Ancaman Genosida Muslim India, Saatnya Daulah Khilafah Menyelamatkannya
Oleh: Ika Nur Wahyuni
Lensa Media News – Yati Narasinghanand Giri adalah sosok biksu yang menyerukan genosida terhadap muslim India. Giri mengepalai sebuah biara Hindu di Uttarakhand, salah satu kota yang disucikan di India. Seruan ini disambut kemarahan publik dan menuai kritik tajam dari berbagai kalangan baik mantan kepala militer, pensiunan hakim, dan para aktivis hak asasi manusia.
Banyak pihak juga mempertanyakan sikap diamnya pemerintahan Modi. Seruan kekerasan dan pidato kebencian ini terjadi setiap bulan Februari menjelang pemungutan suara di beberapa negara bagian India termasuk Uttarakhand. Negara ini diperintah oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) yaitu Partai Nasionalis Hindu pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi.
Semenjak berkuasanya Modi dan partai pengusungnya di tahun 2014 dan kemenangan keduanya di tahun 2019 menyebabkan lonjakan serangan terhadap muslim dan minoritas lainnya. Para pemimpin partai oposisi dan kelompok hak asasi manusia menuduh pemerintahan Modilah yang mendorong kekerasan yang dilakukan oleh kubu nasionalis Hindu garis keras. Padahal India memproklamirkan menjadi negara dengan karakter multikultural. Tuduhan itu segera dibantah Modi (Internasional.Sindonews.com, 19/01/2022).
Bukan hanya di India, ancaman hingga kekerasan terjadi hampir di seluruh negara. Dimana umat muslim menjadi minoritas penduduk. Ini terjadi akibat runtuhnya Daulah Khilafah Islamiyah pada 3 Maret 1924. Sejak dihapuskannya sistem Khilafah oleh Mustafa Kemal Ataturk, kaum muslimin mengalami penindasan dan penjajahan. Penghinaan, penodaan kehormatan, penyiksaan, pembunuhan, dan tumpahnya darah, hingga menyebabkan tercerabutnya rasa aman dan keamanan terus menerus menimpa kaum muslimin sampai saat ini.
Segala aspek kehidupan Islam digantikan oleh sistem demokrasi dan paham sekuler liberal.
Melahirkan nasionalisme di benak umat Islam yang mengakibatkan negara yang dulu satu kesatuan di bawah naungan Daulah Khilafah, terpecah menjadi 50 negara kecil yang tidak memiliki kekuatan berarti. Nestapa pun dimulai, para penguasa tirani bertangan besi dan para kapitalis serakah mulai menguasai negeri-negeri Islam.
Berbagai peristiwa mengerikan, malapetaka, kenistaan menimpa. Genosida terus dilakukan tanpa ada perlawanan, hanya kecaman dari mulut para pemimpin negeri Islam tanpa tindakan nyata. Bahkan sebagian dari mereka tega membuang saudara muslimnya, menjadi pemimpin boneka, dan antek asing demi melanggengkan kekuasaannya.
Daulah Khilafah adalah junnah (perisai) bagi umat Islam dari serangan musuh-musuh. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang imam itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai dan orang-orang akan berperang di belakangnya, digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya dia akan mendapat pahala. Tetapi jika memerintahkan yang lain maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan Khalifah adalah pemimpin umat yang akan melaksanakan seluruh aturan dan hukum Allah. Tugas ini dapat diwujudkan apabila Khilafah dijadikan sistem kepemimpinan umat. Menggunakan Islam sebagai ideologi serta undang-undang yang mengacu pada Al-Qur’an, hadits, ijma, dan qiyas. Khilafah sebagai pelindung seluruh umat agar kehidupan aman, tentram, sejahtera dapat diraih.
Sehingga tidak ada satupun jiwa manusia baik muslim maupun non-muslim yang terzalimi. Dan ketika mengetahui ada ancaman terhadap umat Islam, seorang Khalifah akan menyerukan jihad di bawah komandonya. Hal inilah yang akan dilakukan oleh Daulah Khilafah dalam menjaga keamanan warganya yang tinggal di luar wilayah Islam. Seperti yang dilakukan Muhammad bin Harun Ar-Rasyid, salah seorang Khalifah dari Bani Abbasiyah. Pada tahun 837 M seorang budak muslimah dilecehkan tentara Romawi hingga tersingkap auratnya. Teriakannya masyhur tertulis dalam sejarah “Waa Mu’tashimah” artinya “Dimana engkau wahai Mu’tashim (Tolonglah aku). Demi mendengar berita itu, sang Khalifah segera menerjunkan pasukannya. Tak tanggung-tanggung puluhan ribu pasukan diturunkan berbaris tanpa putus dari gerbang istana Khalifah di Baghdad (Iraq) hingga Ammuriah (Turki) tempat terjadinya peristiwa tersebut. Mereka mengepung kota itu selama 5 bulan dan berhasil membebaskannya dari kekuasaan Romawi.
Gelar pun disematkan pada sang Khalifah, Al Mu’tashim Billah artinya “Yang berlindung kepada Allah”. Inilah yang dilakukan seorang pemimpin Islam, satu orang muslim saja sangat berharga nyawanya apalagi ancaman genosida yang bisa membahayakan puluhan bahkan ribuan nyawa. Urgensi penegakkan Daulah Khilafah sangat diperlukan demi menjaga harta dan nyawa kaum muslimin serta penegakkan hukum-hukum Allah, yang kini telah ditinggalkan oleh umat Islam itu sendiri.
Wallahu a’lam bishshawab.
[ah/LM]