Suburnya Pinjaman Online di Iklim Sekularisme


Oleh : Riri Rikeu

 

LensaMediaNews__Tahun 2023 ini penyaluran pinjaman online (pinjol) menunjukkan peningkatan. Pada bulan Mei 2023 tercatat sebesar Rp51,46 triliun (katadata.co.id, 13/07/2023). Memang realitasnya, kemudahan akses penyaluran dana lebih mudah diperoleh lewat pinjol dibandingkan lembaga keuangan lainnya.

 

Hanya saja, kemudahan akses pinjol ini diiringi oleh masalah yang mengintai. Apalagi jika peminjam gagal bayar (galbay). Istilah galbay pinjol merupakan kondisi seorang peminjam tidak mampu melunasi cicilan pinjamannya dari perusahaan penyedia pinjaman online.

 

Beberapa resiko jika peminjam gagal bayar di antaranya bunga pinjaman akan meningkat, akan ditagih debt collector. Bahkan, pada banyak kasus cara penagihannya pun di luar norma masyarakat sehingga berpotensi menyebabkan tekanan psikologis. Selain itu, tersebarnya data pribadi menjadi alat ancaman. Data pribadi ini disebarkan pada rekan atau keluarga.

 

Efek dari galbay ini menyebabkan berbagai kasus tragis. Pada tahun 2021 lalu, diberitakan ada 5 kasus tragis yang diakibatkan oleh pinjol (okezone.com, 18/10/2021). Kasus tersebut bermacam-macam, dari mulai mengakibatkan traumatis yang luar biasa sampai kematian akibat bunuh diri.

 

Hanya saja, meski berbagai kasus buruk terjadi, pinjol masih menjamur. Hal ini diakibatkan suasana sekularisme. Sekularisme menyebabkan gaya hidup konsumtif dan hedonis. Hedonisme adalah cara pandang yang mengutamakan kesenangan pribadi sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbangkan akibat yang akan diperoleh masa depan.

 

Selain itu, gaya hidup glamor yang ditawarkan dalam berbagai media sosial membuat seseorang bisa saja ‘merasa terpaksa’ harus melakukan pinjaman online. Hal ini menjauhkan dari makna hidup yang hakiki untuk meraih rida Allah SWT. Timbangan bukan lagi halal haram tapi lebih kepada menuruti hawa nafsu. Tentu jika dibiarkan akan merusak berbagai sendiri kehidupan masyarakat.

 

Salah satu contoh gambaran konsumtif adalah banyak yang melakukan pinjol demi memburu tiket konser cold play. Dengan cara yang singkat dan mudah, seseorang bisa menikmati band kesukaannya tanpa mempertimbangkan dampak buruk setelahnya.Bahkan, Wakil Sekretaris Jenderal II Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Firlie H. Ganinduto mengatakan kemudahan pinjaman yang ditawarkan fintech P2P Lending menjadi alasannya meningkatnya pinjol (cnbcindonesia.com, 19/05/2023).

 

Selain perilaku konsumtif, pinjol juga diakibatkan melesunya ekonomi pada sebagian besar masyarakat. Masyarakat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup. Apalagi pasca pandemi Covid-19.

 

Sistem ekonomi yang berasaskan kapitalisme saat ini tentu saja tidak menempatkan kebutuhan pokok masyarakat sebagai hal yang utaman untuk diurusi. Akibatnya, kondisi ekonomi masyarakat tidak berimbang. Yang kaya makin kaya, sebaliknya, yang miskin makin miskin. Ditambah pembinaan literasi keuangan belum terlihat signifikan.

 

Oleh karena itu pinjol dinilai sebagai alternatif pintas untuk membiayai kebutuhan pokok yang makin membengkak. Daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pokok makin menurun. Sehingga didapati bahwa pinjol menurut analisis Perkumpulan Prakarsa menjadi salah satu penyumbang pertumbuhan utang rumah tangga di Indonesia (bbc.com, 26/10/2021).

 

Meskipun, berbagai cara sudah dirumuskan, tapi masih bersifat tambal sulam. Belum sampai menyentuh pada akar masalah. Padahal, akar masalahnya sudah jelas akibat diabaikannya aturan Allah sebagai Maha Pengatur. Dari skala individu, masyarakat bahkan negara aturan Allah tidak dijalankan secara menyeluruh sehingga mengakibatkan berbagai kesulitan hidup. Islam hanya diambil sisi ibadah ritualnya saja dan mengabaikan aspek politis lainnya.

 

Dalam Islam, perilaku riba, gaya hidup konsumtif dilarang. Sistem Islam yang diterapkan dalam bingkai Islam kaffah memiliki regulasi khas untuk mencegah agar perilaku pinjaman online yang berbasis riba ini tidak terjadi. Memberikan sanksi yang mampu memberikan efek jera. Menutup berbagai celah yang mengantarkan masyarakat pada kebinasaan. Tentu saja karena Islam menempatkan penguasa sebagai pelayan rakyatnya. Rakyat tidak dibiarkan sendiri mengatur urusan hidupnya. Hal ini sangat kontras dengan kehidupan saat ini tentunya. Wallahu ‘alam

Please follow and like us:

Tentang Penulis