Meraup Cuan di Momen Ramadhan
Oleh Suci Rubiastuti
(Aktivis Muslimah Kab. Bandung)
LensaMediaNews_Sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, menjelang bulan Ramadhan di setiap tahunnya terjadi kenaikan harga bahan pokok. Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), rata-rata harga cabai merah besar secara nasional mencapai Rp42.200 per kilogram (3/2). Angka tersebut naik dibandingkan dengan bulan lalu yang hanya Rp36.250 per kilogram. Harga cabai rawit hijau juga naik pada angka Rp48.700 per kilogramnya.
Angka tersebut naik dibandingkan posisi pada awal bulan Februari yang hanya Rp42.600 per kilogram. Untuk rata-rata harga minyak goreng bermerek mencapai Rp21.750 per liter. Angka tersebut naik dari harga Rp20.100 per liter. Tak hanya komoditas cabai dan minyak goreng bermerek, terjadi pula kenaikan harga bumbu dapur seperti harga gula pasir dan garam (Katadata.co.id).
Kenaikan harga kebutuhan pokok terjadi karena beberapa faktor, di antaranya akibat adanya oknum curang yang melakukan penimbunan. Tentunya hal ini menambah beban masyarakat. Mayoritas masyarakat Indonesia berada di tingkat ekonomi menengah ke bawah. Demi mencukupi kebutuhan hidupnya, banyak masyarakat yang banting tulang untuk pendapatan yang tidak seberapa.
Sudah menjadi kewajiban negara untuk mengurus urusan masyarakat dengan melakukan antisipasi mencegah melonjaknya harga menjelang bulan Ramadhan, yaitu dengan menindak tegas pihak yang bermain curang yang menimbun dan memonopoli perdagangan barang tersebut.
Kemudian, terjadinya lonjakan harga disebabkan pula oleh negara kita yang menganut sistem kapitalis, sehingga bulan Ramadhan dijadikan momen menaikkan harga bahan pokok dan menjadi peluang pemasukan yang berlipat ganda ke dalam kas negara. Sudah menjadi tradisi menjelang Ramadhan, masyarakat membeli kebutuhan pokok lebih banyak dari biasanya untuk digunakan sebagai cadangan memasak saat sahur dan berbuka.
Hal ini meningkatkan konsumsi bahan pangan masyarakat dan dijadikan kesempatan untuk menaikan harga rata-rata di pasaran. Tanpa melihat kondisi masyarakat saat ini, apakah mampu membeli atau tidak dan apakah berkecukupan atau tidak, negara hanya memikirkan bagaimana cara agar pendapatan kas negara dapat bertambah. Jika seperti ini, kedudukan negara tidak lain hanya sebagai penjual dan masyarakat sebagai pembeli.
Di dalam negara bersistem Islam, setiap menjelang Ramadhan kebutuhan pokok masyarakat akan dipantau dan dipenuhi oleh negara. Negara menjaga kestabilan harga dengan menghilangkan berbagai praktek penimbunan yang dilakukan pihak tamak yang ingin meraup keuntungan berlipat. Islam juga menindak tegas pelaku yang berbuat curang.
Sudah menjadi tanggung jawab negara sebagai pengatur urusan masyarakat agar hidup sejahtera. Berbeda dengan negara kapitalis yang tidak menyelesaikan masalah dan malah memanfaatkan momen. Jelaslah, fenomena gejolak harga naik menjelang Ramadhan dan hari besar agama lainnya hanya bisa diselesaikan oleh negara yang menganut sistem Islam. Wallahu a’lam bissawab.