Child Grooming, Waspada Terhadap “Si Paling”

Oleh : Ummu Zhafran

Pegiat literasi

 

LenSa Media News–Dunia pendidikan dirundung luka. Penyebabnya, belum lama ini terkuak kasus asusila yang melibatkan oknum guru dan siswa madrasah di daerah dengan kuliner khasnya, Binte Biluhuta. Usut punya usut, meski pelaku berdalih melakukannya atas dasar suka sama suka namun tetap saja aparat yang berwenang menetapkan guru tersebut sebagai tersangka kekerasan seksual terhadap muridnya (tirto.id, 27-9-2024).

 

Publik pun ramai mengaitkan dengan modus kejahatan seksual yang dikenal dengan istilah Child Grooming. Masih dari sumber berita yang sama, di buku Luka-luka Linimasa karya Kalis Mardiasih, dijelaskan strategi grooming dilakukan dengan memanipulasi pikiran dan perasaan anak melalui perhatian, hadiah dan rasa sayang. Tujuannya tentu agar anak menaruh kepercayaan hingga terjadilah pelecehan maupun eksploitasi seksual oleh pelaku.

 

Setelah pelaku mendapatkan kepercayaan penuh dari korban dan keluarganya, mereka akan secara perlahan mengeksploitasi dengan mengisolasi korban dari keluarga dan teman-temannya, sehingga akhirnya korban akan tergantung pada pelaku. Lalu korban lambat laun akan merasa tiada pilihan selain mengikuti kemauan pelaku (siloamhospital, 29-8-2024).

 

Sederhananya di mata anak, pelaku tampak menjelma sebagai “Si Paling.” Paling peduli, dermawan dan menyayangi. Terlebih dalam perkara di atas, korban – qadharullah – adalah yatim piatu. Kondisi rentan inilah yang diduga dimanfaatkan oleh pelaku selama bertahun-tahun hingga akhirnya terungkap.

 

Pada akhirnya menggelitik tanya, mengapa hal sejahat ini bisa terjadi? Dari kacamata umat muslim yang notabene mayoritas di negeri ini jawabnya simpel saja. Karena hilangnya rasa takut pada Allah Swt. yang Maha Perkasa lagi Maha Melihat. Jika sudah begitu, pahala dan dosa dengan sendirinya terabaikan. Keberadaan surga dan neraka di Hari Pembalasan pun bisa jadi dianggap sebatas khayalan.

 

Padahal tegas dalam Alquran bagaimana sanksi di dunia bagi pelaku zina, baik bagi yang belum pernah menikah maupun sudah.“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir.” (TQS. An Nuur:2).

 

Rasulullah saw. bersabda,“Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam.” (HR Muslim).

 

Bisa dibayangkan jika aturan di atas sungguh ditegakkan, tentunya oleh negara, maka perbuatan keji ini niscaya dapat sangat diminimalkan. Sebab setiap insan pasti berpikir ulang 1000 kali, kalau pun bukan karena takut kepada Allah dan azab neraka, minimal takut dijatuhi hukuman di dunia. Para orang tua pun bisa bernafas lega tanpa perlu dihantui Child Grooming yang setiap saat mengintai. Sayangnya kenyataan yang berlaku tidak demikian.

 

Beginilah derita hidup di bawah naungan sekularisme, paham yang menolak campur tangan agama dalam kehidupan. Negara pun lalu tunduk pada ideologi hasil produk pemikiran manusia yang berasas sekularisme, yaitu kapitalisme.

 

Buruknya lagi, dalam kamus kapitalis yang ada hanya profit dan manfaat tak peduli bila untuk itu harus menggadaikan kehormatan dan masa depan generasi. Terlebih kini setelah kerusakan demi kerusakan demikian nyata dan merajalela, masih layakkah bertahan dengannya atau harusnya memang dibuang ke laut saja?

 

Mari kilas balik sejarah, di masa Rasulullah menerapkan syariah Islam secara kafah di Madinah. Imam Bukhari bahkan mencatatnya dalam kitab Shahihnya. Seorang bernama Ma’iz bin Malik datang menghadap Rasulullah saw. memohon agar disucikan. Awalnya Rasulullah menolak karena tak percaya, lalu ketika Ma’iz mengulang tiga kali kemudian mengaku telah berzina lalu ditetapkanlah hukum rajam atasnya.

 

Pada kesempatan lain, seorang wanita bernama Buraidah menghadap Rasulullah saw. Memohon hal yang sama dengan Ma’iz. Kali ini sudah disertai bukti bahwa ia mengandung anak hasil perbuatan zina. Oleh Rasulullah diminta pulang meneruskan kehamilannya. Usai melahirkan, Buraidah memohon lagi kepada Rasulullah, namun kembali diminta untuk menyusui bayinya. Sampai tiba waktunya sang bayi disapih, Buraidah datang lagi meminta agar disucikan dengan hukuman rajam.

 

Masya Allah, tampak betapa indahnya hidup di bawah naungan Islam. Tiada rasa takut kecuali pada Allah Swt. semata. Peristiwa di atas telah membuktikan hal tersebut. Keduanya sukarela mengakui kekhilafan lalu bertobat dan memohon dihukum karena yakin sanksi di dunia bisa menghapus azab yang pedih kelak di akhirat. Sudah pasti sanksi yang dimaksud ialah yang sesuai syariat Allah Swt. Pada saat itulah Islam sebagai rahmat niscaya dirasakan oleh seluruh alam dengan terwujudnya rasa aman, tenang, dan diliputi keberkahan. Wallahuaalam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis