Jiwa yang Sakit, Imbuh Sistem Kapitalistik

Jiwa yang Sakit, Imbuh Sistem Kapitalistik

Oleh : Safira Luthfia

 

LenSaMediaNews.com – Beragam kasus yang terkait

Belum lama ini tindakan bunuh diri menjadi buah bibir di kalangan warga Indonesia. Bagaimana tidak, kasus mengakhiri nyawa itu tak hanya terjadi satu dua kali, tapi berulang kali di berbagai tempat yang berbeda. Seperti kasus yang terjadi di Semarang. Dua mahasiswa bunuh diri dalam kurun waktu dua hari. Pertama, NJW (20) warga asli Semarang yang ditemukan tewas di Mal Paragon. Kedua, EN (24) warga asal Kalimantan yang ditemukan tewas di kamar indekosnya.

 

Kasus lain datang dari Malang, Jawa Timur. Seorang mahasiswa berinisial AT (22) ditemukan tewas bunuh diri. Diduga akibat depresi masalah asmara. Seorang perempuan dari Bogor, menemukan suaminya sendiri tewas gantung diri saat baru pulang bekerja sebagai asisten rumah tangga. Sang suami berinisial IR (51) dikatakan pernah mengidap sakit stroke. Namun kejadian ini dianggap sebagai musibah belaka.

 

Kenapa hal ini bisa terjadi?

Alasan yang diduga mendorong para pelaku bunuh diri beragam. Ada yang karena masalah pinjol (pinjaman online), asmara, depresi, dll. Jika ditelisik lebih dalam, sesungguhnya alasan seseorang nekat melakukan bunuh diri adalah hal yang bersifat duniawi. Mungkin bisa dibilang sebagai sesuatu yang kurang berbobot.

 

Sungguh betapa mirisnya generasi saat ini. Berbagai kerusakan terjadi, saling berlomba-lomba untuk mendapatkan eksistensi. Segalanya begitu kompleks yang terjadi saat ini. Salah satunya kerusakan dari segi mental seseorang. Begitu lemahnya kekuatan mental masyarakat sekarang sampai bisa memutuskan untuk mengakhiri hidup daripada menyelesaikan masalahnya. Mental bak stroberi menjadi tren. Indah di luar tapi amat rapuh di dalam.

 

Lantas kenapa? Segala permasalahan yang terjadi di dunia saat ini tak lain adalah imbuh dari sistem yang rusak. Yaitu sistem kapitalisme. Sistem yang menggaungkan hak kebebasan bagi seluruh manusia, sehingga menyebabkan segala perbuatan manusia tak dapat terkontrol. Ditambah lagi dengan perundang-undangan yang lemah. Setelah diberi kebebasan, lalu tidak diberi batasan atau hukuman yang mampu mencegah secara total.

 

Bagaimana Islam memandang hal ini?

Islam menjadikan keimanan sebagai sebuah imunitas dari kehidupan seseorang. Iman membuat dirinya yakin bahwa segala kehidupan ini ada yang mengatur, punya tujuan, dan akan dipertanggungjawabkan. Sehingga dirinya tidak akan mungkin berpikir sia-sia, mengeluh, bahkan sampai mengakhiri hidupnya. Hal itu karena sudah terbentuknya keimanan yang kuat dalam diri seorang muslim.

 

Selain itu, Islam juga tidak membiarkan adanya sekularisasi dalam penerapannya. Tidak dapat dikatakan bahwa di suatu lingkup tidak boleh ada agama, dan di lingkup lain yang khusus harus ada agama. Hal semacam itu tidak ada karena Islam menjadikan penganutnya menerapkan segala macam aturan secara menyeluruh di seluruh lini masa kehidupan.

 

Bukan hanya masalah sosial atau kekeluargaan saja. Tapi Islam mengatur segala aspek kehidupan, tidak terkecuali sedikitpun. Sehingga membuat segala makhluk terikat dengannya, tak dapat bertindak semena-mena dan selalu berpikir matang untuk melakukan suatu perbuatan. Apakah hal ini diterima oleh Islam atau tidak. 

 

Jelas keseluruhannya ini terdapat campur tangan negara. Negara lah yang berhak melaksanakan dan mengontrol rakyatnya sesuai dengan bagaimana Islam mengajarkan. Negara akan menjamin seluruh rakyatnya memiliki keimanan yang kuat, di samping negara juga mengontrol segala macam gangguan eksternal. Seperti tontonan dan sebagainya. Peran negara inilah yang menjadi kunci dari diterapkannya seluruh sistem Islam di kehidupan.

Wallahu’alam bishowwab.

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis