Efisiensi Anggaran, Riset Indonesia semakin Suram?

Oleh : Nabila Fadel

 

 

Lensamedianews.com__ Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 semakin kentara berdampak jauh lebih besar dari yang semula diperkirakan. Beberapa waktu belakangan, media massa dan media sosial terus diramaikan dengan kabar-kabar terkait dampak pemangkasan anggaran di berbagai instansi pemerintahan. Tak terkecuali di sektor riset dan inovasi di Indonesia.

 

Dua Kementerian atau Lembaga (K/L) yang membidangi riset dan inovasi, yakni Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), diketahui ikut terdampak Inpres Nomor 1/2025 tersebut. Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemendiktisaintek, Fauzan Adziman, tak menampik bahwa kebijakan pangkas anggaran juga berlaku untuk bidang riset. Meskipun demikian, dia memastikan bahwa pemangkasan dana riset tak sepenuhnya menghentikan kerja-kerja penelitian di Indonesia, (tirto.id, 13-02-2025).

 

Adanya pemangkasan anggaran riset menunjukkan bahwa pemerintah menganggap bidang riset tidak penting dan hanya buang-buang anggaran saja. Padahal kebijakan yang baik adalah yang berbasis pada data riset. Bidang riset hal yang penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi yang dibutuhkan untuk memecahkan berbagai masalah kebangsaan. Maka berkurangnya dana riset akan menimbulkan beberapa dampak negatif, seperti penurunan kualitas dan kuantitas riset. Riset-riset yang membutuhkan dana besar, seperti riset kesehatan, energi terbarukan dan teknologi tinggi jelas akan terhambat. Hal ini akan memperlambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.

 

Selain itu, daya saing Indonesia di kancah global juga akan menyusut. Pemangkasan anggaran justru berisiko menghambat kemajuan riset yang menjadi daya saing dan kemajuan teknologi di masa depan. Hal ini menguatkan bahwa dalam sistem demokrasi kapitalisme ketika menawarkan solusi yang diterapkan justru tidak solutif dan mendatangkan problem baru.

 

Berbeda dengan sistem Islam, khususnya sistem ekonomi Islam. Seluruh kebijakan negara pada dasarnya adalah untuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan mendasar rakyat atau warga negara secara adil. Setiap solusi yang diterapkan dalam Islam merupakan solusi yang solutif dan memberikan kemaslahatan bagi rakyat. Penerapan sistem politik ekonomi Islam berupa jaminan pemenuhan kebutuhan mendasar, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Hal ini mewajibkan negara mengalokasikan dana untuk melaksanakan jaminan tersebut sehingga secara otomatis negara melakukan riset dan kajian terhadap hal tersebut.

 

Jika ada kebijakan efisiensi akan diterapkan pada sektor yang tidak berdampak besar pada layanan atau pengeluaran yang sifatnya fasilitas individu, seperti fasilitas mewah penguasa dan penjabat negara lainnya. Dengan demikian dana pemasukan negara dapat dialokasikan pada sektor yang memberikan pengaruh positif yang lebih luas dan dirasakan oleh seluruh rakyat. Wallahu a’lam bishshawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis