Ada Deflasi, Ada Rakyat Sengsara
Oleh : Ummu Haidar
LENSA MEDIA NEWS–Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti melaporkan pada September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12 persen. Secara tahunan, katanya, masih terjadi inflasi sebesar 1,84 persen. “Deflasi pada September 2024 terlihat lebih dalam dibandingkan Agustus 2024, dan ini merupakan deflasi kelima pada tahun 2024 secara bulanan,” ungkap Amalia dalam telekonferensi pers di Jakarta, Selasa (1/10).
Amalia menjelaskan penyebab deflasi bulanan terbesar adalah makanan, minuman dan tembakau dengan kontribusi sebesar 0,59 persen. Komoditas dominan yang memberikan andil deflasi di antaranya adalah cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, dan tomat (voaindonesia.com, 03-10-2024).
Deflasi Tanda Kemerosotan Ekonomi
Menurut istilah, deflasi berarti penurunan harga-harga barang dan jasa secara terus menerus dalam waktu tertentu. Meski sekilas deflasi tampak menguntungkan bagi masyarakat. Dimana turunnya harga barang dan jasa berarti terjangkaunya kebutuhan hidup oleh konsumen. Namun sejatinya deflasi beruntun justru dapat menjadi indikator atas semakin susahnya masyarakat untuk mendapatkan penghasilan. Masyarakat yang memiliki uang kian sedikit. Akibatnya, tingkat permintaan agregat dan konsumsi masyarakat turun.
Dunia bisnis dipastikan menghadapi penurunan pendapatan dan keuntungan harga jual. Hal ini mendorong pengurangan investasi dan inovasi, serta mendorong peningkatan PHK. Aktivitas ekonomi secara Nasional melambat. Krisis ekonomi yang berujung pada resesi ekonomi pun tak terhindari. Bukti nyata bahwa deflasi menjadi tanda atas kemerosotan ekonomi.
Kapitalisme Biang Kesengsaraan
Deflasi beruntun merupakan indikasi atas gagalnya pemerintah dalam mengatasi penurunan daya beli masyarakat. Penurunan harga barang dan jasa dalam jangka panjang memicu pengurangan produksi dan terjadinya PHK masal. Sudahlah kebutuhan hidup tak terbeli. Pekerjaan kian sulit didapati.
Kinerja perekonomian negeri sebagian besarnya ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Saat daya beli sektor rumah tangga terus menurun. Cepat atau lambat berimbas pada kesejahteraan anggota keluarga. Akses terhadap kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan kian sulit terpenuhi. Alhasil sejahtera makin mustahil tuk rakyat miliki.
Hal yang sejatinya wajar terjadi di negeri yang menerapkan sistem ekonomi Kapitalisme-liberal. Sistem ini menyandarkan keputusan ekonomi pada putusan individu semata. Kebebasan kepemilikan memastikan setiap individu bisa memiliki apapun dengan cara apapun jua. Hukum rimba berlaku atasnya. Sementara peran negara dieliminir keberadaannya.
Maka yang kaya makin kaya sedang yang miskin makin miskin niscaya adanya. Kesejahteraan mustahil mewujud nyata. Rakyat kebanyakan dipastikan jadi pihak yang paling dirugikan dan mengalami kesengsaraan.
Islam Mewujudkan Kesejahteraan
Islam menetapkan kebutuhan atas pangan, sandang, papan sebagai kebutuhan pokok tiap individu rakyat. Islam juga menetapkan keamanan, pendidikan, dan kesehatan sebagai hak dasar seluruh anggota masyarakat. Maka negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan pokok dan hak dasar rakyat untuk terpenuhi dengan berbagai mekanismenya yang sempurna.
Pertama, jaminan pemenuhan kebutuhan primer tersebut direalisasikan dengan mewajibkan para lelaki memberi nafkah kepada diri dan keluarganya serta mewajibkan kerabat dekat untuk membantu saudaranya. Negara membantu rakyat miskin juga mewajibkan kaum muslim membantu rakyat yang miskin.
Kedua, pengaturan, pengelolaan dan distribusi hak milik yang adil dan merata. Wajib bagi negara menyediakan layanan keamanan, pendidikan dan kesehatan bagi seluruh rakyat.
Ketiga, terkait produksi. Negara akan menjaga pasokan dalam negeri. Negara membuka akses lahan untuk memaksimalkan produksi lahan. Mendukung petani melalui modal, edukasi, pelatihan serta dukungan produksi dan infrastruktur yang menunjang.
Keempat, terkait distribusi. Negara menciptakan pasar yang sehat dan kondusif, mengawasi rantai niaga dan menghilangkan distorsi pasar. Negara juga mengawasi agar penentuan harga mengikuti mekanisme pasar. Tiap penyimpangan dalam kenaikan harga semisal penimbunan dan ekspor berlebihan akan ditindak tegas.
Kegiatan ekonomi dalam konteks individu dilandasi nilai ibadah, bukan materi semata. Rida Allah senantiasa jadi tujuannya. Hingga untuk mendapatkan materi harus terikat dengan hukum syara dalam setiap aktivitasnya.
Sementara dalam konteks kehidupan bernegara, kegiatan ekonomi merupakan wujud pengaturan dan pelayanan urusan rakyat. Hukum-hukum Allah diterapkan sebagai koridor kegiatan bisnis dan ekonomi.
Efeknya aktivitas ekonomi yang zalim, eksploitatif, tak transparan dan menyengsarakan umat manusia dapat dihindari. Negara menerapkan politik ekonomi yang mendukung rakyat dapat hidup secara layak sebagai manusia sesuai standar Islam. Kesejahteraan rakyat pun mewujud nyata dalam kehidupan. Wallahu a’lam. [LM/ry].