PPN Naik, Rakyat Makin Terhimpit

20241121_125639

Oleh : Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

LenSa Media News.com, Pajak pertambahan nilai (PPN) dipastikan naik pada Januari 2025 mendatang. Yang awalnya 11 persen menjadi 12 persen (antaranews.com, 16-11-2024). Hal ini diputuskan berdasarkan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dengan adanya kenaikan tarif pajak tersebut, PPN di negeri ini tergolong ranking ke-2 terbesar di kawasan ASEAN.

 

Terkait isu kenaikan tersebut, kebanyakan masyarakat merasa keberatan. Karena beban hidup kian menyesakkan dada. Masyarakat kelas menengah disinyalir sebagai kelompok yang paling riskan terdampak. Demikian disampaikan Bhima Yudhistira, Eksekutif Celios (Center of Economic and Law Studies). Fakta ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah pekerja di bidang informal ketimbang formal. Kenaikan pajak ini pun berpengaruh langsung pada beban konsumsi rumah tangga.

Di tengah badai PHK yang belum berhenti, beban berat ekonomi terpaksa harus ditelan mentah-mentah oleh sebagian masyarakat. Tidak hanya bagi kalangan ekonomi menengah, para pengusaha mall dan ritel pun mengeluhkan fenomena ini. Mereka pun berharap agar pemerintah menunda rencana tersebut.

 

Dampak Ekonomi Sistem Rusak

 

Kenaikan tarif PPN ini diklaim sebagai strategi untuk meningkatkan penerimaan negara agar mampu mendukung rencana pembiayaan pembangunan. Tidak hanya itu, kenaikan pajak ini pun diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri. Namun nyatanya, justru membebani masyarakat secara umum. Dan kebijakan ini pun belum bisa dipastikan dapat meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi utang.

 

Dampak yang pasti terjadi terkait kebijakan ini adalah meningkatnya tingkat kesengsaraan rakyat. Keadaan ekonomi makin tidak manusiawi. Apalagi di tengah fakta ekonomi yang serba sulit. Daya beli masyarakat kian menukik dan harga barang kebutuhan primer semakin naik. Tidak sedikit para pengusaha pun gulung tikar karena tingginya beban produksi. Parahnya lagi, beban produksi ini tidak mampu ditutupi oleh hasil keuntungan. Sebagai dampak menurunnya kemampuan ekonomi masyarakat.

 

Belum lagi, budaya korupsi yang makin tidak terkendali dan sikap pemerintah yang sangat menyukai kebijakan berutang. Alih-alih ingin meningkatkan pendapatan negara, namun ternyata keadaan ekonomi makin tidak bisa dikendalikan.

 

Situasi ini adalah konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan negara. Di sisi lain negara hanya menjadi regulator dan fasilitator, yang melayani kepentingan para pemilik modal

 

Sempurnanya Pengaturan Islam

 

Islam memiliki sistem ekonomi yang mewajibkan negara menjadi ra’in, mengurus rakyat dengan penuh tanggung jawab. Islam menetapkan berbagai sumber pemasukan negara. Mulai dari fa’i, ghanimah, kharaj, khumus dan berbagai sumber lain yang ditetapkan hukum syarak. Rasulullah SAW. bersabda,”Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).

 

Pajak bukanlah sumber utama negara, tetapi hanya menjadi jalan terakhir ketika kas negara kosong. Dalam keadaan ekonomi yang lemah, kebijakan pajak (dharibah) bisa menjadi jalan alternatif yang ditetapkan negara.

 

Akan tetapi, kebijakan ini tidak mengikat dan tidak ditetapkan bagi semua individu. Hanya orang yang tergolong kaya dan mampu membayar pajak, itu pun tidak ditetapkan dalam jangka panjang. Saat keuangan negara sudah membaik, kebijakan tersebut tidak lagi ditetapkan.

 

Sementara itu, terdapat kewajiban negara yang harus ditunaikan kepada seluruh individu rakyat. Yakni pemenuhan kebutuhan primer setiap individu rakyat, mulai dari kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik lainnya.

 

Pengelolaan sumberdaya yang melimpah dalam tatanan sistem ekonomi Islam akan menghasilkan kecukupan dalam memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Strategi dan kebijakan yang amanah akan menetapkan kepentingan rakyat sebagai satu-satunya prioritas utama.

 

Inilah sistem Islam yang menjaga. Sistem yang hanya mampu diterapkan dalam satu wadah khilafah. Satu-satunya institusi yang menjanjikan harapan. Berkah melimpah, hidup pun bergelimang rahmah.Wallahu a’lam bisshowwab. [ LM/ry ].

Please follow and like us:

Tentang Penulis