Potret Buram Masyarakat Saat Jauh dari Syariat

Oleh : Reni Adelina

(Penulis dan Aktivis Muslimah) 

 

Lensa Media News – Problematika umat semakin pelik dari hari ke hari. Sistem kehidupan hari ini memproduksi banyak masalah. Kemaksiatan dan kriminalitas di mana-mana. Tsunami gaya hidup yang hedonis, acuh tak acuh, hingga individualisme meracuni pola kehidupan bermasyarakat.

Sebuah peristiwa yang dilansir dari KumparanNews, satu keluarga telah ditemukan tewas di Kalideres, Jakarta Barat. Penyebab tewasnya Rudyanto Gunawan (71) sekeluarga masih menjadi teka-teki. Namun dugaan sementara mengatakan bahwa satu keluarga tersebut tewas akibat kelaparan. Dugaan ini masih menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Sebab jika dilihat dari keadaan korban memiliki rumah yang layak tidak pernah mengontrak dan memiliki kendaraan bermotor.

 

Individualisme Racun Kehidupan Bermasyarakat

Kita ketahui pada awalnya budaya masyarakat Indonesia begitu sangat selaras dengan syariat Islam. Seperti adanya tradisi gotong royong, tegur sapa, saling mengenal satu sama lain, menjenguk tetangga ketika sakit hingga saling berkunjung satu sama lain. 

Namun seiring berubahnya zaman, kebiasaan-kebiasaan baik ini mulai luntur di tengah-tengah masyarakat. Belum lagi makin diperparah dengan canggihnya teknologi, mahalnya biaya hidup dan tata kelola lingkungan perumahan ala kapitalistik. 

Kecanggihan teknologi membuat masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu berselancar di dunia maya ketimbang di dunia nyata. Lebih asik berteman dengan ratusan bahkan ribuan teman di dunia maya namun sangat menyedihkan tidak mengenal tetangga sekitar rumahnya. 

Rutinitas bekerja yang padat juga menjadi salah satu faktor renggangnya hubungan bermasyarakat. Belum lagi tuntutan biaya hidup yang tinggi seakan menyita waktu karena padatnya jadwal bekerja. Tidak hanya suami yang bertugas mencari nafkah, pun kita temukan banyak kasus peran istri sekaligus ibu tergerus arus pusaran ekonomi kapitalis. Dimana, perempuan juga terlibat menjadi tulang punggung karena sulitnya kondisi ekonomi saat ini. 

Tata kelola lingkungan kapitalistik atau model pembangunan perumahan blok per blok sebenarnya memberikan dua dampak. Baik dampak positif maupun negatif. Dampak positifnya lingkungan perumahan menjadi teratur, rapi dan bersih. Namun sisi negatifnya, membuat hubungan sosial dan humanisme antar tetangga menjadi renggang. 

Kondisi seperti ini lah yang membuat pola masyarakat menjadi acuh tak acuh. Tidak menyadari kondisi tetangganya seperti apa, entah itu kelaparan, sakit bahkan sudah meninggal beberapa hari. 

Ironis memang, kehangatan bersosial dan bermasyarakat semakin tergerus zaman. Kita memang tidak bisa menolak arus kecanggihan teknologi dan tata kelola pembangunan modern namun kita bisa membentengi diri kita dengan nilai-nilai syariat Islam. 

 

Kembali kepada Syariat Islam, Solusi Berkah Bermasyarakat

Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Bentuk kepedulian agama Islam pada kehidupan sosial dengan adanya aturan dalam bertetangga. Dalam Islam tetangga di sebut dengan al-jar atau al-jiran. Tetangga itu berlaku pada empat pihak. Pertama, orang yang tinggal bersamamu di sebuah rumah. Kedua, orang yang tinggal tepat di samping rumahmu. Ketiga, berlaku pada 40 rumah dari setiap penjuru. Keempat, berlaku atau siapa yang tinggal bersamamu dalam suatu daerah. 

Dalam bertetangga kita diwajibkan untuk saling tolong-menolong dan tidak saling mengganggu. Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari no. 6016. “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Mereka bertanya,”Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari keburukannya.” 

Sebagai orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, memuliakan tetangga merupakan kewajiban. “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya dia memuliakan tetangga.” (HR.al-Bukhari) 

Jelas Islam sangat mengatur secara rinci aturan hidup bersosial. Adab-adab yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah membangun masyarakat dengan rasa kepedulian dan akhlak yang terpuji. Tidak bersifat individualisme. 

Maka untuk mencampakkan racun individualisme di tengah-tengah masyarakat. Maka harus dibangun dulu kesadaran akan pentingnya penerapan syariat Islam. 

Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani yang dikatakan masyarakat Islam bukan hanya mayoritasnya beragama Islam. Namun yang dikatakan masyarakat Islam apabila terikat dengan pemikiran, perasaan dan peraturan Islam. Maka untuk memulai menyadarkan masyarakat di tengah pusaran zaman modern yang jauh dari Islam, maka perlu adanya dakwah di tengah-tengah masyarakat agar kembali kepada Islam. Peran negara atau pemimpin juga sangat dibutuhkan untuk menerapkan Islam secara sempurna, agar suasana keislaman dan keimanan tetap terjaga di tengah-tengah masyarakat. 

Sejatinya penerapan syariat Islam mendatangkan keberkahan dan kebaikan di dalamnya. Tidakkah kau merindukan tegaknya Islam di dunia ini?

Please follow and like us:

Tentang Penulis