Sekularisme, Hancurkan Bangunan Keluarga
Oleh : Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Lensa Media News- Kekerasan rumah tangga terus bergulir. Tak hanya suami atau istri yang menjadi korban. Bahkan anak pun bisa menjadi sasaran kekerasan.
Sekulerisme Biang Kerusakan
Kasus rumah tangga kian rumit. Ditemukan kasus penyiksaan seorang remaja, 13 tahun. Tragedi ini terjadi di Kecamatan Cipunagara, Subang, Jawa Barat (kompas.com, 8/10/2023). Korban dibuang dalam kondisi hidup di saluran air oleh ibunya, dalam kondisi yang mengenaskan, tangan terikat dan badan berlumuran darah. Namun sayang, nyawanya tak tertolong setelah semalaman dibiarkan begitu saja tanpa pertolongan.
Setelah dilakukan penyidikan tim kepolisian setempat, kesadisan ini ternyata dilakukan ibu kandung, paman dan kakeknya sendiri. Para pelaku mengaku kesal dengan tingkah laku remaja tersebut. Kekesalan dan emosi pelaku sering memuncak karena sang anak sering meminjam ponselnya.
Berdasarkan hasil keterangan, remaja tersebut telah lama hidup di jalanan. Setelah orang tuanya berpisah, semua kondisi menjadi semakin menyakitkan. Perilaku kasar sering ia terima dari sang ibu. Kebutuhan makan sehari-hari pun ia penuhi dengan cara meminta-minta atau mencuri. Pernah juga suatu hari, ia kedapatan mencuri keropak masjid demi mendapatkan makanan.
Sontak kejadian ini menjadi perhatian berbagai pihak. Salah satunya psikolog dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Cimahi Miryam Sigarlaki. Miryam mengungkapkan perceraian bisa saja melahirkan dampak psikologis dan emosional secara mendalam baik bagi pasangan itu sendiri maupun bagi anak-anaknya (jpnn.com, 5/10/2023).
Tekanan yang mendalam pada suami atau istri akan mempengaruhi pola asuh pada anak. Anak menjadi sasaran kemarahan. Sementara dari sisi anak, emosi pun semakin menjadi-jadi saat orang tua tak mampu berperan sebagai pelindung dan sandaran bagi anak. Akhirnya anak sering merasa kecewa. Merasa homeless. Tak ada sosok orang tua yang mampu memperhatikan perasaan yang dialaminya.
Masalah ekonomi pun seringkali memantik kekerasan dalam rumah tangga. Sulitnya kehidupan, sulitnya pemenuhan kebutuhan harian dan sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Menjadi hal dominan, seringkali memantik emosi yang meledak. Berujung dengan tindakan amarah yang tak terbendung. Semua kesulitan hidup yang kini membelit, tak ayal karena diterapkannya sistem kapitalisme. Segala sumberdaya dikapitalisasi. Rakyat harus membayar mahal atas segala kebutuhan hidupnya. Kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan sektor lainnya. Konsep ini juga menciptakan negara yang tak peduli pada rakyatnya. Semua kekusaan dan kebijakan negara hanya difokuskan bagi kalangan oligarki. Sementara kepentingan rakyat diabaikan begitu saja.
Tak hanya ekonomi dan emosi. Iman dan takwa pun nyaris tak ditemukan dalam individu dalam sistem sekulerisme. Sistem yang menjauhkan kehidupan dari aturan agama menjadikan individu menjadi buta terhadap standar benar salahnya perbuatan. Standar emosi dan dendam seringkali menjadi dasar berpikir dan bersikap. Hal ini melahirkan kekeliruan dalam menentukan keputusan. Hingga akhirnya kezalimanlah yang tercipta. Nyawa manusia tak lagi dianggap berharga. Bahkan individu pun menjadi buta akan konsep pertanggungjawaban setiap perbuatannya.
Sistem sekulerisme yang ada semakin diperparah dengan konsep sistem kapitalisme. Individu pun semakin tertekan dengan kehidupan keras yang tercipta akibat sistem kapitalisme sekuleristik.
Islam Menciptakan Ketenangan
Betapa kerasnya kehidupan. Hingga harus menelan korban. Sungguh, kita semua membutuhkan sistem yang amanah dalam mengurusi kehidupan.
Sistem Islam-lah satu-satunya sistem yang menyajikan harapan. Islam mengutamakan konsep akidah sebagai dasar proses berpikir dan bertindak. Setiap keputusan wajib didasarkan pada aturan syariat Islam. Bukan emosi atau perasaan. Setiap individu dituntut memilki imu akidah yang mumpuni agar memiliki perisai dalam menghadapi ujian kehidupan. Sekeras apapun ujiannya.
Negara pun memiliki kewajiban mengedukasi setiap individu dengan akidah Islam yang terintegrasi. Individu pun menjadi kuat iman dan takwanya. Karena mampu menyadari bahwa setiap tindakan pasti dipertanggungjawabkan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya (Muhammad), niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan cahaya untukmu yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan serta Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang,” (QS. Al-Hadid :28)
Tak hanya dari sisi edukasi individu. Negara dalam sistem Islam pun mampu dengan sempurna memenuhi setiap kebutuhan rakyat. Melalui pengelolaan sumberdaya alam yang amanah, negara mampu menebarkan manfaat bagi seluruh rakyat. Sesuai dengan konsep sistem Islam, yakni menjadikan rakyat sebagai prioritas utama dalam pelayanannya.
Konsep demikian hanya mampu terwujud dalam institusi yang khas, Khilaf4h manhaj An Nubuwwah. Dengannya kesejahteraan rakyat mampu tercapai sempurna. Keimanan dan ketakwaan setiap individu pun senantiasa terjaga dalam lindungan negara, secara terarah dan berkesinambungan. Alhasil, fungsi keluarga pun mampu terjaga dalam konsep sistem Islam yang sempurna.
Wallahu a’lam bisshowwab.
[LM/nr]