No Viral, No Justice
Oleh : Irma Sari Rahayu
LenSa MediaNews.com, Istilah No Viral No Justice kembali berembus di media sosial. Istilah ini muncul sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap tidak responsifnya aparat keamanan dengan laporan warga.
Baru-baru ini, anggota Polsek Pondok Gede Kota Bekasi menjadi sorotan media. Aparat kepolisian ini dilaporkan karena dianggap tidak melayani pengaduan seorang pengemudi mobil yang diserang oleh tiga orang yang berboncengan sepeda motor. Saat melapor, FA kecewa karena merasa tidak dilayani. Ia justru dilempar ke berbagai bagian, mulai dari bagian reserse, kriminal, SKT, dan unit laka lantas (tempo.co, 4-01-2025).
Video peristiwa penyerangan dan kekecewaan korban terhadap polisi viral setelah diunggah oleh akun instagram @info_jabodetabek. Merespons viralnya berita, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Metro Bekasi Kota memeriksa sejumlah anggota Polsek Pondok Gede yang diduga tidak melayani FA (antaranews.com, 3-01-2025).
Ada Apa dengan Penegak Hukum Kita?
Masih ingat tagar “percuma lapor polisi”? Tagar tersebut pernah viral dan menjadi trending di Twitter beberapa tahun lalu. Tagar ini muncul sebagai respons kekecewaan masyarakat terhadap polisi. Sampai saat ini pun masyarakat lebih suka melapor ke media sosial daripada ke polisi, terutama Twitter. Jika sudah viral, polisi baru akan bertindak.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan, fenomena No Viral No Justice menjadi bukti bahwa polisi masih harus terus berbenah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Banyaknya laporan yang masuk, membuat polisi lebih memilih untuk menyelesaikan kasus yang viral lebih dulu karena mendapat banyak perhatian dari masyarakat.
Namun, diantara skala prioritas yang dipilih polisi dalam menangani kasus, ada kecenderungan polisi tidak menindaklanjuti laporan yang tidak mendapat dukungan materi atau kekuasaan. Hal ini disampaikan oleh pengamat kepolisian di Institute for Security and Strategic Studies Bambang Rukminto. Jika seperti ini maka tugas polisi sebagai pelindung, pengayom dan memberikan pelayanan kepada masyarakat patut dipertanyakan.
Fenomena No Viral No Justice seyogianya membuka mata kepolisian bahwa tingkat kepercayaan masyarakat akan kinerja polisi semakin rendah. Masyarakat sering merasa kecewa, akhirnya mencari jalan sendiri. Tak jarang masyarakat bertindak sendiri untuk menyelesaikan kasusnya. Beberapa kasus yang ditangani setelah viral diantaranya adalah kasus Vina Cirebon dan anak seorang pengusaha roti yang memukul karyawannya. Jika tidak viral? Bersiaplah kasus masuk peti es.
Kepolisian dalam Sisten Kapitalisme
Maraknya tidak kejahatan saat ini cukup membuat polisi kewalahan. Bentuknya pun makin beragam. Wajar jika akhirnya polisi harus melakukan skala prioritas dalam menangani kasus kejahatan. Hanya saja, publik menilai pada realitasnya polisi cenderung cepat menindaklanjuti kasus-kasus yang menimpa golongan tertentu, seperti orang kaya atau selebritas. Hal inilah yang mendorong masyarakat biasa kecewa.
Jumlah personel anggota kepolisian yang tidak ideal dibandingkan dengan jumlah penduduk, juga menjadi masalah tersendiri. Saat ini rasio jumlah polisi dengan penduduk Indonesia adalah 1:580. Idealnya, rasio jumlah polisi dengan penduduk di suatu negara adalah 1:450 atau 225 personel polisi untuk setiap 100.000 warga sipil. Tidak idealnya rasio jumlah polisi ini menyebabkan kinerja polisi menjadi tidak optimal.
Kepolisian dalam Khilafah Islam
Dr. Namir bin Muhammad al-Hamidani dalam kitab Wilâyah asy-Syurthah fî al-Islâm menjelaskan hukum-hukum syariat mengenai syurthah (kepolisian) dalam Islam. Secara bahasa syurthah bermakna para pembantu penguasa. Dinamakan syurthah karena mereka memiliki tanda-tanda yang dapat diidentifikasi.
Adapun secara istilah syurthah (polisi) adalah pasukan yang dibentuk oleh Khalifah atau wali/gubernur untuk menjaga keamanan dan melindungi aturan, menangkap pelaku kejahatan dan para pengacau, serta tugas lain seperti pekerjaan administratif yang menjamin keselamatan rakyat dan ketenangan mereka (muslimahnews.net).
Polisi dalam kekhilafahan Islam tidak hanya bertugas menjaga keamanan saja, tapi memastikan masyarakat melaksanan hukum syarak yang diperintahkan Allah kepada mereka. Polisi akan senantiasa mengontrol dan memastikan wilayah negara aman.
Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang pada pagi hari di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga, dan masyarakatnya), diberi kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR At-Tirmidzi).
Kondisi ini didukung pula oleh profil polisi sebagai prajurit pilihan. Bukan hanya karena sehat dan memiliki keterampilan fisik, namun ketakwaannya kepada Allah Swt. menjadi hal yang utama. Dengan profil ini, kinerja polisi dalam mengayomi masyarakat dapat terwujud.
Tak akan ada lagi masyarakat yang membuat keadilan sendiri atau memviralkan sebuah kasus agar ditindaklanjuti. Wallahua’lam.[LM/ry]