Solutifkah Perda Syariah untuk Memberantas LGBT?

20250113_230748

Oleh: Ainul Ma’rifah

 

LenSa MediaNews.Com, Kasus LGBT kembali menyeruak, hal ini dikarenakan adanya temuan dari dinas kesehatan Jawa Barat yang mencatat adanya 9.625 kasus baru penyakit HIV/AIDS. Jumlah itu naik drastis terhitung sejak Januari tahun lalu hingga akhir tahun 2024 (tvOneNews.com, 30-12-2024).

 

Vini Adiani Dewi sebagai kepada dinkes Jawa Barat mengatakan, penyumbang paling banyak kasus HIV/AIDS adalah kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) (rri.co.id, 30-12-2024).

 

Masih kata Vini Adiani Dewi, pihaknya akan berupaya bagaimana terus menekan kasus bertambahnya penderita HIV/AIDS dengan jalan rutin menyasar para pelaku yang kemungkinan berperilaku LGBT untuk mau diperiksa. Sehingga bisa menekan dengan cepat penularannya.

 

Sebagaimana dinkes jabar, pemerintah daerah Sumatra Barat juga sedang menekan kasus penyebaran HIV/AIDS. Kepala dinkes Kota Padang, Sri Kurnia Yati mengungkapkan bahwa terdapat 308 temuan kasus HIV/AIDS di Kota Padang yang penyebab utamanya juga dikarenakan perilaku menyimpang LGBT (republika.co.id, 4-01-2025).

 

Berbeda dengan Jawa Barat, pemerintah daerah Sumatra Barat selangkah lebih maju dengan mencoba mengkaji perda LGBT sebagai upaya penekanan kasus HIV/AIDS. Menurut Nanda Satria, wakil ketua DPRD provinsi Sumbar, langkah ini diharapkan bisa memberikan solusi untuk memberantas penyakit masyarakat LGBT (republika.co.id, 4-01-2025).

 

Berbagai upaya tak henti-hentinya dilakukan oleh berbagai pihak terkait untuk menekan laju bertambahnya penderita HIV/AIDS. Dimulai dari skrining kepada kelompok masyarakat yang diduga kuat menderita penyakit HIV/AIDS, seperti kelompok PSK (pekerja seks komersial) hingga terduga pelaku penyimpangan seksual LGBT. Termasuk munculnya kajian perda LGBT di Sumatra Barat. Namun pertanyaannya, mampukah atau efektifkah perda tersebut?

 

Perilaku seks menyimpang atau LBGT adalah konsekuensi logis dari diterapkannya sistem rusak Demokrasi Kapitalisme. Sistem yang memberikan ruang bebas bagi masyarakat untuk mengekspresikan perilaku menyimpangnya. Dalam sistem Demokrasi Kapitalisme, empat kebebasan dijamin sedemikian rupa. Dimulai dari kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, hingga kebebasan berperilaku. Termasuk perilaku menyimpang LGBT.

 

Bagaimana pun solusi yang coba ditawarkan, termasuk perda syariah tidak akan memberikan efek yang signifikan untuk menekan laju penyebaran perilaku menyimpang LGBT, jika sistem yang menjadi pijakan negara dalam menentukan kebijakan adalah sistem rusak demokrasi kapitalisme.

 

Sistem yang menjadikan sekularisme sebagai pijakannya, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Jadi, mana mungkin perda syariah akan dibiarkan penerapannya?  Sudah banyak kasus perda syariah yang dibatalkan pemerintah pusat karena dinilai tidak sejalan dengan konstitusi di negeri ini. Belum lagi, banyaknya pihak-pihak tertentu yang memprotes perda syariah karena dianggap menyalahi HAM dan diskriminasi kepada kelompok tertentu.

 

Memang bukan tempatnya syariat Islam diterapkan dalam sistem rusak Demokrasi Kapitalisme. Oleh karenanya tidak akan mungkin bisa perda syariah tersebut menyelesaikan persoalan perilaku menyimpang LGBT. Mengurangi mungkin iya, tapi jangan harap menyelesaikan sampai akarnya.

 

Hanya sistem Islam dengan seperangkat aturannya yang mampu menyelesaikan persoalan itu. Seperangkat aturan itu pun hanya bisa diterapkan dalam sebuah negara yang menerapkan Islam secara sempurna, yakni Negara Khilafah Islamiyah. Wallahua’lam bisshowab. [ LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis