Nabi Muhammad saw, Manusia Penuh Cinta yang Sangat Layak Dicintai
Oleh Hj. Lia Fakhriyah, S.P
LenSa MediaNews__ Allah ﷻ berfirman:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Sungguh telah datang kepada kalian seorang rasul (yakni Rasulullah Muhammad saw.) dari kalangan kalian sendiri. Berat terasa oleh dia penderitaan kalian. Dia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian. Dia amat belas kasihan lagi penyayang kepada kaum Mukmin. (TQS at-Taubah [9]: 128).
Inilah gambaran Allah ﷻ kepada sosok Nabi Muhammad ﷺ. Manusia yang sangat merasakan betapa berat perjuangan umatnya untuk taat. Manusia yang sangat kuat keinginannya agar umat manusia bisa beriman dan beramal salih. Manusia yang sangat lembut. Tafsir Prof. Wahbah az Zuahili menyampaikan kata Ra’fah itu lebih lembut dari rahmah, yang mana disertai dengan kelemah lembutan yang mampu menghilangkan sebab suatu musibah. Dan rahmat itu di dalamnya mengandung kebaikan dan pemberian.
Inilah salah satu faktor yang mendorong manusia mencintai beliau ﷺ. Sungguh Allah ﷻ adalah Dzat yang Mahabaik. Karena sosok Rasulullaah ﷺ, membuat manusia terdorong untuk mencintainya, maka mudah pula untuk manusia melakukan amal berikut yaitu kecintaan seorang muslim kepada beliau harus di atas kecintaan kepada yang lain. Nabi ﷺ sendiri yang menyatakan demikian:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia menjadikan aku lebih dia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan segenap manusia (HR Al-Bukhari)
Mencintai Nabi Muhammad ﷺ hukumnya wajib. Allah ﷻ permudah pelaksanaan kewajiban ini dengan menjadikan sosok Rasulullaah layak dicintai, seperti yang digambarkan di awal. Kewajiban mencintai Rasulullaah ﷺ, Allah ﷻ jelaskan dalam ayat berikut:
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah, “Jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian dan keluarga kalian, juga harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya dan tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta dari jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-Nya. Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik.” (TQS At-Taubah [9]: 24)
Allah ﷻ semakin memudahkan manusia untuk mencintainya dengan hadits berikut:
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR Al-Bukhari)
Bayangkan perjalanan panjang dari kematian, kiamat, masa dibangkitkan, padang mahsyar, syafaat,hisab, mizan, shirat lalu keputusan surga atau neraka. Jika kita mencintai Rasulullaah ﷺ, maka kita akan dibersamainya. Betapa indahnya masa puluhan juta atau miliar tahun, bahkan abadi kita bersama Beliau ﷺ. Inilah beberapa hal yang akan memudahkan manusia untuk mencintai Rasulullaah ﷺ.
Bagaimana wujud mencintai Rasulullaah ﷺ?
Pertama tidak menyakiti Nabi ﷺ.
Allah bantu manusia agar tidak menyakitinya, dengan cara memberikan ancaman kepada yang menyakiti Beliau ﷺ. sebagaimana firman-Nya:
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih (TQS at-Taubah [9]: 61)
Kedua tidak boleh sedikitpun membuat beliau marah. Apa yang bisa membuat beliau marah? Jawabannya dituturkan oleh Ummul Mukminin Aisyah رضي الله عنها.: Rasulullah sawﷺ, pernah datang menemui diriku dalam keadaan marah. Aku berkata, “Siapa yang telah membuat engkau marah, wahai Rasulullah? Semoga Allah memasukkan mereka ke dalam neraka.” Beliau menjawab:
أَوَمَا شَعَرْتِ أَنِّي أَمَرْتُ النَّاسَ بِأَمْرٍ، فَإِذَا هُمْ يَتَرَدَّدُوْنَ
“Bagaimana perasaanmu ketika aku memerintahkan orang-orang dengan suatu perintah, lalu mereka bimbang (ragu untuk melaksanakan perintah tersebut, red.).” (HR Muslim dan Ibnu Hibban)
Dengan demikian jelas bahwa bukti cinta hakiki kepada Nabi ﷺ adalah mentaati beliau tanpa bimbang dan ragu.
Bukti cinta kepada Nabi ﷺ tidak lain adalah ketaatan total kepada beliau. Sebagaimana dinukil oleh Imam al-Qusyairi dalam Risâlah Al-Qusyairiyyah:
إِنَّ مِنْ عَلاَمَاتِ اْلحُبِّ الطَّاعَةُ
Sungguh di antara tanda cinta itu adalah taat.
Jika memang demikian kenyataannya maka kaum muslim wajib menaati Rasulullah Muhammad ﷺ dalam seluruh aspek kehidupan beliau. Bukan aspek ibadah ritual dan akhlak beliau saja. Hal ini sekaligus menjadi bukti cinta hakiki kepada Allah ﷻ sebagaimana firman-Nya:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي
Katakanlah, “Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku.” (TQS Ali Imran [3]: 31)
Bukti cinta kita kepada Rasulullah Muhammad ﷺ adalah mengikuti seluruh yang diajarkannya. Sebagaimana yang diperintahkan Allah
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Apa saja yang Rasul bawa kepada kalian, terimalah. Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah (TQS al-Hasyr [59]: 7)
Kata “mâ” (apa saja) pada ayat di atas bermakna umum, yakni mencakup semua perkara. Mulai dari akidah dan ibadah hingga berbagai muamalah seperti dalam bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hukum dan pemerintahan. Sebabnya, Rasulullah ﷺ sendiri tidak hanya mengajari kita bagaimana mengucapkan syahadat serta melaksanakan shalat, shaum, zakat dan haji secara benar. Beliau pun mengajarkan bagaimana mencari nafkah, melakukan transaksi ekonomi, menjalani kehidupan sosial, menjalankan pendidikan, melaksanakan aktivitas politik (pengaturan masyarakat), menerapkan sanksi-sanksi hukum Islam (‘uqûbat) (seperti qishâsh, potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, cambuk bagi pemabuk, hukuman mati bagi yang murtad, dll). Serta mengatur pemerintahan/negara secara benar dengan syariah Islam. Bukankah semua itu pernah dipraktikkan oleh Rasulullah ﷺ selama bertahun-tahun di Madinah dalam kedudukannya sebagai Kepala Negara Islam (Daulah Islamiyah)?