Pajak dalam Kapitalisme, Menzalimi Rakyat?

White and Blue Futuristic Background Instagram Post_20250109_203457_0000

Oleh:  Umi Nissa 

 

LenSa Media News _ Opini_Sejumlah elemen masyarakat mulai turun ke jalan menolak kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN)12% yang berlaku pada 1 Januari 2025. Barang apa aja yang  akan terkena PPN 12% lalu apa dampak PPN 12% bagi masyarakat?

Penolakan PPN 12% antara lain dilakukan oleh mahasiswa diberitakan kompas. com, aliansi mahasiswa yang tergabung dalam BEM. Seluruh Indonesia (SI) mengelar aksi unjuk rasa menolak kebijakan PPN 12% disamping patung Arjuna Wijaya, Gambir , Jakarta Pusat (Kontan.co.id; 27-12-2024).

 

Hadiah akhir tahun kepada rakyat adalah kenaikan PPN 12% akan berlaku pada awal Januari 2025. Beberapa alasan yang dikemukakan pemerintah diantaranya adalah untuk memperkuat penerimaan negara, mendukung pembiayaan pembangunan untuk Infrastruktur sektor pendidikan, kesehatan, dan program sosial. Kenaikan ini juga untuk menekan defisit anggaran pasca-covid.

 

Dalam sistem ekonomi kapitalis, pajak merupakan sumber penerimaan utama, kontribusi pajak dalam pendapatan negara mencapai 80,32%(BPS, 2023), sebuah angka yang sangat besar dan lebih besar dibanding singapura yang relatif tidak memiliki SDA sebanyak Indonesia. Indonesia yang memiliki kekayaan alam melimpah ruah justru penerima dari sektor non pajaknya hanya 20%.

 

Dengan demikian alasan kenaikan pajak ini untuk memperkuat penerimaan negara sangat sulit diterima. Mengingat kondisi saat ini persentase penerimaan pajak sudah sangat besar. Lalu kemana SDA yang melimpah ruah itu, seperti kekayaan barang tambang, hutan, hasil laut yang jumlahnya menduduki peringkat dunia? Siapa yang menikmati kekayaan alam Indonesia? Jika kekayaan alam yang dimiliki Indonesia tidak menjadi pos terbesar penerimaan negara. Wajar jika rakyat akan terus menerus ditekan untuk meningkatkan pendapatan negara.

 

Memang benar bahwa kekayaan alam yang terus-menerus dieksploitasi akan habis namun, berkaca dari negara-negara lain yang tidak memiliki kekayaan alam sebanyak Indonesia, tetapi pungutan pajaknya tidak sebesar negara Indonesia, wajar jika rakyat akan mempertanyakan pengelolaan kekayaan alam tersebut.

 

Sayangnya, potensi kekayaan alam yang seharusnya menjadi milik umum justru diserahkan kepada swasta, maka manfaatnya tidak dapat dirasakan oleh seluruh rakyat, melainkan hanya pada individu-individu tertentu dan para pemodal. Padahal, jika memakai pengaturan ekonomi Islam, kepemilikan itu tidak hanya, kepemilikan individu dan negara, tetapi ada juga kepemilikan umum adalah dapat menjamin distribusi kekayaan dan dapat dinikmati oleh semua warga negara.

 

Hal ini berbeda dengan peraturan dalam sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ekonomi Islam pajak memang ada, tetapi fakta pajak sangat berbeda dengan pungutan pajak saat ini. Dalam Islam, pajak hanya diterapkan secara insidental, yaitu hanya ketika kas negara membutuhkan backup keuangan. Pajak juga hanya diwajibkan untuk muslim laki-laki, dan yang kaya berbeda dengan fakta hari ini, semua orang baik kaya maupun miskin wajib membayar pajak seumur hidup.

 

Islam memiliki sumber pendapatan yang banyak dan melimpah, dengan pengaturan sistem politik ekonomi Islam, negara akan mampu menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu. Islam juga menetapkan penguasa sebagai ra’in dan junnah, mengharamkan penguasa untuk memiliki penuh harta rakyat, kewajiban penguasa mengelola harta rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas umum dan layanan yang akan memudahkan hidup rakyat.

(LM/SN)

Please follow and like us:

Tentang Penulis