Tarif PDAM Naik, Rakyat Tercekik ?
Lensa Media News-Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitulah pepatah yang tepat menggambarkan kondisi rakyat saat ini. Rakyat belum selesai mengatasi krisis ekonomi akibat Pandemi. Kini dihadapkan dengan kenaikan tarif PDAM di berbagai daerah. Contohnya, tarif PDAM di Surabaya dikabarkan naik dari Rp. 600 menjadiRp. 2.600. Di Indramayu, kenaikan direncanakan sebesar 30 %. Bandung sudah menaikkan tarif PDAM dari Rp. 1000 per meter kubik naik menjadi Rp. 9.000 per meter kubik pada Desember 2022.
Berbagai alasan disampaikan untuk mendukung kenaikan tarif PDAM. Mulai dari menutupi biaya perawatan pipa, perluasan pelayanan PDAM hingga tarif sudah lama tak pernah naik. Alasan kenaikan tarif PDAM diharapkan sebanding dengan pelayanan yang diberikan.
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Indramayu turut memprotes Kebijakan Kenaikan tarif PDAM. Menurutnya, pelayanan air kurang bagus, sering mati, atau apabila air keluar, alirannya kecil. Selain pelayanan kurang maksimal, kenaikan tarif PDAM semakin memberatkan rakyat.
Rakyat tentu berhak menikmati air. Ketersediaan air bersih menjadi kebutuhan bagi semua orang. Tidak mengenal kaya dan miskin. Privatisasi air telah membuat air hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu saja. Sementara yang tidak bisa mengakses air bersih, hanya gigit jari. Privatisasi lahir dari rahim sekuler kapitalis. Inilah yang membuat hajat hidup publik dimonopoli.
Berbeda dengan Islam, air merupakan kebutuhan hidup bagi semua orang. Rakyat bisa memperoleh air dengan biaya yang murah. Jika memungkinkan , akan digratiskan. Ini dilakukan semata-mata karena negara bertanggung jawab mengurusi urusan rakyatnya. Pertanggung jawaban yang bukan hanya di hadapan umat, tapi pertanggung jawaban di hadapan Allah. Untuk itulah, penguasa hadir mengurusi rakyat dengan sepenuh hati. Putri Ira. [LM/IF/ry].