Ketika Dunia Bicara Zakat dan Sejarah
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSa Media News–Forum Zakat dan Wakaf Dunia ( World Zakat and Waqf Forum/WZWF) adalah sebuah forum rutin tahunan yang digelar Kementerian Agama (Kemenag) RI dan Bank Indonesia (BI). Acara bertaraf internasional ini, dihadiri delegasi dari 43 negara dan diadakan di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat. 2 November lalu penutupan acara dilakukan oleh Datuk Mohd Ghazali Mf Noor, selaku Sekretaris Jendral WZWF dengan menghasilkan 15 poin resolusi (Republika,4-10-2024).
Secara umum, forum ini bertekad menjadikan zakat dan wakaf sebagai fondasi tatanan sosial-ekonomi yang berkelanjutan. Dari resolusi yang telah dideklarasikan menyerukan kepada seluruh anggota WZWF untuk mengerahkan sumber daya dan kepemimpinan dalam menciptakan dunia yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Kapitalisme Mewarnai Syariat, Sekuler Yang Terjadi
Beberapa poin yang menarik untuk dikritisi, poin 4, mendorong kebangkitan peradaban Islam yang reflektif terhadap nilai-nilai sejarah namun berorientasi pada masa depan. Kemudian poin 6 mengajak kepemimpinan negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Bank Pembangunan Islam (IsDB) untuk memperkuat peran zakat dan wakaf dalam kehidupan sehari-hari.
Poin 7, membangun aliansi lintas agama untuk mendorong kolaborasi atas dasar keadilan, kasih sayang, dan kesejahteraan bersama. Poin 11, mengklaim kembali peran Islam dalam sejarah sebagai panduan bagi transformasi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan ilmiah., poin 12, menetapkan Forum Zakat dan Wakaf Dunia sebagai platform perubahan untuk memenuhi aspirasi abad ke-21 dan seterusnya. Dan poin 13, mendukung hak-hak Palestina, khususnya terkait status Al-Quds, sejalan dengan hukum internasional dan resolusi PBB.
Semua seolah bagus, namun jelas hanya dalam draft, sementara fakta akan sangat sulit diwujudkan. Sebab, seluruh resolusi itu dibangun atas dasar pemikiran sekuler. Islam hanya difokuskan pada pengelolaan zakat, hingga perlu dibuat sebuah forum kerjasama. Padahal, meski zakat adalah salah satu instrumen pembangunan ekonomi namun tetap butuh aspek yang lain agar bisa optimal.
Semestinya, jika memang ingin mendorong kebangkitan peradaban Islam yang reflektif terhadap nilai-nilai sejarah namun berorientasi pada masa depan, tak hanya fokus pada zakat, yang notabene hanya salah satu instrumen ekonomi dalam bingkai ekonomi Islam itu sendiri. Melainkan mendorong kesadaran umum bahwa dunia butuh khilafah, satu-satunya institusi penerap syariat kafah.
Kita pun harus melek sejarah, Madinah, merupakan negara yang dipilih Rasulullah untuk menerapkan syariat dalan bentuk negara, berdasarkan syariat yang diwahyukan kepada beliau. Hingga Madinah diumpamakan Rasulullah sebagai sebuah peralatan besi yang akan membersihan noda manusia,“Kota Madinah seperti alat pandai besi, membersihkan dari kotorannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Kepemimpinan setelah Rasulullah wafat dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan para Khalifah yang banyak sesudahnya, hingga runtuh di tahu 1924, Khilafah Turki Utsmani. Sejarah panjang itu membuktikan, ketika Islam diterapkan oleh satu negara, maka segala perbedaan akan dilebur berganti kesejahteraan hakiki. Lantas, dengan dalih apa hanya mengambil zakat, sementara syariatnya tidak diterapkan secara kâfah? Bahkan kemudian membentuk kerjasama dengan negeri-negeri muslim dengan tak meninggalkan kebijakan negara penjajah global.
Di dalam negara khilafah, Hukum ditegakkan secara adil, dan samasekali tidak akan meratifkasi hukum organisasi dunia sebagaimana disebutkan dalam relosusi poin 14. Sangat ironi, kita berdiri membela Palestina tapi di sisi lain tunduk dengan apa yang direlosusikan oleh PBB. Bukankah sudah jelas dimana kesalahan kita sehingga Palestina tak kunjung bebas, negara muslim menyatu hanya dalam rangka ekonomi.
Bahkan, di dalam negeri sendiri, Menteri agama yang baru, Nasaruddin Umar, mengatakan untuk memberikan dispensasi dalam bentuk pajak atau yang lain bagi masyarakat yang memberikan zakat dan wakaf. Sebab sasaran utama zakat, wakaf dan pajak sama, yakni untuk membantu masyarakat. Untuk itu, diperlukan sinergi bersama. Bahkan Nazaruddin menyebutkan bahwa manfaat zakat dan wakaf bisa sebagai tolak bala.
Sungguh! Sejatinya, makna bala yang hakiki adalah tunduknya kaum muslim dengan pengaturan kapitalisme yang membuang syariat jauh-jauh, dan membuatkan diatur oleh aturan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Khilafah Solusi Tuntas Problematika Umat
Ketika dunia global merespon zakat dan wakaf yang menjadi ketetapan Islam, sebagai pendorong ekonomi berkelanjutan, sejatinya hanyalah gula-gula pemanis agar kaum muslim terlena dan tak bergerak bersatu, menyeru tegaknya khilafah. Kafir barat sangat mengenal khilafah, institusi sekaligus junnah bagi kaum muslim di dunia akan tegak sesuai janji Allah. Maka, belum saatnyakah kita memiliki negara sekaligus pemimpinnya yang bisa menjadikan rakyat sejahtera dunia akhirat? Wallahualam bissawab. [LM/ry].