Penertiban Pajak, Ambisi Negara Memalak Rakyat
Oleh: Nurhayati, S.
LenSa Media News_Opini_Pajak menjadi salah satu sumber pendapatan negara. Hal ini diseriusi oleh Pemerintah dengan rencana untuk mendatangi rumah pemilik kendaraan bermotor (door to door) yang menunggak pajaknya. Cara ini dilakukan guna menertibkan pengguna kendaraan untuk membayar kewajibannya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh (Oto.Detik.com, 7/11/2024), Korlantas Polri telah menyiapkan beberapa cara demi membuat masyarakat patuh membayar pajak kendaraannya. Salah satunya dengan mendatangi rumah pemilik kendaraan yang tercatat belum membayar pajak. Langkah ini ditempuh didasarkan karena tingkat kepatuhan masyarakat melakukan perpanjangan STNK 5 tahun masih sangat minim. Dari total 165 juta unit kendaraan terdaftar, tak sampai separuhnya membayar pajak.
Bertolak belakang dari itu, pemerintah justru membebaskan mobil listrik impor masuk ke Indonesia dari pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang berlaku per Februari 2024. Hal ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2024 tentang PPnBM atas impor dan atau penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu ditanggung pemerintah tahun anggaran 2024.
Menakar Keadilan Melalui Wajib Pajak
Dari dua hal diatas maka kita dapat melihat bagaimana ketegasan pemangku kebijakan melalui pungutan pajak. Jika penerapan door to door hanya diberlakukan untuk rakyat kecil menengah ke bawah. Maka itu tidak berlaku bagi pemilik kendaraan mewah seperti yang dimaksud dalam PMK No. 9 Tahun 2024.
Ditambah penerapan tax holiday guna membuka peluang investasi asing masuk ke Indonesia adalah salah satu bukti bahwa pemerintah memberikan akses yang begitu luas bagi pengusaha besar. Padahal hidup rakyat kecil sudah semakin sulit dengan berbagai jenis pajak yang dipungut dari Pemerintah sedangkan pengusaha dan kaum elite mendapatkan keringanan pajak. Atas dasar apa? Parahnya, dengan tingginya dan kenaikan pajak secara berkala tidak berbanding lurus dengan tingkat perbaikan pelayanan kepada masyarakat.
Slogan “orang baik taat bayar pajak” nyatanya tidak memberikan dampak yang signifikan kepada perbaikan hidup rakyat. Pajak menjadi tulang punggung utama pendapatan negara, namun rakyat yang jadi sumbernya tidak merasakan dampak langsung dari pungutan ini.
Banyaknya jenis pungutan pajak justru semakin menurunkan minat rakyat dalam partisipasi mereka, menurunnya daya beli berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini relevan dengan yang disampaikan oleh salah seorang ilmuwan Muslim, Ibnu Khaldun mengatakan salah satu tanda hancurnya negara adalah semakin banyak dan beragamnya jenis pajak yang dipungut dari rakyat.
Kondisi ini menjadi refleksi bagi kondisi bangsa ini, dikala semakin tingginya penetapan pajak dampak negatif yang dirasakan adalah penurunan konsumsi dan minat terhadap barang dan jasa. Berdasarkan teori Keyness (1936) bahwa konsumsi adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Jika daya beli masyarakat berkurang maka tingkat konsumsi pun akan menurun.
Realitas ini tidak terlepas dari sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan pajak sebagai tulang punggung sumber pendapatan negara. Menjadi pilar pembiayaan infrastruktur, gaji pejabat dan pekerja negara, pendidikan, kesehatan dan fasilitas publik lainnya.
Sumber Pendapatan Negara
Islam menetapkan sumber pendapatan negara dari beberapa pos. Berdasarkan Kitab yang ditulis oleh Abdul Qadim Zaluum Al Amwal fi Daulah Khilafah yaitu pertama; Anfal, Ghanimah, fai’ dan khumus yaitu segala harta orang kafir yang dikuasai oleh kaum muslimin melalui peperangan.
Kedua, Kharaj yaitu hak yang dikenakan atas lahan tanah yang telah dirampas dari tangan kaum kafir. Ketiga, jizyah yaitu pungutan yang diberlakukan atas non muslim sebagai bentuk ketundukan mereka pada negara Islam. Keempat, harta kepemilikan umum seperti sumber daya alam yang pemanfaatannya dikuasai oleh negara semata-mata untuk kesejahteraan rakyatnya seperti barang tambang, minyak bumi, gas alam, nikel, batu bara, uranium padang, hutan, air, dan segala sesuatu yang memberikan maslahat bagi manusia harus dikuasai oleh negara. Tidak boleh dimiliki untuk dimanfaatkan oleh individu maupun korporasi.
Berbeda dengan negara dalam kapitalisme yang justru banyak menetapkan pungutan pada rakyat, maka dalam Islam, justru menjamin pemenuhan kebutuhan pokok dan sistem upah yang manusiawi sehingga rakyat hidup sejahtera. Negara Islam menjalankan fungsi ra’awiyah, sehingga rakyat aman dan sejahtera . Penerapan sistem ekonomi Islam akan menjamin kesejahteraan rakyat. Pajak adalah pungutan yang hanya diberlakukan kepada orang kaya saja itupun pada kondisi Baitul Maal sedang kosong. Wallahu ‘alam bishawab []
(LM/SN)