Tawuran Menjadi “Prestasi” Bagi Pemuda Kekinian
Oleh: Indah Puspasari, S.E
(Aktivis Dakwah Jogja)
Lensa Media News – Aksi tawuran di beberapa daerah baru-baru ini kembali terjadi dan menambah rekam jejak kriminalitas di kalangan pemuda. Di Semarang misalnya, tercatat ada 21 kasus tawuran antar gengster yang ditangani polisi dari bulan Januari hingga September 2024 dengan 117 pelaku tertangkap. Salah satu aksinya menyebabkan mahasiswa Udinus meninggal akibat salah sasaran (Detik.com, 20/09/24). Selain itu, catatan kasus terbaru di Kota Bekasi, 7 remaja tewas mengambang di kali akibat melarikan diri dari sergapan polisi sebelum melakukan aksi tawuran. Sebelum beraksi, diperoleh fakta bahwa mereka meminum minuman beralkohol (Kompas.com 23/09/24).
Fenomena tawuran yang dilakukan para remaja sering melibatkan sekelompok gengster ataupun geng motor. Motif aksi dari tiap geng pun bermacam-macam. Ada yang terpicu karena saling tantang di akun Instagram, ada juga yang beraksi karena pelaku merasa gabut dan meminum alkohol (mabuk) sehingga adrenalin mereka terpancing untuk melakukan tawuran. Sungguh terbukti mengerikan ketika lingkungan pertemanan, sosial media, dan waktu luang tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Tawuran pun dilakukan bukan tanpa tujuan. Ketika berani menerima tantangan, pamor grup akan naik. Inilah “prestasi” yang dibanggakan oleh mereka.
Makin maraknya aksi tawuran memperlihatkan bahwa kenakalan pemuda saat ini berada dalam status siaga. Seiring berkembangnya teknologi, akses pemuda untuk melakukan kriminalitas justru semakin mudah. Padahal pada masa Rasulullah dan para sahabat, usia muda merupakan masa yang gemilang bagi seseorang. Seperti pada saat Konstantinopel, kota dengan sistem pertahanan-nya yang sangat kuat pada masa itu, bisa ditaklukkan oleh seorang pemuda muslim berusia 21 tahun. Prestasi semacam inilah yang seharusnya dijadikan motivasi bagi para pemuda zaman sekarang untuk melejitkan potensinya.
Kondisi pemuda saat ini memang jauh berbeda dibandingkan dengan zaman Rasul dan sahabat yang keimanannya luar biasa. Namun demikian, hal ini sepatutnya bisa membangkitkan ghirah para pemuda untuk meneladani bagaimana para sahabat memanfaatkan waktu mudanya hingga bisa punya kontribusi besar untuk Islam. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru untuk memanfaatkan waktu muda sebelum waktu tua kita datang.
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara : Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, Hidupmu sebelum datang kematianmu.”
Berkaca dari maraknya kasus tawuran saat ini, segenap aparat tentu sudah dikerahkan untuk menangani dan memberikan tindakan preventif (pencegahan). Tapi nyatanya aksi tawuran terus berulang bahkan semakin mengerikan. Lantas, apa yang salah?
Kita ketahui bahwa karakter dan kepribadian pemuda hari ini dipengaruhi oleh banyak hal, salah satu faktor mayornya adalah pendidikan. Hari ini, pendidikan masih berpaku pada sistem sekuler kapitalis yang kurang mengedepankan penanaman akidah sehingga pemuda dengan kepribadian Islam masih terbilang minim.
Dalam Islam, memberikan kurikulum pendidikan berbasis akidah adalah hal wajib. Hal ini akan membuat setiap individu memiliki pemahaman yang mendalam tentang darimana mereka berasal, untuk apa mereka diciptakan, dan apa yang terjadi setelah kehidupan. Jawaban dari ketiga hal ini akan membentuk karakter dan pribadi yang mulia dari tiap individu. Dengan begitu, pemuda bisa lebih ter-arah dalam memaksimalkan potensinya sekaligus mencegahnya dari perilaku kriminal.
Selain pendidikan, fungsi negara dalam menciptakan lingkungan yang kondusif, baik dalam berkeluarga maupun dalam bermasyarakat, juga masih terlihat kendor. Dalam Islam, negara akan membangun sistem yang menguatkan fungsi kontrol keluarga dan masyarakat dalam membentuk generasi peradaban sehingga tercipta lingkungan yang aman dan sejahtera serta bebas dari tindak kriminal.
Semua ini akan terwujud jika negara menerapkan Islam sebagai sistem kehidupan. Dengan sistem tersebut, generasi emas akan terbentuk sebagai buah dari pendidikan akidah yang ditanamkan oleh negara. Para pemuda pun tercerahkan dalam menggunakan potensi nya untuk mengkaji Islam, mengurusi masalah umat, dan ikut mendakwahkan Islam seperti pada masa Rasulullah dan sahabat terdahulu.
[LM/nr]