Makan Siang Gratis, Indah di Teori
Oleh : Nurjannah Sitanggang
LENSA MEDIA NEWS–Program makan siang gratis yang diadakan di salah satu sekolah dasar di Nganjuk berujung tragis . Pasalnya beberapa siswa justru keracunan makanan. Sebanyak 7 siswa mengalami gejala mual, muntah, dan pusing setelah menyantap hidangan yang disediakan.
Hingga Kamis (3/10/2024) siang, satu dari tujuh siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri Banaran 1, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk yang mengalami gejala keracunan masih terawat di UGD Puskesmas Kertosono (Jatim News, 03-10-2020).
Program makan siang gratis memang layak dikaji ulang. Sebab dari awal program ini sudah menuai kritik. Dari sisi budget yang awalnya 15.000 per porsi akhirnya turun menjadi Rp 7.500 per porsi. Program makan bergizi dengan budget segitu tentu di luar nalar. Belum pantas disebut sebagai program makan bergizi. Belum lagi pihak yang mengelola penyediaan makan pasti akan berpikir untung rugi. Itu berarti budget segitu akan dipotong lagi untuk keuntungan mereka.
Uji coba program andalan Presiden Prabowo itupun bukan membuat siswa sehat, segar dan semangat. Malah masuk rumah sakit akibat keracunan. Program ini bukanlah program murahan meski yang sampai ke tiap siswa seolah tidak sampai sepuluh ribu rupiah per hari, Sebab dana APBN yang akan digelontorkan untuk program ini mencapai Rp 71 T.
Memang fakta biasanya tidak seindah teori. Apalagi jika berbicara implementasi kebijakan di lapangan, tentu butuh pengawasan banyak pihak. Dari sisi perencanaan saja sudah tidak matang dan kacau, wajar saat implementasi makin parah.
Sebelumnya, banyak pihak mengkhawatirkan program makan siang gratis akan mengacaukan alokasi dana pendidikan dari APBN. Ternyata tidak cukup sampai disitu, justru program ini jika tidak dikontrol dengan ketat bisa jadi hanya akan menghamburkan dana APBN.
Sebab, jika makanan sudah basi dan tidak layak, otomatis akan terbuang. Lebih lagi siswa yang terbiasa makan di rumah dengan lauk cukup atau mewah, bisa jadi tidak mengkonsumsi makanan yang tersedia karena dianggap tidak sesuai selera. Lagi-lagi makanan akan terbuang.
Sebenarnya program makan siang gratis tidak sepenuhnya keliru. Hanya saja urusan pendidikan sebenarnya sangat banyak. Program makan siang gratis belum menyentuh akar persoalan pendidikan. Sebab yang dibutuhkan umat adalah pendidikan gratis, berkualitas serta tersedia untuk semua kalangan di segala penjuru.
Sistem kapitalisme telah menjadikan pendidikan barang mahal. Hanya golongan tertentu yang bisa menikmati secara leluasa. Kelas bawah harus rela dengan pendidikan ala kadarnya dengan kualitas seadanya. Wajar akhirnya banyak rakyat yang putus sekolah dan pengangguran.
Dalam Islam negara bertanggung jawab atas pendidikan, kesehatan, dan keamanan rakyat. Ini menjadi kebutuhan kolektif yang wajib disediakan penguasa dengan gratis bagi semua warga negara. Negara harus menyediakan fasilitas dan gedung yang memadai, penyedian tenaga pendidik dengan kualifikasi yang mumpuni, serta penyediaan sarana dan prasarana penunjang pendidikan seperti laboratorium dan perpustakaan.
Islam menjadikan negara sebagai pemegang amanah untuk menyelenggarakan pendidikan bagi rakyat. Rasulullah Saw. bersabda:” imam itu pengurus dan dia bertanggungjawab atas pengurusan terhadap rakyatnya“. (HR.Bukhari).
Untuk itu negara bertanggung jawab untuk mendesign pendidikan dan seluruh supporting sistemnya, menyediakan fasilitas dan infrastruktur yang memadai, menyediakan tenaga pengajar yang ahli di bidangnya serta memberikan gaji yang layak bagi tenaga pengajar dan pegawai di kantor-kantor pendidikan.
Ini bisa berjalan jika ditopang oleh sistem ekonomi dan sistem pemerintahan yang berbasis syariat Islam. Sebab pengelolaan pendidikan gratis butuh dana yang tidak sedikit. Sistem Islam telah menetapkan pos pendapatan negara secara detail. Saat kekayaan alam dikelola dengan syariat maka saat itulah negara akan selalu punya dana untuk melayani kebutuhan rakyat. Wallahu a’lam. [ LM/ry].