Penghasilan Makin Tipis, Nasib Driver Ojol Makin Tragis
Penghasilan Makin Tipis, Nasib Driver Ojol Makin Tragis
Oleh : Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
LenSaMediaNews.com – Hubungan kerja yang dilandasi dengan sistem kapitalis hanya menitikberatkan pada keuntungan pribadi pemilik perusahaan. Hal ini menyebabkan ketidakadilan dan ketimpangan dalam masalah pendapatan. Tak mengherankan jika banyak perusahaan dalam sistem kapitalis ini meraup keuntungan yang sebesar-besarnya tetapi tidak mempedulikan kesejahteraan pekerjanya. Pekerja dalam perusahaan kapitalis bak sapi perah yang terus diperas tenaganya setiap hari tapi pendapatannya jauh dari kata sejahtera.
Seperti nasib pendapatan driver ojek online (ojol) yang semakin memprihatinkan, karena adanya pelanggaran aplikator dalam memangkas pendapatan pengemudi ojol melebihi regulasi batas maksimal biaya komisi 20% menjadi 22% hingga 40%. Menurut Lily Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), regulasi pemerintah tersebut tidak memihak kepada pengemudi ojol dan menyebabkan kesejahteraan pengemudi ojol tak kunjung membaik padahal pengemudi ojol dipaksa bekerja lebih dari 8 jam bahkan hingga 17 jam (https://bisnis.tempo.com : 1 April 2023).
Hal senada juga disampaikan oleh Igun Wicaksono selaku Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia bahwa saat ini pendapatan pengemudi ojol menurun drastis mencapai 50% bahkan dibawah Upah Umum Provinsi (UMP). Meskipun terdapat kenaikan tarif ojol secara resmi dari pemerintah, tak serta merta membuat driver ojol merasakan dampaknya karena potongan dari aplikator pun semakin besar. Kecilnya pendapatan tersebut membuat sejumlah pengemudi online banting setir menjadi pegawai kantor atau berwirausaha. (https://www.cnbcindonesia.com : 2 April 2023).
Rendahnya upah yang didapat oleh pengemudi online merupakan salah satu contoh dari banyaknya kegagalan negara bersistem kapitalis dalam memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Negara yang seharusnya menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyat, justru tidak peduli bahkan turut serta menghimpit rakyat dengan memposisikan diri sebagai regulator untuk menghasilkan regulasi yang hanya mementingkan kepentingan para pengusaha atau kapital saja.
Dalih regulasi untuk mempermudah investasi bagi para swasta dan asing di segala bidang agar dapat menyerap tenaga kerja dan memberikan pelayanan yang baik untuk rakyatnya pada bidang-bidang strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik termasuk di dalamnya transportasi umum, tetapi justru mempersulit rakyat karena harga pelayanannya yang tinggi. Akibatnya rakyat hanya mampu mendapatkan pelayanan asal-asalan sesuai harga yang mampu dibayar. Ketimpangan tersebut menjadi hal yang wajar dalam sistem kapitalis, motivasi para pengusaha kapitalis yang hanya meraup keuntungan sebesar-besarnya dan pelit dalam memberikan kesejahteraan pada pegawai, ditambah dengan negara yang menjadikan pemenuhan kebutuhan rakyatnya sebagai ajang bisnis semakin menambah beban rakyat untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang menempatkan negara sebagai penanggungjawab dalam menyediakan pelayanan publik seperti transportasi umum. Biaya penyediaannya diambil dari baitul mal pada pos kepemilikan umum yang bersumber pada pengelolaan sumber daya alam, kharaj, jizyah, fa’i dan lain-lain. Sistem Islam mengharamkan bidang-bidang strategis termasuk transportasi umum dikuasai oleh individu, swasta atau pihak asing. Transportasi umum yang berjumlah memadai, aman, nyaman dan berkualitas dengan harga yang murah bahkan gratis dapat diakses oleh setiap warga negaranya.
Negara mengelola secara mandiri harta kepemilikan umum dan mengembalikan keuntungan dan manfaatnya kepada rakyatnya. Sumber daya alam mentah yang membutuhkan pengelolaan, negara akan mempekerjakan rakyat untuk mengelolanya dan memberikan upah, hak dan kewajiban sesuai syariat. Sehingga dalam negara bersistem Islam tidak ditemui rakyat khususnya laki-laki produktif yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak ditemui pekerja yang diperlakukan dengan tidak adil.