Di Balik Kemesraan Jokowi-Xi Jinping
Oleh: Diana Kamila
(Aktivis Singaraja-Bali)
LensaMediaNews__Di akhir masa jabatan Jokowi sebagai presiden, cukup banyak proyek yang hingga saat ini tidak kunjung terealisasi. Termasuk di antaranya adalah ihwal pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Hal ini disebabkan karena proyek IKN sepi investor. Meski demikian, Jokowi tetap berambisi mewujudkan proyek ini. Segala cara dilakukan demi menarik para investor agar mau berinvestasi dalam pembangunan IKN.
Dikutip dari Tempo.co, pada 27 Juli 2023 lalu, Presiden Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden China Xi Jinping di Kota Shenzhen. Pertemuan itu menghasilkan sejumlah kesepakatan, termasuk kerja sama yang lebih erat antara kedua kota untuk pembangunan IKN. Ada sejumlah 34 ribu hektare lahan yang khusus dipersiapkan bagi para investor. Lahan tersebut nantinya diperuntukkan di sektor properti, kesehatan, Pendidikan, serta infrastruktur.
Keterlibatan China dalam pembangunan IKN tentu sangat membahayakan negeri ini baik dari aspek ekonomi maupun kedaulatan negara. Pasalnya kerja sama yang ditawarkan China tidak lain hanyalah jebakan utang yang berkedok investasi. Pemberian utang berbasis riba hanya akan menimbulkan masalah baru, seperti yang pernah terjadi dalam kasus Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Proyek Kereta Cepat mulai diambil alih penanganannya oleh China karena dianggap lebih murah dan mumpuni dibanding Jepang. Nahas, kerja sama Indonesia-China berujung kerugian besar, sebab proyek yang dijanjikan bakal murah, malah kini harganya melangit. Bahkan pengamat ekonomi dari Indef, Rizal Taufikurahman mengungkapkan ada kemungkinan pengelolaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung diambil alih China jika Indonesia dinyatakan gagal membayar utang.
Bayangkan saja jika seluruh proyek diberikan penanganannya kepada China, maka sudah berapa banyak utang yang harus ditanggung pemerintah Indonesia. Ditambah lagi, utang yang berbasis riba akan terus bertambah dan berlipat ganda jika tidak kunjung dilunasi. Maka bukan hal yang mustahil hal ini kembali terulang dalam proyek pembangunan IKN. ini adalah bukti nyata neoimperialisme yang tengah digencarkan negara-negara kapitalis penjajah. Negara-negara kapitalis menyadari harus ada perubahan gaya penjajahan fisik menjadi penjajahan non-fisik berupa utang luar negeri, proyek pembangunan, pengiriman konsultan ahli dan lain sebagainya. Dengan penjajahan cara baru ini akan memudahkan negara kapitalis menguasai dan menghisap negara jajahannya.
Oleh karena itu, jelas negeri ini harus diselamatkan dari cengkraman asing-aseng. Tidak ada solusi yang tepat kecuali dengan menerapkan Islam secara kaffah. Sebab dalam sistem Islam, seorang pemimpin wajib mewujudkan ketahanan negaranya, mulai dari ketahanan politik yang menjadikan hukum-hukum syariah Islam sebagai asas hubungan internasional, ketahanan ekonomi yang meliputi kepemilikan, pengelolaan kepemilikan dan distribusi kekayaan, juga ketahanan militer yang memiliki dua tugas utama, yakni menjaga keamanan dan ketertiban dalam negeri serta melaksanakan jihad fi sabilillah. Selain itu Islam juga mengharamkan segala macam cara yang membuat kaum kafir mendominasi atau mengontrol kehidupan kaum Muslimin. Allah SWT berfirman:
“Allah sekali-kali tidak memberikan jalan bagi kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin.” (QS An Nisa’: 141)
Dalam Islam, transaksi berbasis ribawi haram hukumnya, Allah SWT berfirman:
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS Al Baqarah: 275)
Tidak diragukan lagi, hanya sistem Islamlah yang mampu membendung neoimperialisme yang terbukti mejadi biang kezaliman dan kerusakan. Maka sudah saatnya kita kembali ke sistem yang menerapkan hukum Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah. Menjadi tameng serta pelindung terdepan guna menjaga kehormatan Islam dan kaum muslimin, menyebarkan risalah Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lam bishshawab.