PHK Massal Kesejahteraan Rakyat Jadi Tumbal

Oleh : Siti Aminah
Pendidik
LenSaMediaNews.Com, Opini–Ibarat jatuh tertimpa tangga pula. Iya, itulah yang dihadapi rakyat Indonesia saat ini. Banyak yang hidupnya sudah susah ditambah lagi PHK pun didepan mata. Untuk dapat bekerja harus sekolah, sekolah pun butuh banyak biaya. Orang tua demi menghidupi keluarganya harus kerja banting tulang, sementara yang sudah dapat kerja malah di PHK. Astaghfirullah.
Padahal mereka ingin menghidupi keluarganya dengan cara halal, jika cara halal dipersulit, maka sangat mungkin bekerja dengan cara tak halal. Dua pabrik memutuskan menghentikan produksinya alias tutup, hal ini menyebabkan ribuan buruh terancam kehilangan pekerjaannya (CNBC Indonesia.com, 20-2-2025).
Salah satunya, PT Sritex, yang sudah lama berdiri dan merupakan perusahaan terbesar se-Asia Tenggara juga melakukan PHK kepada 10.969 pekerjanya ( CNBC Indonesia.com, 2-3-2025).
Memang Jika Rakyat Tidak Bekerja, Lalu Kesejahteraan Fijamin oleh Negara?
Dalam hal ini pemerintahan memberikan jaminan 60 persen gaji selama 6 bulan melalui program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dengan batas atas upah Rp 5 juta. Adanya jaminan tersebut, juga tidak akan mampu menjadi solusi atas permasalahan yang terjadi, karena kehidupan tidak hanya berlaku selama 6 bulan saja.
Memang sungguh berat bagi mereka yang terkena PHK, karena sedang menjalani puasa di bulan Ramadan dan sebentar lagi menyambut lebaran, biasanya pengeluarannya jauh lebih banyak dari bulan yang lain. Karena harga kebutuhan pokok juga banyak yang mengalami kenaikan. Apakah ini kado pahit dari pemerintahan yang baru ini? Entahlah, yang jelas inilah yang terjadi. Dan kesejahteraan rakyatlah yang akhirnya jadi tumbal.
Pernahkah para pejabat negeri ini berada di posisi rakyat kecil, atau minimal turut merasakan yang diderita oleh rakyatnya? Sebagaimana Ramadhan bulan puasa dilatih untuk turut serta merasakan penderitaan orang yang kesusahan, kelaparan, kesedihan.
Ataukah memang para pejabat ini dulu sudah merasakan menjadi rakyat kecil tapi setelah menjabat dan punya kekuasaan akhirnya lupa atas hak rakyatnya? Karena memang kursi itu empuk dan melenakan, dan bisa melupakan janjinya yang manis memesona.
Tapi ingatlah bahwa kursi itu adalah sebuah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Dalam sistem Demokrasi Kapitalisme sebagai standar perbuatannya adalah materi, jika menguntungkan akan dikerjakan tanpa melihat lagi halal haram, apalagi merugikan rakyatnya.
Orang yang kuat hanya akan melihat kepentingannya dan oligarki saja, tetapi orang yang kuat dan adil dia juga akan melihat kepentingan yang lemah.
Dengan adanya program JKP ( jaminan kehilangan pekerjaan), seolah-olah pemerintah sudah menjadi penolong/pahlawan bagi rakyatnya, tetapi yang sebenarnya menunjukkan wajah aslinya yang populis otoriter, tampak baik tetapi kebijakan yang diambil justru menyengsarakan dan menzalimi rakyat.
Hal ini menjadi bukti nyata atas kegagalan sistem Demokrasi Kapitalisme dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Masihkah berharap dan percaya dengan sistem Demokrasi yang rusak dan merusak ini? Karena nyatanya pemilu hanya ganti wajah pemimpin tapi sistemnya tetap sama.
Ibarat hanya ganti sopir sementara kendaraannya sudah rusak parah. Maka wajar jika diperjalanan banyak terjadi kecelakaan, kekacauan, dan kengerian lainnya. Maka harus pula ganti kendaraan alias ganti sistemnya dengan yang baik dari Yang Maha Baik, yakni sistem Islam.
Kesejahteraan dalam Islam.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Islam adalah agama yang sempurna, agama yang tinggi dan tak ada yang mengunggulinya.
Islam mewajibkan negara mengelola harta milik umum berupa tambang, hutan, air dan lainnya untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya. Terlebih Indonesia adalah negara yang sumber daya alamnya melimpah ruah. Jika dikelola dengan benar sesuai syariat akan cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya seperti pendidikan, keamanan, kesehatan dengan mudah dan murah.
Islam menjadikan negara sebagai raa’in yang mengurusi rakyatnya terkait kebutuhan pokoknya, termasuk menyiapkan lapangan pekerjaan yang luas untuk kesejahteraan rakyatnya. Bukan sebagai pemalak harta rakyat melalui pajak dan pungutan lainnya.
Hal ini telah terbukti dan sudah masyhur pada masa keKhalifahan Umar bin Abdul Aziz, mereka tidak lagi menerima zakat karena kebutuhan hidup mereka yang sudah tercukupi. Tidakkah kita merindukan kehidupan yang sejahtera dan di ridai Allah? Hanya ada di sistem pemerintahan Islam. Wallahua’lam bishshawab. [LM/ry].