersebut bersamaan dengan rencana masuknya proyek jaringan lain ke Indonesia yang kabarnya dengan kekuatan modal lebih besar. Selain itu, juga memiliki jangkauan layanan internet lebih luas sehingga dapat mengancam keberadaan provider lokal. Tentu hal ini dapat menimbulkan sejumlah persoalan dikemudian hari, melihat keputusan pemerintah yang terburu-buru tanpa pengkajian dengan cermat termasuk kebutuhan masyarakat yang semestinya menjadi prioritas.
Kerancuan proyek pemerintah tidak terjadi saat ini saja. Terbukti telah banyak proyek sebelumnya di berbagai bidang yang mangkrak ataupun tidak tepat sasaran. Kondisi ini dipicu oleh sistem yang tengah diterapkan negara, tidak lain sistem kapitalisme. Sistem yang hanya berorientasi pada keuntungan yang diperoleh petinggi negara sehingga kebutuhan masyarakat bukanlah prioritas. Bahkan negara pun berlepas tangan terhadap tanggung jawab yang seharusnya diemban, yakni mampu memberikan jaminan keberlangsungan hidup masyarakat di segala aspek.
Jauh berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam justru mewajibkan negara memenuhi kebutuhan masyarakat termasuk ketersediaan jaringan internet. Sehingga setiap proyek yang direncanakan, sebelumnya akan dilakukan pengkajian secara cermat dan menyeluruh atas kelayakannya ditinjau dari berbagai sudut. Terlebih negara akan menjadikan kepentingan dan kebutuhan rakyat sebagai amanah yang wajib diprioritaskan.
Di samping itu, Islam mewajibkan melindungi keamanan negara dari intervesi asing, sekalipun permodalan asing lebih kuat, karena dapat mengancam stabilitas negara yang berdaulat. Usaha rakyat pun dapat terancam, yang semestinya mendapat perlindungan dan dukungan dari negara. Oleh karena itu, sudah saatnya negara menerapkan sistem Islam secara kaffah sebagai satu-satunya aturan dan hukum dalam menjalankan segala aspek kehidupan termasuk roda pemerintahan demi kemaslahatan seluruh umat. Allah SWT berfirman, “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah: 50)
Wallahu’alam bishshawab.