Marak KDRT oleh Suami. Pemimpin Kok Gitu?

Oleh : Noor Dewi Mudzalifah

(Pegiat Literasi)

 

 

Lensamedianews.com– Belum lama setelah kasus viral kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa Leslar, masyarakat kembali dibuat geram dengan rentetan kasus KDRT lainnya yang ramai di media.

Di pondok Jatijajar Depok misalnya, terjadi pertengkaran suami istri pada Senin (01/11/2022), hingga menyebabkan putri mereka yang berusia 11 tahun tewas, sementara sang istri kritis setelah dibacok secara membabi-buta oleh sang suami. Dari hasil pemeriksaan, diketahui motif pembunuhan adalah adanya cekcok masalah hutang bank, hingga kesal istri meminta cerai. (detik.com 08/11/2022)

Seminggu kemudian, tepatnya Senin (07/11/2022), masih di kota Depok kembali muncul kasus KDRT. Di pinggir jalan kecamatan Cinere, seorang suami tega memukul istrinya yang saat itu sedang membawa anak kecil. Terlihat kepala sang istri berbenturan dengan tembok dan pagar saat dipukul oleh suaminya. Motif kekerasan diduga karena adanya hutang kepada bank. (jabar.tribunnews.com 09/11/2022)

Selanjutnya, di Tangerang Selatan pada Jum’at (11/11/2022) terjadi pula kasus kekerasan yang dilakukan oleh suami kepada istrinya. Dalam video yang beredar, tampak sang suami memukul, menjambak, mencekek hingga membanting sang istri. Pelaku mengatakan motifnya melakukan kekerasan karena mencurigai istrinya telah selingkuh. (sumsel.tribunnews.com 16/11/2022)

KDRT Salah Suami?

Menanggapi maraknya kasus KDRT, namun hanya fokus pada pelaku yakni sosok suami seperti kasus-kasus di atas, sungguh bukanlah hal yang adil. Sebab pelaku tidak mungkin berbuat tanpa alasan. Sedang alasan atau motif, bisa jadi adalah hal yang tidak mampu pelaku atasi sendiri. Maka masalah harusnya dilihat secara keseluruhan agar tidak menimbulkan penanganan yang tambal sulam.

Kasus KDRT disebabkan karena adanya dua faktor yang saling berhubungan, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri pasangan suami istri itu sendiri, sedang faktor eksternal adalah hal-hal yang berasal dari luar, seperti masalah ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain.

Kasus KDRT bisa jadi memang disebabkan dari diri suami atau istri yang terbiasa berbicara kasar, mudah tersinggung dan lain sebagainya. Namun, kita juga perlu akui bahwa kondisi internal itu bisa dipicu dan diperparah oleh kondisi eksternal. Kasus-kasus KDRT di atas misalnya, telah menunjukkan bahwa ada masalah eksternal, baik itu ekonomi atau dugaan orang ketiga yang memicu konflik dalam rumah tangga mereka.

Bicara masalah ekonomi, hal ini tentu berefek pada banyak hal. Para suami bisa jadi telah berusaha, namun biaya hidup yang kian membengkak tanpa diikuti pendapatan yang menanjak, telah membuat dada rasanya sesak. Kondisi perut yang tidak selalu terisi dengan baik, kesehatan kian mahal hingga tidak terjaga dengan apik, membuat emosi makin mudah naik.

Belum lagi para istri yang akhirnya ikut terseret untuk turut mencari duit. Bahkan banyak suami istri yang bertukar peran sebab peluang kerja istri lebih terbuka lebar. Jadilah tugas utama tidak lagi berjalan sesuai fitrah. Hal ini diperparah dengan kondisi sosial yang makin tak terjaga. Tontonan memicu gairah berseliweran di dunia nyata terlebih dunia maya. Perselingkuhan kian menjadi kebiasaan. Alhasil KDRT hingga hancurnya bangunan rumah tangga makin tak terelakkan.

Meneladani Rasulullah Jangan Setengah-setengah

Menanggapi kasus KDRT, tidak cukup hanya dengan mempermasalahkan sosok suami sebagai pemimpin rumah tangga. Tapi pertanyaan “Pemimpin kok gitu?” harusnya juga ditujukan pada pemimpin negara. Sebab dialah yang bertanggungjawab untuk mengurusi urusan rakyatnya.

Dengan sistem apakah dia menjalankan roda pemerintahan, adalah hal yang harus diperhatikan. Selama sistem yang digunakan masih memisahkan agama dari kehidupan, maka kerusakan termasuk KDRT akan tetap marak terjadi.

Bukankah Rasulullah Saw. diutus untuk membawa rahmat bagi seluruh alam? Maka untuk itu, tidaklah cukup menjadikan beliau teladan hanya dalam urusan rumah tangga tapi harus semua termasuk negara.

Dengan teladan yang kaffah, bukan setengah-setengah, maka akan terbentuk individu suami istri yang bertakwa, masyarakat yang saling menjaga dan negara yang siap melayani rakyatnya. “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya: 107a). [LM/UD]

Please follow and like us:

Tentang Penulis