Tren Korupsi di Kalangan Menteri Ibarat Fenomena Gunung Es, Mengapa?
Oleh: Diana Kamila (Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta)
Lensamedianews.com – Nama Syahrul Yasin Limpo eks Menteri Pertanian kian diberitakan di berbagai platform media. Pasalnya Syahrul terjerat kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). Wakil ketua KPK Johanis Tanak mengatakan Syahrul melakukan korupsi bersama-sama dengan Sekjen Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Mesin Pertanian Muhammad Hatta. (tempo.com, 14/10/2023)
Kasus ini semakin diperkuat setelah Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah dokumen, uang senilai miliaran rupiah, dan 12 pucuk senjata api. Selain Syahrul, menteri lain yang terjerat kasus korupsi selama dua periode pemerintahan Jokowi adalah Idrus Marham, Imam Nahrawi, Edhy Prabowo, Juliari Batubara, dan Johnny G. Plate.
Nama-nama di atas hanyalah beberapa menteri Indonesia yang kasusnya muncul ke khalayak publik, akan tetapi sebenarnya masih banyak lagi kasus di bawahnya yang belum diusut. Inilah mengapa tren korupsi di kalangan menteri ibarat fenomena gunung es, dimana yang tampak hanya sedikit, namun di bawah permukaan jumlahnya sangat banyak.
Korupsi sudah menjadi budaya wajib di kalangan pejabat atas. Memutus rantai korupsi di sistem saat ini hanyalah sebuah ilusi belaka. Ada dua pemicu utama kasus korupsi di kalangan pejabat publik, mulai dari besarnya modal menjadi caleg hingga penyalahgunaan kekuasaan. Bayangkan saja, modal caleg untuk menjadi anggota DPR bisa mencapai 1,15 miliar. Tentu modal sebesar itu tidak mungkin dikeluarkan dari kantong pribadi, melainkan didapat dari gelontoran dana oleh para korporat dan kapitalis. Setelah terpilih tentu mereka harus mengembalikan dana itu atau membuat kebijakan yang menguntungkan para korporat dan kapitalis tadi.
Kekuasaan juga menjadi kesempatan besar untuk memonopoli uang rakyat, ditambah lemahnya pengawasan presiden terhadap para bawahannya. Hal ini tentu membuat mereka leluasa memanipulasi audit laporan keuangan negara.
Inilah akibat dari penerapan sistem demokrasi sekuler, dimana orientasi yang terbentuk hanya berupa materi dan materi. Mereka akan menghalalkan berbagai cara guna mendapatkan apa yang mereka inginkan, sekalipun itu uang rakyat.
Lantas solusi apakah yang mampu membabat korupsi dari akarnya? Tidak lain tidak bukan adalah mencampakkan sistem batil demokrasi yang menjadikan kekuasaan hanya di tangan segelintir para pemilik modal atau oleh elit penguasa yang didukung oleh para pemodal. Lalu menganti sistem demokrasi dengan sistem Islam.
Dalam Islam, ada sejumlah langkah guna memberantas korupsi di kalangan pejabat, antara lain; Pertama, penerapan ideologi Islam. Penerapan ini meniscayakan penerapan syariat Islam secara kafah di segala aspek, tidak hanya tentang akidah tapi juga sampai tataran pemerintahan. Dalam sistem Islam, pemimpin harus menjalankan pemerintahannya berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Begitu pula pejabat lainnya. Islam juga tegas menyatakan bahwa seorang pemimpin kelak akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang dipimpinnya. Hal ini sejalan dengan sabda Rasul: “Penguasa adalah pengurus rakyat dan dia bertanggungjawab atas rakyat yang dia urus.” (HR Al-Bukhari).
Kedua, kriteria pemilihan penguasa dan para pejabat yang bertakwa dan zuhud. Pengangkatan penguasa atau pejabat tidak hanya dinilai dari kapabilitasnya sebagai pemimpin tapi juga dilihat dari ketakwaannya. Ini yang akan membuat seseorang takut berbuat maksiat, karena ia senantiasa sadar Allah selalu mengawasi serta yakin Allah akan memberikan balasan atas kecurangan yang dilakukan selama di dunia.
Ketiga, penerapan sanksi yang tegas dan memberi efek jera. Sanksi itu bisa berupa publikasi, stigmatisasi, peringatan penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati.
Alhasil, penerapan syariat Islam-lah satu-satunya solusi yang dapat membabat korupsi sampai ke akar-akarnya. Maka untuk mewujudkan tegaknya kembali sistem Islam yang menerapkan syariat Islam secara kafah butuh perjuangan dan kesungguhan serta komitmen yang kuat.
Wallahu a’lam bi ash-shawab. [LM/Ah]
Please follow and like us: