Kriminalisasi Guru Adalah Petaka Peradaban
Oleh : Ummu Syahamal
LenSa Media News.com, Guru sejatinya adalah profesi yang mulia. Sayangnya profesi mulia ini tak menjamin guru hidup nyaman dan sejahtera. Namun sebaliknya. Menjadi guru di negeri ini menjadi perjuangan penuh tantangan yang harus siap dengan berbagai risiko termasuk risiko mengalami kriminalisasi.
Seperti yang terjadi pada Supriyani guru SDN 04 Baito, Konawe selatan, Sulawesi Tenggara. Sungguh miris, ia harus merasakan dinginnya jeruji penjara hanya karena dituduh memukul siswanya yang merupakan anak seorang anggota kepolisian.
Tak hanya ditahan, Supriyani pun mengalami pemerasan oleh oknum polisi dan penyidik (Tribunnews.com, 7-11-2024). Sebuah resiko yang tidak sebanding dengan pengorbanannya sebagai seorang pendidik. Selain kasus Supriyani sederet kasus kriminalisasi guru juga telah banyak terungkap.
Kriminalisasi guru sejatinya adalah petaka peradaban. Pasalnya adab kepada guru merupakan salah satu kunci keberkahan ilmu. Jika sampai terjadi kriminalisasi terhadap guru berarti adab kepada guru sudah hilang dari benak dan pikiran generasi.
Padahal hilangnya adab kepada guru adalah bencana pada generasi. Akibatnya kriminalisasi guru terus berulang. Fakta ini menjadi bukti kegagalan sistem pendidikan hari ini.
Kegagalan ini niscaya terjadi dikarenakan sistem pendidikan saat ini dipengaruhi ideologi kapitalisme. Yaitu ideologi yang berorientasi pada kepuasan materi dan berdiri diatas aqidah sekulerisme. Sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan.
Menurut asas sekulerisme manusia diarahkan oleh aturan-aturan yang dibuat oleh sesama manusia. Padahal manusia hanyalah makhluk yang akalnya terbatas dan serba kurang. Akibat dari ideologi kapitalis sekuler yang diterapkan saat ini lembaga pendidikan hanya mengajarkan agama sebagai ilmu bukan sebagai tsaqofah yang berpengaruh dalam kehidupan siswa.
Bahkan mirisnya jam pelajaran agama semakin lama semakin terkikis. Belum cukup sampai disitu, arus moderasi beragama yang dijejalkan dalam kurikulum makin menjauhkan siswa dari hakikat Islam sebagai sistem kehidupan. Paradigma kapitalisme sekulerisme dalam pendidikan ini membuat generasi berbuat amoral termasuk hilangnya rasa ta’dzim terhadap guru.
Padahal ta’dzim kepada guru merupakan hukum syariat yang wajib dijalani di dunia dan kelak dipertanggungjawabkan di akhirat. Pemikiran dan perasaan seperti ini nampaknya tak ada dalam benak siswa.
Hal ini tentu berbeda dengan sistem pendidikan yang dipengaruhi oleh Islam sebagai ideologi. Ideologi Islam dibangun atas prinsip meyakini bahwa manusia hanyalah hamba yang wajib taat pada syariat Allah swt.
Dalam kitab “Usus at Taklim fi Daulah al Khilafah” karya Syekh Atha bin Khalil tertulis bahwa sistem pendidikan Islam dibangun dari landasan akidah. Strategi pendidikan didesain untuk mewujudkan identitas keislaman kuat. Metode pengajarannya pun harus dengan talaqqiyan fikriyan sehingga penanaman tsaqofah berupa akidah, pemikiran dan pola perilaku islam- akan merasuk ke akal dan jiwa anak didik.
Konsep pendidikan Islam tersebut melahirkan sosok- sosok berkepribadian islam nan mulia. Sebagaimana contoh Khalifah Ali Bin Abi Thalib yang sangat memuliakan gurunya. Khalifah Ali pernah berkata: “Aku adalah hamba dari siapa pun yang mengajariku walau hanya satu haruf. Aku pasrah padanya. Entah aku mau dijual, dimerdekakan atau tetap sebagai seorang hamba.”
Perkataan beliau ini menyiratkan betapa beliau memuliakan siapa saja yang pernah menjadi gurunya. Di kemudian hari, sejarah Islam mencatat bagaimana kiprah Ali ra sejak awal ia memeluk Islam hingga menjadi khalifah yang ke 4.
Nabi SAW pernah bersabda: “Saya adalah kota ilmu dan Ali sebagai pintunya.” Dan masih banyak lagi sosok-sosok mulia lainnya bertebaran dalam tinta emas sejarah peradaban islam.
Sistem pendidikan dalam Islam tak hanya mengajarkan sikap ta’dzim kepada guru, namun meriayah guru dengan pengaturan sebaik-baiknya pengaturan. Keimanan dan ketakwaan mendorong pemimpin Negara (khalifah) menjalankan kewajibannya menyediakan segala hal yang dibutuhkan untuk mewujudkan sistem pendidikan terbaik bagi seluruh rakyatnya.
Mulai dari kurikulum, bahan ajar, metode pengajaran, gaji guru, sampai sarana dan prasarana sekolah akan berusaha diwujudkan dengan kualitas terbaik. Totalitas pemimpin memperhatikan sistem pendidikan ini tentunya akan sangat meringankan amanah guru.
Dalam sistem Islam semua guru sama. Ketentuan bekerja sepenuhnya di bawah hukum-hukum ijarah (kontrak kerja). Guru mendapatkan perlakuan adil sejalan dengan hukum syariah.
Hak-hak mereka sebagai pegawai dilindungi oleh Khilafah. Dengan sistem Islam ini pribadi yang dicetak tentunya tak akan melakukan kriminalisasi kepada guru sendiri. Sistem pendidikan Islam hanya terwujud manakala negara menerapkan sistem Islam secara kafah. [LM/ry].