Lensa Media News – Jagad media sosial telah dipenuhi oleh konten-konten para milenial. Mulai dari konten yang berbobot sampai konten receh dan sensasional. Gharizah baqa’ yang terus terpancing semakin mendorong mereka untuk eksis di dunia maya maupun dunia nyata.
Ketika popularitas mereka dapat, maka pintu untuk meraup cuan terbuka lebar. Dari situ mereka berlomba-lomba untuk membuat kontennya viral.
Namun sayangnya, kerap kali konten yang dibuat tersebut menabrak norma-norma yang berlaku demi mencapai like dan subscribe yang banyak. Konten yang melecehkan agama, mengandung unsur SARA, tidak manusiawi, bahkan sampai konten yang bisa membahayakan diri dan orang lain.
Belum lama ini beredar kabar, seorang wanita tewas tergantung di rumahnya saat sedang membuat konten. Semua berawal ketika pelaku sedang video call dengan temannya, lalu memperagakan layaknya orang akan bunuh diri. Nahas pelaku terpeleset dan membuat tali di leher menjeratnya hingga tewas di tempat. (cnnindonesia.com, 03/03/2023)
Sungguh sangat miris. Demi konten, nyawa menjadi taruhan. Teknologi yang maju semakin memudahkan para milenial untuk melancarkan aksinya. Mereka saling bertukar inspirasi dari berbagai platform media yang bisa diakses kapan dan di mana saja. Saking bebasnya, konten yang tak layak, pornografi, bahkan sadis pun bisa tersebar tanpa ada larangan dari negara.
Fenomena yang demikian tidak lain merupakan perilaku rendah yang lahir dari taraf berpikir yang rendah. Pemuda hari ini berada pada pusaran standar hidup kapitalisme yang memuja materialisme. Halal dan haram pun tidak menjadi panduannya dalam berperilaku.
Demikianlah buah dari penerapan ide sekularisme. Agama hanya digunakan untuk mengatur urusan individu. Sementara dalam urusan publik, kesepakatan bersama yang lahir dari musuh-musuh Islam dibiarkan menjadi aturan. Sistem hari ini telah gagal menunjukkan kemuliaan manusia melalui ketinggian taraf berpikirnya.
Potret demikian tidak akan dibiarkan tatkala Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Media dalam Islam adalah wasilah untuk menyebarkan risalah Islam. Teknologi akan diarahkan untuk kepentingan dakwah dan syiar Islam. Maka konten-konten yang nantinya diizinkan tersebar untuk khalayak umum hanyalah konten yang tidak melanggar syariat Islam. Sehingga dari sini para pemuda tidak akan terinspirasi untuk membuat konten unfaedah atau konten yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Sudah saatnya mencampakkan kapitalisme sekularisme dan beralih pada sistem hidup yang mulia yakni Islam.