PT Sritex Tutup, Indonesia Makin Gelap?

20250304_163523

Oleh : Nurjannah Sitanggang

 

LenSaMediaNews.Com, Opini–PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) tutup membuat 10 ribu pekerja menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pabrik Sritex resmi tutup per 1 Maret 2025 (CNBC,02-03-2025). Pabrik terbesar tekstil di Asia Tenggara ini akhirnya kena imbas setelah lebih lima puluh tahun beroperasi di Indonesia. Sebelumnya produk Sritex berhasil menembus pasar internasional. Salah satu pencapaiannya 1994 menjadi produsen seragam militer pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara, atau NATO dan Jerman.

 

Banyak faktor yang menjadi penyebab tutupnya PT Sritex diantaranya: turunnya permintaan dari Eropa dan Amerika, Kurangnya bahan baku, dan dibukanya keran impor oleh Pemerintah.

 

Sebelumnya pada tahun 2024 PT Sritex telah merumahkan sebagian karyawannya, sekitar 50 ribuan orang. Banyak diantara mereka yang sudah bekerja puluhan tahun bahkan ada yang sudah 38 tahun menjadi karyawan PT tersebut. Ini berarti dalam satu tahun terakhir ini banyak rakyat yang kehilangan sandaran ekonomi dan tidak punya ruang untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

 

Sistem Pendanaan Ribawi Membawa Bencana

 

PT Sritex pernah bermanuver menghimpun modal lewat pendanaan publik pada 2013, melantai di bursa saham dengan kode emiten SRIL. Sritex berkembang terus, sehingga memiliki pabrik terintegrasi dengan kapasitas terbesar di Asia Tenggara. Sritex juga tercatat tercatat memasarkan produknya ke lebih 100 negara, dan menjadi produsen seragam militer di 30 negara di dunia.

 

PT Sritex tutup setelah dinyatakan pailit oleh Mahkamah Agung. Hutang perusahaan mencapai Rp 14,74 Triliun pada September 2020, terdiri dari hutang pada 27 bank dan 3 perusahaan pembiayaan. Ini berarti meskipun PT Sritex besar akan tetapi pendaannya bertumpu pada sektor ribawi. Padahal pendaan secara ribawi itu haram dan berbahaya. Hasilnya perusahaan kelihatan besar, namun hutangnya bisa jadi jauh lebih besar karena bunga yang sangat mencekik.

 

Islam jelas melarang riba baik yang sedikit maupun yang besar. Islam tidak mentoleransi riba sedikitpun siapapun pelakunya baik individu, perusahaan maupun negara. Bahkan Al-Qur’an mengumumkan perang terhadap pelaku riba. Akan tetapi tegaknya sistem kapitalisme hari ini telah menjadikan riba legal bahkan menjadi sumber pembiayaan bagi semua lini kehidupan dan bisnis. Wajar pada akhirnya berbagai perusahaan yang berdiri atas asas ribawi ini hanya menunggu waktu untuk hancur dan bangkrut.

 

Jaminan Kehilangan Pekerjaan Bukan Solusi 

 

Di tengah maraknya PHK pemerintah seolah merasa cukup dengan mengesahkan aturan terkait Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Program JKP meliputi pemberian uang tunai sebesar 45 persen dari gaji selama tiga bulan pertama, dan 25 persen dari gaji selama tiga bulan berikutnya.

 

Tentu ini semua tidak cukup. Sebab gaji yang mereka peroleh selama enam bulan tentu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Bahkan kebutuhan mereka akan sandang, pangan dan papan terus berlangsung selama mereka hidup. Siapa yang akan memberikan jaminan untuk itu semua?

 

Pemerintah juga melakukan pelatihan di balai latihan kerja (BLK), pemberian informasi tenaga kerja, dan pendaftaran nama pekerja di database Kemenaker. Padahal semua tahu bahwa lapangan pekerjaan saat ini sangatlah sempit sebab pemerintah telah gagal membuka lapangan kerja. Pada akhirnya rakyat yang tidak bisa makan akan makin bertambah dan potensi kejahatan pun semakin tinggi.

 

Cara Islam Melayani Rakyat 

 

Islam telah memosisikan negara sebagai pengurus rakyat. Negara bertanggungjawab mengelola kekayaan alam dengan benar dan membagi kepemilikan sesuai syariat. Negara wajib membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan memberikan pendidikan sesuai keahlian mereka hingga mereka mampu memenuhi kebutuhan. Negara tidak boleh menyerahkan penyediaan lapangan pekerjaan bagi swasta. Negara juga bisa memberikan tanah, benih, dan modal usaha untuk dikelola rakyat. Ini semua sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dan para Khalifah setelahnya.

 

Syeh Taqiyuddin An Nabhani, seorang Mujtahid mutlak mengatakan,  pada saat negara melihat adanya ancaman terhadap keseimbangan ekonomi di dalam masyarakat, negara harus menyelesaikan ancaman tersebut. Caranya adalah dengan menyuplai orang yang tidak sanggup memenuhi kebutuhannya, dengan harta dari Baitulmal, jika di Baitulmal ada harta yang diperoleh dari ghanîmah dan hak milik umum.

 

Ini berarti negara tidak boleh menjadi penonton atas penderitaan rakyat, dengan memberikan jaminan dan janji sekadar narasi dan basa basi. Hanya saja ini bisa terwujud ketika penguasa tersebut menerapkan sistem Islam sebab saat itu negara memiliki aturan kepemilikan yang jelas dan hukum-hukum yang jelas yaitu syariat islam yang bersumber dari Aquran dan Sunnah.Wallahua’lam. [LM/ry].

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis