Indonesia Kuat, Jika Tanpa Utang Luar Negeri

 

Oleh : Dini Harefa

 

LenSaMediaNews.com – Sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan modern dewasa ini, bahwa segala sesuatu yang melibatkan transaksi bayar membayar pastilah melibatkan pilihan untuk berhutang. Memberi pinjaman pada orang yang membutuhkan adalah tindakan yang tepat. Namun jika keseringan melibatkan pilihan untuk berhutang baik dalam keadaan terdesak atau lapang, baik untuk kebutuhan pokok atau sekedar keinginan, bisa membentuk pribadi yang tak disiplin dan kacaunya dalam pengelolaan keuangan. Lebih parahnya menjadikan utang sebagai kebutuhan dalam hidup, menunjukkan ketergantungan pada transaksi ini.

 

Utang Indonesia, dikatakan pada Oktober 2022 masih melanjutkan tren penurunan. Sejak bulan Maret 2022, posisi dan pertumbuhan ULN Pemerintah konsisten mengalami penurunan. Pernyataan ini dianggap sebagai satu hal positif, apalagi dianggap Posisi ULN Pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruhnya merupakan ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN Pemerintah. Posisi pinjaman juga menurun seiring dengan pelunasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penarikan pinjaman untuk mendukung pembiayaan program dan proyek prioritas. Penarikan ULN pada Oktober 2022 tetap diarahkan pada pembiayaan sektor produktif dan diupayakan terus mendorong akselerasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

 

Dukungan Utang Luar Negeri Pemerintah dalam memenuhi pembiayaan sektor produktif dan kebutuhan belanja prioritas antara lain mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,5 persen dari total ULN Pemerintah), sektor jasa pendidikan (16,6 persen), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,3 persen), sektor konstruksi (14,2 persen), dan sektor jasa keuangan dan asuransi (11,6 persen).

 

Utang pemerintah dianggap sebagai satu hal yang wajar dalam sistem kapitalisme karena untuk pembangunan. Sejatinya utang dibuat dan diberikan pada suatu negeri untuk mempermudah pembangunan dan kesejahteraan bagi negara yang dipinjami tadi, akan tetapi berbanding terbalik dengan kenyataan hidup di sistem kapitalis hari ini.

 

Mereka akan dengan leluasa mencokol, dan mengambil sumber daya alam sebagai dalih penjamin utang yang telah diberikan. Inilah wajah kapitalis yang sama sama kita ketahui “tidak ada makan siang gratis”. Tidak ada nilai kemanusiaan, yang ada hanya keuntungan dalam setiap hubungan antar sesama.

 

Adalah paradigma yang salah konsep utang  suatu negara. Dari sisi hubungan luar negeri, utang dapat menjadi alat pengendali negara pemberi utang. Dari sisi dalam negeri, menunjukkan adanya salah kelola sumber daya alam yang sangat melimpah, juga sebenarnya dapat menjadi sumber dana.  Namun sistem ekonomi kapitalis telah menjebak negara sehingga negara tak berdaya. Membebek dan menjadi budak mereka secara sistematis, dengan cara yang dianggap logis sehingga tak memunculkan kesan bahwa Negara tersebut dalam kungkungan penjajah.

 

Sistem politik ekonomi Islam akan menjadikan negara kuat dan berdaulat dan tidak tunduk kepada asing. Menghilangkan segala bentuk ketergantungan pada negara asing. Membangun ekonomi dalam negeri yang kuat dan sekali lagi tanpa campur tangan pihak asing. Bagaimana negara punya integritas tinggi jika mengabaikan ancaman dari luar akibat dari hubungan dengan pihak asing? Seperti contohnya kasus utang luar negeri Indonesia Posisi ULN Indonesia pada akhir triwulan III ​2022 tercatat sebesar 394,6 miliar dolar AS, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada triwulan II 2022 sebesar 403,6 miliar dolar AS. Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) maupun sektor swasta.

 

Walau dikatakan mengalami penurunan tapi ini menjadi bukti lemahnya negeri kita. Tiang-tiang penyangga bagi sebuah negara akan roboh jika dibangun dengan asas utang luar negeri. Sebagaimana kita ketahui bahwa kapitalis tidak sebaik yang kita kenal. Memberikan pinjaman bukan karena tulus ikhlas membantu tapi dengan beragam kontrak pemberdayaan alam sebagai balasan atas pinjaman yang diberikan. Indonesia seolah-olah dibuat lemah tak berdaya dengan segala sokongan kekayaan alam yang melimpah. Membuatnya rela memberi cuma-cuma kekayaan alam dengan utang yang bunganya terus membengkak seiring waktu berjalan.

 

Islam telah mengajarkan kita pada sejarah kegemilangannya. Bahwa kokohnya ketahanan ekonomi tidak dibangun dan disokong dengan utang luar negeri maupun dibebankan pajak atas rakyat, melainkan dari adanya pemasukan Baitul mal. Yang kemudian dibagi menjadi tiga pos, yaitu zakat, kas negara, dan kas umum. Pos zakat hanya akan diberikan kepada delapan golongan yang membutuhkan. Pos negara yang berasal dari kharaj, jizyah, ganimah, fai, dsb, akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan negara. Sementara itu, pos umum (berasal dari pengelolaan SDA) akan dikembalikan untuk rakyat berupa pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sarana umum gratis. Bukan dengan utang luar negeri Indonesia kuat. 

Wallahu’alam bishowwab.

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis