Dibalik Bagi-bagi Rice Cooker dan Wacana Subsidi Kendaraan Listrik
Oleh : Ade Aisyah, A.Md
(Aktivis Dakwah Islam Kafah dan Pendidik Generasi)
Lensa Media News – Miris, berhitung untung rugi dalam membuat kebijakan menjadi hal yang biasa dilakukan dalam sistem kapitalis liberal ini. Tak terkecuali dalam wacana subsidi kendaraan listrik dan program bagi-bagi rice cooker. Sarat dengan hitung-hitungan untung rugi secara materi. Lebih miris lagi, jelas-jelas keuntungannya bukan demi rakyat.
Dikutip dari kompas.tv (3/12/2022), Pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi menyebutkan bahwa bagi-bagi rice cooker gratis sebagai program mubazir dan tidak efektif sama sekali karena kontribusinya kecil, sebab rice cooker hanya untuk menanak nasi, padahal memasak masih memakai elpiji tiga kilogram. Selain itu, pengurangan penyerapan listrik dengan memakai rice cooker jika bertujuan untuk mengatasi over supply listrik dinilai tidak signifikan sama sekali.
Dibalik bagi-bagi rice cooker gratis ini, disinyalir ada kepentingan pengusaha yang diuntungkan mengingat sebagian besar masyarakat sudah mempunyai rice cooker. Duplikasi pun bisa saja terjadi.
Begitupula dengan program subsidi kendaraan listrik. Pengamat transportasi menilai sebagai kebijakan yang kurang tepat.
Dikutip dari bbcnews.com (2/12/2022), Pemerintah Indonesia berencana memberikan subsidi Rp6,5 juta terhadap pembelian motor listrik tahun depan. Namun pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menilai subsidi itu lebih tepat diberikan untuk pembangunan dan perbaikan transportasi publik sehingga mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, seperti mobil dan motor. Meskipun penggunaan kendaraan listrik merupakan pilihan tepat di masa depan. Namun, dia menilai pemberian subsidi ke motor listrik sebagai strategi transisi adalah cara yang kurang tepat.
Pemerintah setidaknya akan menggelontorkan dana subsidi hingga Rp7,8 triliun. Menurut Djoko, uang triliunan itu lebih baik untuk pembenahan transportasi publik yang terjangkau ke banyak tempat dan murah yang akhirnya mengurangi kendaraan pribadi. Lalu angkutan umum dialihkan ke kendaraan listrik. Subsidi itu akan menghabiskan uang negara di tengah krisis yang melanda, dan hanya mengalihkan masalah satu ke masalah yang lain. Memang polusi akan rendah, tetapi kemacetan tetap akan tinggi.
Itulah kebijakan yang dihasilkan sistem kapitalis sekuler yang hanya menguntungkan segelintir orang saja terutama kalangan pengusaha. Kepentingan dan kemaslahatan rakyat tidak menjadi pertimbangan sedikitpun. Jikalau ada, hanya dijadikan topeng pencitraan belaka menjelang musim pemilihan saja.
Berbeda dengan sistem Islam melalui institusi negara yang menerapkan sistem Islam kaffah. Institusi Islam ini justru berusaha dengan penuh tanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat dan mensejahterakannya. Tidak membedakan kebutuhan pribadi ataupun kebutuhan publik seperti transportasi umum, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Institusi Islam akan memiliki banyak pos pendapatan negara baik yang berasal dari harta kepemilikan umum berupa sumber daya alam yang melimpah yang dikelola sepenuhnya oleh negara maupun dari pos fai, jizyah, kharaj dll. Institusi Islam tidak mengandalkan pajak seperti negara kapitalis saat ini.
Hal tersebut menjadi hal yang benar-benar bisa diwujudkan. Politik dalam negeri institusi Islam yang menerapkan aturan-aturan Allah dalam seluruh dimensi kehidupan mendorong Khalifah untuk memberikan khidmat kepada rakyat dan memastikan setiap rakyat orang-perorang bisa memenuhi kebutuhan pokoknya berupa sandang, pangan dan papan dengan layak. Begitu pula dengan kebutuhan publik seperti transportasi umum, pendidikan, kesehatan dll dengan kualitas yang baik dan terjangkau. Bahkan negara bisa saja menggratiskannya.
Khalifah benar-benar akan menjalankan tanggungjawabnya karena didorong oleh keimanan bahwa dia akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, ” Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka.”(HR. Abu Dawud)
Semoga institusi Islam tersebut segera hadir di tengah-tengah kita. Dengannya, mampu mengeluarkan umat dari berbagai kegelapan dan kesempitan hidup menuju cahaya dan kesejahteraan dalam naungan rida Allah Swt. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Kemudian akan kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR. Ahmad)
Wallahualam bishawab
[LM/nr]