Kebocoran Data Paspor, Negara Abai terhadap Keamanan Data?
Oleh: Mega Puspita
LensaMediaNews__Kasus dugaan pencurian data pribadi kembali terjadi. Kali ini, diduga sekitar 34 juta data paspor atau keimigrasian bocor dan diperjualbelikan. Hal itu terungkap lewat akun pegiat informatika, Teguh Aprianto di akun Twitter @secgron. Teguh mengunggah tangkapan layar portal yang menjual data paspor Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdiri atas nama lengkap, tanggal berlaku paspor, tempat tanggal lahir. Data tersebut dijual antara 10 ribu dolar AS atau sekitar 150 juta rupiah.
Teguh menyatakan heran dengan kebocoran data yang kembali terulang di Indonesia. Sebelumnya kebocoran data juga terjadi di aplikasi PeduliLindungi dan MyPertamina.
Pemerintah Dinilai Tak Terapkan Pengamanan Data yang Baik
Pakar keamanan siber Alfons Tanujaya menilai kebocoran data berulang yang terjadi di aplikasi dan laman pemerintah menunjukkan tidak adanya prosedur pengamanan data yang baik. Menurut dia, hal ini bisa dicegah jika pemerintah menerapkan standar internasional ISO 27001 dan 27701 sebagai kerangka atau pedoman dalam perlindungan data pribadi.
Analis keamanan siber, Pratama Persadha juga mengatakan, aksi pencurian data sekitar 34 juta data pribadi diduga berkaitan dengan hacker Bjorka. Ia sebelumnya sudah membobol 35 juta data yang berasal dari database Telkom Indonesia untuk aplikasi MyIndiHome pada Juni 2023.
Dalam kasus Ditjen Imigrasi, Pratama menduga, Bjorka mendapat data paspor yang berisi data pribadi. Dalam data tersebut terlihat juga beberapa keterangan spesifik (field) seperti “PassportId,” “Nikim,” “TDType,” “TDStatus,” “CreatedOn” serta field “LastUpdatedOn.” Hacker Bjorka lantas membagikan 1 juta data contoh dari 34 juta data yang berhasil diperolehnya. File lengkap dengan besar file 4 GB dalam kondisi tidak terkompresi tersebut ditawarkan oleh Borja dengan harga 10.000 dolar AS atau sekitar 150 juta rupiah.
Dalam kacamata Pratama, kebocoran data tetap berbahaya bagi masyarakat yang datanya diambil Bjorka. Ia khawatir data tersebut digunakan untuk kepentingan tindak kejahatan seperti penipuan kepada pemilik atau penipuan dengan mengatasnamakan data tersebut.
Kebocoran data yang berulang ini, menunjukkan bahwa terjadi keadaan darurat perlindungan data pribadi di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Padahal pemerintah telah mengesahkan rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Tetap Pribadi, menjadi Undang-undang pada September 2022 lalu. Sejak saat itu undang-undang tentang PDP atau Perlindungan Data Pribadi, benar-benar menjadi landasan hukum yang dipandang kuat bagi negara, untuk menjamin dan memastikan perlindungan data pribadi warganya. Namun, kenyataannya undang-undang tersebut gagal membendung aksi kejahatan cyber tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa undang-undang tersebut tidak mampu menjawab persoalan yang ada saat ini. Kelemahan undang-undang ini, tentu tidak bisa dilepaskan dari paradigma yang mendasari pembuatan undang-undang dan juga para pembuatnya. Paradigma sekuler kapitalis saat ini, menjadikan keuntungan materi sebagai landasan kehidupan. Akal manusia menjadi penentu segala sesuatu, padahal hakikatnya manusia adalah makhluk yang lemah. Sehingga pemikiran yang lahir darinya juga penuh dengan kelemahan, tidak mampu memahami akar persoalan, sehingga tidak menyelesaikan masalah.
Apalagi adanya konflik kepentingan pembuatan undang-undang lebih berpihak pada oligarki dan abai pada rakyat sendiri. Akibatnya, negara gagal membangun infrastruktur dan instrumen yang menunjang keamanan data pribadi warga negaranya di tengah beberapa proyek pembangunan yang dilakukan pemerintah. Ditambah lagi paham liberalisme yang dijunjung tinggi negeri ini menjadikan pribadi rakyat jauh dari Islam. Masyarakat tumbuh menjadi masyarakat yang materialistik dan sekuler. Tidak adanya pondasi keimanan yang kuat menjadikan masyarakat mengabaikan halal-haram dalam setiap aktivitasnya.
Negara Islam Melindungi Keamanan Data Rakyat
Persoalan sistemik ini, tentu membutuhkan solusi sistemik. Peran negara harus dikembalikan sebagai pelayan dan pelindung umat. Peran tersebut akan benar-benar berjalan di bawah penerapan sistem yang shahih, sistem Islam kaffah dengan sistem pemerintahannya yakni Khilafah Islamiyah.
Khilafah menjalankan tata pemerintahan berdasarkan pondasi akidah Islam, hukum yang berlaku bukanlah hukum buatan manusia, akan tetapi didasarkan pada hukum Allah dari Al-Quran dan Al-Hadits. Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, Khilafah akan membangun infrastruktur dan instrumen yang kuat dan unggul untuk menunjang keamanan data pribadi warga negaranya.
Sebab hal tersebut merupakan hak rakyat yang masuk dalam kebutuhan asasiyah dalam Islam. Sebagaimana dipahami bahwa penerapan aturan Islam memiliki “Maqaasid Syariah” di antaranya adalah menjaga harta dan jiwa umat. Di sisi lain terjadinya pencurian data pribadi rakyat akan dapat berujung pada pemerasan online dan tindak kriminal di sosial media. Hal ini tentu menghambat terwujudnya perlindungan atas harta dan jiwa. Khilafah akan membangun infrastruktur tersebut secara mandiri tanpa campur tangan pihak swasta apalagi asing. Sebab hal tersebut berkaitan erat dengan keamanan yang harus tegak di tangan kaum muslimin.
Pengurusan keamanan yang diserahkan pada pihak asing hanya akan menghilangkan kedaulatan negara. Khilafah juga akan melahirkan pejabat-pejabat yang amanah yang akan memberikan pelayanan optimal kepada rakyat. Pejabat yang bertanggung jawab atas keamanan data pribadi rakyat, tidak akan melakukan kecurangan karena memahami amanah ini akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Dalam Khilafah, ada Departemen Keamanan Dalam Negeri yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri bagi negara, termasuk menjaga kerahasiaan data pribadi rakyat. Untuk itu, negara akan memiliki sistem informasi yang canggih dan mekanisme yang andal untuk menjaga keamanan data elektronik sehingga aman dan sulit untuk dibajak.
Ditambah lagi sistem pendidikan yang diterapkan dalam Khilafah akan mencetak individu berkepribadian (bersyakhsiyah) Islam. Masyarakat akan memahami, bahwa hidup di dunia hanyalah sebentar dan setiap perbuatannya akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Karena itu, masyarakat hanya akan beramal sesuai dengan apa yang dihalalkan di dalam Islam.
Inilah yang akan mencegah berbagai tindak kejahatan di dalam Khilafah, namun jika ditemukan masih ada yang melakukan kejahatan semisal mencuri data, Khilafah akan menindak mereka dengan tegas berdasarkan hukum sanksi dalam Islam. Inilah beberapa mekanisme yang akan diterapkan dalam Khilafah yang akan menyelamatkan rakyat dari segala hal yang mengancam keamanannya.